Mei Yuki mengambil jurusan seni di universitas ternama dan dicari kalangan seumurannya, baik dari luar kota maupun dalam kota. Walaupun mahasiswa dari dalam kotanya sedikit dibanding dari luar. Mei menyukai musik, gambar, dan semua yang ada sangkut pautnya dengan seni. Padahal hampir semua hal yang dianggap tidak terkait pun berkaitan satu sama lain. Dirinya yang tidak pernah merasa cerdas, ataupun pintar, hanya merasa bahwa dirinya pecundang, selalu lari dari keadaan yang sulit baginya dan tidak pernah mencoba menghadapinya, hingga sangat cengeng. Keadaannya membaik, mungkin saja memburuk dari sebelumnya, karena pengaruh lingkungannya pula. Mei tidak suka kesendirian. Namun terkadang kesendirian membuatnya nyaman dan merasa bahwa dia akan selalu sendirian dan berakhir sendirian betapa banyak pun teman yang dia miliki. Dia tidak ingin sendirian, dan tidak suka merasa kesepian, namun berakhir memilih kesendirian sebagai hal yang membuatnya nyaman.
Mei hanya memiliki satu teman baik hingga kini, yang terhitung jarang bersama-sama karena dirinya sibuk dan mengambil kelas yang berbeda darinya. Walau begitu, keduanya masih sering berkomunikasi lewat ponsel untuk bertanya waktu dan tempat yang bisa mereka ambil untuk bermain dan melewati waktu bersama-sama.
"Yah, kau masih disini?" Suara seseorang terdengar jelas di telinga Mei yang sedang melamun.
"Huwa!" Mei mendongak setelah berteriak kaget mendengar seseorang menepuk pundaknya dan menyapanya. "Kau membuatku kaget!"
"Maaf, maaf." Ucapnya dan duduk di samping Mei. "Lalu? Kapan kau akan menyapa kakak kelas cakep yang pendiam maksudmu itu?"
"Berisik! Aku butuh waktu nih!" gerutu Mei sembari mengeryit.
"Aku mendengar itu kemarin lho, dan semenjak empat bulan yang lalu." Ucap Lina Mikata, gadis yang lebih tinggi darinya dan bertubuh lebih berisi daripada Mei. Gadis yang tidak terlalu memikirkan proporsi dirinya dan hanya menjadi dirinya sendiri.
"Habis...!" tambah Mei dan gadis itu menyandarkan kepalanya di pundak Lina yang kini asyik melihat ponselnya.
"Sejak kapan kamu suka sama kakak kelas itu?" tanya Lina tanpa memandang sahabatnya yang masih menggerutu.
Mei menyandarkan posisi tubuhnya. "Semenjak aku bergabung dengan klub renang." Ucapnya dengan tegas.
"Kau cinta lokasi maksudnya?" tanya Lina yang mengetik sesuatu di ponselnya.
"Tidak masalah bukan! Bebas dong!" gerutu Mei dengan nada sedikit tinggi. Namun tidak masalah karena kantin sedang ramai dengan para mahasiswa. "Hei, dengarkan aku!"
"Aku mendengarkanmu kok." Ucap Lina ketika Mei mengguncang lengannya. "Headset yang kupakai tidak mengeluarkan suara apapun."
Mei mengeryit. "Lalu kenapa kau memakainya?"
"Bekas tadi di kelas." Jawabnya enteng.
Mei melepas tangan yang menggenggam lengan Lina. "Kau tidak mendengarkan pelajaran di kelas dong?"
Lina mendesah pelan. "Kelasnya cukup membosankan, jadi kupakai yang lain." Jawab Lina dengan entengnya lagi. "Toh Cuma sebentar karena hanya butuh asistensi tugas saja." Tambahnya dengan tatapan datar.
"Enaknya..." gumam Mei. "Kelasku sibuk sekali." Tambah Mei sembari mendesah panjang sebelum kembali ke laptopnya.
Lina melirik dari ponselnya. "Apa yang sedang kau kerjakan?" tanyanya ketika melihat di layar laptop Mei hanya ada aplikasi Ms. Word yang terbuka dan memperlihatkan tulisan-tulisan.
"Aku masih menulis novel." Jawabnya namun tidak terlihat antusias.
Lina mengerjap. "Oh begitu." Lina kembali ke layar ponselnya. "Masih yang kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pieces of Dramarama - Monsta X
Romantizm"Aku ingin bertemu dengannya sekali lagi." "Apa kau yakin dia bukan orang yang sama dengan temanmu yang kau cari itu?" "Perjalanan waktu tidak gratis." "Jangan mengaku-ngaku menjadi temanku satu-satunya!"