Inara menendang-nendang udara, ia ingin sekali mencakar wajah Gara, tangan kotor Gara rasanya ingin ia patahkan.
Inara mengusap kasar air matanya saat kembali menggenang, padahal mereka sudah meminta maaf pada dirinya tapi kenapa masih diulangi, baru kemarin mereka membuat kejutan dan memohon maaf, tapi hari ini ia malah di tampar.
Inara menggerutu kesal saat suara handpone nya berbunyi nyaring,
Tanpa melihat siapa yang menelepon Inara segera mengangkatnya,
"SIAPA SIH!"
Seseorang di seberang sana terlonjak kaget,
"Ra Lo kenapa?"
Inara tergelak lalu melihat nama siapa yang menelepon nya. Ternyata Devano.
"Ga pa pa. Ngapain?"
"Pulang sekolah nanti tunggu gue, gue bakal jemput Lo."
Inara menyerngit bingung, ia bawa mobil untuk apa di jemput,"Gue bawa mobil. Ngapain juga Lo mau jemput."
"Ya'udah ga pa pa kalo bawa mobil, gue cuma mau jemput aja."
"Ter.se.rah."Inara menekankan katanya. Terlalu malas untuk berbicara pada Devano.
Inara mengusap kembali air matanya, ia kesal sendiri kerena air matanya tidak berhenti.
Sosok tegap yang sejak tadi memperhatikan Inara, berjalan mendekat.
"Ra,"
Panggilan seseorang membuat Inara menoleh, lalu dengan cepat mengusap air matanya kembali. Ia tersenyum tipis saat menemukan Algio berdiri dengan gagahnya.
"Duduk, kak."Algio mengangguk lalu duduk si samping Inara.
"Kenapa?"Algio bisa lihat kalau mata gadis itu sudah membengkak, yang artinya sudah agak lama menangis.
Inara menggeleng,"Ga pa pa."ia menyamping menatap Algio dengan cengiran,"Kak Algio ngapain di sini? bukannya jam masuk kelas yah?"
"Ada urusan Ra."Algio berucap pelan. Membuat Inara merasa ada yang sedikit janggal.
"Kak Gio punya masalah?"
Algio menggeleng, lalu ikut menyamping menghadap Inara,"Gue yang tanya dulu, Lo punya masalah?"
Inara terkekeh pelan, tidak mau berbohong lagi,"Inara gak punya masalah tapi Inara banyak salah."
Kening Algio berkerut, pertanda kalau laki-laki itu tidak mengerti.
Inara terkekeh geli,"Lupain kak. Gak penting."
Algio mengangguk, mengamati wajah Inara yang terlihat sangat sembab, ingin sekali mengusap wajah itu yang selalu tersenyum, padahal ia tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"Lo gak mau cerita sama gue Ra?"
Inara menatap aneh pada Algio, ia bingung harus memulainya dari mana, "Masalah Ara banyak kak. Jadi susah mau mulai dari mana."
"Mulai dari Daddy Lo yang benci Lo boleh?"Ia menatap intens mata Inara, ketika tersadar ia menggeleng kuat,"Ga pa pa kalo Ara gak mau cerita."
"Waktu Ara kelas satu SMP, Ara punya sepupu yang Daddy dan Mommy lebih sayang dari gue, termasuk Gara dan Geri yang lebih sayang dia daripada gue. Gue awalnya merasa biasa aja, karena mungkin mommy dan Daddy jarang ketemunya, makanya mereka se-sayang itu. Tapi setelah kelas dua, ternyata dia pindah sekolah, dia pindah rumah dan dia pindah ke rumah gue. Waktu itu gue merasa terpuruk pas tau dia pindah, apalagi gue tau kalau keluarga gue lebih sayang dia,"Inara menghela nafas pelan, "Dia lebih semuanya dari gue kak, dia lebih cantik, dia lebih pintar, dia lebih rajin pokoknya apa yang di diri Ara, semuanya jadi biasa bagi Mommy dan Daddy,
dia multitalenta kak. Ara awalnya gak benci dia tapi lama-lama gue merasa kalau gue tiba-tiba jadi antagonis dalam cerita itu, gue sampai tega fitnah dia di teman-teman, biar di dibenci satu kelas, padahal dia baik kak, dia selalu berbagi sama Ara yang di beliin mommy dan Daddy, ia baik kak dia baik banget."Inara mengusap pelan air matanya yang kembali tumpah,"Hingga pada suatu hari ada pertengkaran hebat di dalam rumah karena gue dengan sengaja nya numpahin minuman di baju dia yang buat Daddy marah besar, Ara di pukul kak, Ara cambuk sama tali pinggang Daddy, kepala Ara dibenturkan ke dinding. Ada yang enggak tahan langsung lari ke luar tanpa peduli apa yang akan terjadi selanjutnya,
tiba-tiba di seberang sana ada mobil yang kebut kak, gue pikir itu semua bakal jadi akhir dari hidup gue, gue senang saat itu akhirnya gue bisa mati, biar gue gak jadi antagonis lagi dalam kisah keluarga itu. Ternyata gue salah, sepupu gue nyelamatin gue dengan dorong gue ke tepi jalan. Gue jatuh kak, lalu berbalik liat dia udah dikerumuni sama keluarga gue. Dia meninggal kak, dia enggak ada. Waktu itu Ara selalu merasa kalau Ara orang yang buat semua orang sial. Ara yang buat semuanya rumit, sejak saat itu Mommy sering nangis malam-malam karena ingat dia. Setelah beberapa tahun dia pergi mommy dan Daddy bisa ikhlas, tapi Ara selalu di tuntut biar kayak dia. Ara harus pintar Ara harus bisa main musik, Ara harus jago olahraga, nilai Ara gak boleh kurang dari sembilan puluh."
Algio menatap Inara dengan tatapan terluka, gadis yang dulunya ia tidak pedulikan ternyata menyimpan begitu banyak luka.
"Ara bukan robot kak, Ara sering buat masalah, nilai Ara yang sering turun buat Daddy selalu hukum Ara. Ara punya kelebihan kak, Ara punya kesukaan yang enggak pernah di dukung Mommy. Ara selalu dituntut jadi yang sempurna setelah mommy ikhlas dia pergi. Ara gak bilang mereka jahat kak, tapi apa salahnya jika mereka sedikit lebih menghargai Gue, Ara, sebagai anak mereka bukan sebagai sosok yang harus sempurna.
Gara dan Geri juga gak peduli sama gue kak, mereka bahkan selalu manas-manasi Daddy biar dia hukum gue lebih dari itu, gue benci mereka kak, gue gak mau mereka dekat gue. Gue juga punya perasaan kak. Siapa yang gak sakit hati setelah diperlakukan bertahun-tahun kayak gitu.
hingga gue akhirnya bunuh diri, tapi gue malah masih hidup lagi."gue bohong!Nara udah mati!
Algio merengkuh tubuh lemah Inara, gadis yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya ini benar-benar kuat. Tidak tahu lagi harus apa, ia hanya bisa memeluk Inara. Jika saja ia lebih cepat tahu semuanya mungkin saja ia tidak akan ikut mendiamkan Inara. Ia baru tahu ketika Inara sudah seperti sekarang, menjadi gadis Kokoh yang sulit tumbang, walau badai berkali-kali.
"Inara lemah yah kak, selalu nangis kayak gini. Seharusnya Inara gak nangis,"
Algio menggeleng mempererat pelukannya pada tubuh gemetar Inara,"Lo gak lemah Ra, wajar kalau Lo nangis, semua yang Lo rasain emang sesakit itu, gak ada yang lemah hanya karena nangis Ra."
Inara membalas pelukan Algio, ia butuh sandaran seperti Algio, ia ingin Algio selalu di sampingnya, ia tidak mau jauh dari Algio, ia butuh Algio untuk sandaran dirinya yang seperti ini.
"Jangan pergi ya kak. Kalo kakak mau pergi ajak Inara aja, biar kita perginya sama-sama."
Algio menganggguk, lalu menggeleng,"Iya Ra."
Siapa yang setuju Inara sama Algio?
Btw maaf yah beb agak lama up-nya soalnya part nya makin banyak jadi aku harus mikir gimana sama alurnya.
See you🖐️👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't blame me (SELESAI)
Fantasía(BELUM DI REVISI!!) #BANYAK KEKURANGAN DIHARAP MAKLUM, INSYAALLAH JIKA SUDAH TAMAT AKAN DIREVISI, TERIMAKASIH. #Campur. Ceritanya gak sedih kok. #FIKSI BELAKA. #plis jangan komen! selain kasih Krisan, penyemangat dan Next. ini kisah gadis bernama I...
