Bab 2

14.5K 1.1K 21
                                    

Vote dan komentarnya jangan lupa, terima kasih. Selamat membaca.

***

"Pacaran, bisa berakhir kapan saja. Hanya dengan kata 'putus'. Semuanya selesai."

-almost 30-

***


Panggilan Damar berakhir dengan sendirinya. Naya mengela nafas cukup panjang namun berat. Matanya memandang lurus pada jendela besar yang terletak di ujung ruang kerjanya.

Bulan purnama nampak bersinar terang, menyita seluruh perhatiannya. Cahaya yang terpancar semakin menariknya jauh pada kenangan manis awal pertemuannya dengan Damar.

Tiga tahun lalu, dia dan Ghani serta teman-temannya pergi mendaki gunung Gede Pangrango melalui jalur Gunung Putri yang berada di daerah Cipanas, Cianjur  karena lokasi yang mudah diakses dari Bandung.

Jalur tersebut memang terkenal cukup berat karena medan yang terjal dan didominasi tanjakan. Namun jalur ini merupakan jalur dengan jarak terpendek diantara tiga jalur lainnya. Jika rata-rata waktu tempuh untuk pendakian Gunung Gede melalui jalur Cibodas adalah 10 jam, maka melalui jalur Putri bisa lebih cepat 2-3 jam.

Dan disanalah untuk pertama kalinya Naya bertemu dengan Damar.

Damar adalah pendaki yang tertinggal dari rombongan lain. Sehingga akhirnya Damar ikut kedalam rombongannya untuk melanjutkan pendakian.

Obrolan ringan sepanjang pendakian mengalir dengan hangat.

"Karena kita seumuran, bolehkan aku panggil nama saja?" ujar Damar yang di balas anggukan."Kamu asli dari kota mana, Naya?" tanyanya.

"Aku asli Bandung, Dam. Kalau kamu?"

"Aku asli dari Solo, Jawa tengah. Tapi, kebetulan sudah cukup lama juga tinggal di Bandung. Ikut orang tua pindah ke sini," ungkap Damar tentang dirinya.

Damar yang cukup terbuka, membuat Naya menyimpulkan jika Damar adalah sosok lelaki yang ramah dan mudah berbaur.

Sampai di puncak gunung, dua cangkir coklat hangat instan yang Naya buat menemani mereka melanjutkan obrolan.

"Kita sama-sama tinggal di Bandung. Tapi kenapa malah ketemunya di gunung begini, ya?" Damar berujar heran.

"Ya ... Mungkin memang harus begini dari sananya." Naya mengangkat bahunya sesaat, dia pun tidak mengerti."Kamu anak tunggal?" tanyanya kemudian.

"Iya, aku anak tunggal. Kamu?"

"Aku punya satu adik laki-laki. Itu, dia yang pakai topi hitam. Namanya, Ghani."

Ponsel Naya bergetar panjang. Menariknya kembali dari lamunan. Sama seperti tadi, Naya tidak terburu-buru menerima panggilan tersebut. Khawatir jika Damar yang menghubunginya lagi.

Bukan niatnya menghindari lelaki itu, tetapi Naya membutuhkan waktu untuk memikirkan segala hal tentang mereka berdua.

Melihat jam pada layar laptopnya sudah menunjukkan waktu untuk pulang, Naya segera membereskan barang-barang pribadinya. Memisahkan dengan yang lain lalu memasukannya kedalam tas.

almost 30 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang