75. Lana - Labuan Bajo

44 4 3
                                    

Aku dan Shin Hae nyeret koper kami ke depan gedung flat diikutin Bri yang kayak zombie. Aku berkali-kali bilang sama mereka, mending nggak usah tidur dulu daripada tidur sebentar terus susah melek. Malah pada nggak percaya.

Mobil baru Hana terparkir di depan, dengan Hana yang nyaris ketiduran di dalem mobil saking lamanya kami usaha ngebangunin Bri.

Perjalanan tengah malam menuju Incheon tentu sangat mulus. Kami sengaja pergi terpisah dari dua makhluk terkenal itu biar lebih leluasa check in.

Pesawatnya tepat waktu. Tepat jam dua belas kami take off ke Bali dan transit sekitar dua jam di Singapura. Berhenti di Bali sekitar dua jam, baru nerusin penerbangan ke Labuan Bajo.

Kami sampai di bandara Komodo sekitar jam satu siang. Aku dan Taecyeon keluar duluan karena harus ngurusin sewa mobil, sementara yang lain nunggu bagasi.

Kami sengaja nyisain satu kursi di belakang setir buat Hana, karena menurut penerawangan kami, Hana yang paling banyak tidur di pesawat. Meski awalnya protes, akhirnya Hana nyetir juga ke Ayana Komodo Resort, tempat kami nginep sebelum pindah ke kapal phinisi besok.

Kami berpisah, masuk ke kamar masing-masing. Aku geleng-geleng kepala liat kamar yang dipesen Hana, dan langsung kasian ke Junho.

"Yak, apa dia memesan tiga kamar yang identik?" Taecyeon naro tangan di pinggang sambil ngeliat ke arah laut begitu selesai masukin koper.

"Eo, wae Oppa?" Aku ngejawab sambil sibuk sama ponselku. Agaknya aku bisa ketemu teman lama di sini, meski cuma sebentar.

"Lee Junho harusnya mulai memikirkan bagaimana mengembalikan hasil kerja kerasnya selama ini yang habis dalam satu kedipan mata."

Aku ketawa kecil. Antara ngedenger omongan Taecyeon dan ngebaca pesan dari Greg, temenku yang kerja di salah satu non-government organization di Labuan Bajo. Dia ada di kantor, dan bersedia ketemu sama aku.

Setelah nentuin tempat janjian, kulempar ponselku ke kasur dan nyamperin Taecyeon yang berdiri sambil nyender ke pagar di balkon.

"Kalau setelah ini kita makan siang, lalu aku izin bertemu temanku, boleh tidak?" Aku ikut berdiri di sebelah Taecyeon.

"Mwo? Kau punya teman di sini?" Taecyeon ngeliatin aku dengan heran.

Aku baru mau jawab pertanyaannya waktu ponselku bergetar, dari Hana. Dia nanya di mana tempat makan pecel ayam. Kubilang nanti kuantar. Dia minta kami ketemu sejam lagi di lobby.

"Hana?" Taecyeon nebak dengan benar.

"Eo, mengajak makan siang sejam lagi." Taecyeon ngangguk dan ngeliat aku lagi, seolah nagih penjelasan soal temenku di sini.

"Dulu aku pernah kerja praktek di sini, saat masih kuliah S1. Eh bukan, maksudku kerja praktek di Ende. Kantor pusatnya di Bali, tapi ada kantor utama destinasi di sini, di Labuan Bajo. Sekarang mereka sudah tidak punya kantor cabang destinasi. Jadi temanku yang dulu bersamaku di Ende, sekarang pindah ke kantor di sini."

Taecyeon ngangguk-ngangguk. "Ende itu apa? Nama tempat?" Dia sekarang nopang pipinya pake dua tangan dan ngeliatin aku. Persis kayak anak TK lagi dibacain dongeng sama gurunya.

"Iya, nama distrik lain di Flores. Jaraknya enam jam kalau berkendara. Kalau pakai pesawat sih hanya 45 menit."

Taecyeon berdiri tegak dan tepuk tangan pelan tapi berlebihan. "Woah, daebak! Kau ternyata benar-benar orang Indonesia, Lana-ya!"

Aku langsung natap Taecyeon sinis. "Yak! Aku memang orang Indonesia, dan akan tetap jadi orang Indonesia di mana pun tubuhku berada!"

"Mungkin tidak, kalau setelah ini kau menikah denganku." Taecyeon nahan senyum sambil noleh ke kiri, membuang pandang. Tapi matanya ngelirik ke aku, jelas dia lagi ngeledek.

Lovely BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang