Vote dan komentarnya jangan lupa, terimakasih. Selamat membaca.
Hati-hati, typonya banyak. 😅
***
"Meminta maaf itu soal mudah. Tetapi luka yang terlanjur menggores, apakah akan sembuh secepat permintaan maaf di ucapkan?"
-almost 30-
***
Nyatanya, berpisah dengan Damar membuat hati Naya benar-benar hancur. Melepaskan sesuatu karena keterpakasaan, rupanya terasa lebih dari sekedar rasa sakit. Walaupun bibirnya terus mengelak mengatakan tidak ada kata terpaksa atau keterpaksaan.
Tetapi ...
Fakta yang di dorong kuat oleh restu yang sulit di gapai, menyadarkan Naya jika dia memang terpaksa.
Terpuruk?
Tentu saja.
Namun, Naya berusaha untuk tetap tenang dan menerima kenyataan tanpa membenci keadaan.
Meski setiap malam Naya kesulitan untuk memejamkan mata. Fikirannya terus melanglang buana pada perkataan-perkataan Utami dan masa-masa yang tidak pernah bisa di pulihkan lagi saat bersama Damar sampai sang fajar tiba. Dan pada siang hari Naya habiskan waktunya untuk bekerja.
Waktu sudah menginjak pukul delapan malam. Naya baru saja turun dari ojek online yang mengantarkannya pulang. Sebelum mebuka pagar, Naya memeriksa lagi ponselnya. Tetapi Ghani belum juga memberi kabar kapan akan pulang membuatnya khawatir.
Pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan. Bahkan rasa curiga pun sempat hinggap dalam benaknya. Dia khawatri adiknya itu tergerus pergaulan yang buruk sehingga abai dengan kuliahnya.
Deru mesin mobil terdengar mendekat bersamaan dengan Naya membuka kunci pagar.
Naya menolehkan ke palanya melihat ke arah mobil tersebut. Sesaat Naya mengatupkan bibirnya rapat ketika dengan jelas mengenali mobil yang kini sudah berhenti tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Naya melihat Damar turun dengan tergesa dari mobil tersebut dengan pandangan lelaki itu terus tertuju lurus padanya.
Naya langsung memalingkan wajah dan masuk ke halaman rumah ketika beberapa langkah lagi Damar sampai padanya.
Hatinya masih sakit.
Tetapi, Damar lebih cepat menarik lengannya hingga tubuhnya berbalik dan langsung menenggelamkan tubuhnya dalam pelukan lelaki itu begitu erat.
Beberapa saat Naya seluruh sendi tubuhnya kaku. Dia sulit mencerna hal yang Damar lakukan.
"Dam," baru satu kata yang Naya keluarkan, belitan lengan kekar Damar pada tubuhnya semakin kuat saja.
Tidak ada kata atau kalimat yang Damar keluarkan. Dia hanya memdekap Naya, berharap beban dalam fikiran dan kegusarannya hilang.
Setelah kata berpisah terucap dari Naya dan memutuskan untuk tinggal di apartemen, hidupnya jauh dari kata baik-baik saja.
Damar sangat berantakkan.
Kebiasaan-kebiasaan Damar pun banyak yang berubah. Jambang dan kumis yang dulu sering dia bersihkan kini di biarkan terus tumbuh tidak terawat pada area wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
almost 30
ChickLit"Menikah sebelum memasuki usia tiga puluh, haruskah?" Naya, seorang staff salah satu wedding planner ternama di kota Bandung mempunyai target pencapaian sebelum usia 30 dengan menikah. Namun, kisah cintanya dan Damar menemukan ujian. Orang tua Damar...