Aku terbangun dengan badan ngilu, terutama lengan kiriku. Kurentangkan tubuhku, lalu aku bergegas menghampiri Lana. Dia masih tidur. Jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sebenarnya masih terlalu pagi untuk membangunkan gerombolan sirkus.
Aku bergerak menuju pantry dan menyeduh teh hangat. Aneh, betapa dua hari ini aku lebih sering meminum teh hangat alih-alih kopi. Aku duduk di depan jendela dan menatap keluar.
Hari ini mungkin akan jadi hari yang luar biasa. Aku tak tahu bagaimana Hana mengatur semuanya, tapi melihat kemampuannya di pesta pernikahan kakaknya, aku yakin hari ini akan meriah.
Kuhabiskan teh di cangkirku, dan bangkit menuju kamar mandi. Aku tersenyum mengingat bagaimana Lana membantuku melepas kausku semalam. Bagaimana ia ternyata merasa kesepian. Kujulurkan kepalaku keluar, dan melihat Lana yang posisinya masih belum berubah.
Aku bertahan di bawah guyuran shower, memikirkan apa yang harus kukatakan padanya nanti. Memikirkan bagaimana reaksinya. Apa yang harus kulakukan kalau dia menolak dan ternyata menerima Bara bersamanya?
Aku bergegas ke penthouse untuk membangunkan anak-anak. Kuketuk pintu dengan tidak sabar, hingga kepala Nickhun menyembul dari balik pintu.
"Yak, kau tau ini jam berapa?" Nickhun melancarkan protes dengan wajah mengantuknya.
"Ara. Jam delapan lewat. Kalian harus segera bangun, mandi, dan sarapan. Kutunggu di taman Koishikawa Korakuen. Jangan terlambat! Salahmu kalau terlambat, Khunnie!" Ucapanku membuat Nickhun membuka matanya lebar-lebar.
"Yak, apa yang akan kau lakukan di sana?" Nickhun menggeser tubuhnya dan membiarkanku masuk.
Aku masuk dan duduk di sofa, karena kuanggap sudah kudelegasikan tugas membangunkan anak-anak pada Nickhun.
"Cepatlah, bangunkan mereka. Aku tau betapa susahnya membangunkan mereka sekaligus." Kunaikkan sebelah alisku, yang membuat Nickhun mengumpat lalu segera membangunkan anak-anak.
Anak-anak itu benar-benar sulit dibangunkan, karena mereka tahu hari ini jadwal kami kosong. Jam sembilan kurang mereka akhirnya bangun saat aku sudah selesai sarapan.
"Baiklah, sampai bertemu di taman jam sepuluh tepat! Kumohon, kali ini bantu aku." Kupasang wajah memelasku dan langsung melesat keluar, menuju taman Koishikawa Korakuen.
Aku sampai saat Hana sedang membuat hadiah untuk Lana dari daun kering dan bebatuan yang dipasang di pigura.
Aku tertawa kecil, melihat betapa naifnya dua manusia ini. "Setelah yang terjadi semalam, kau membantunya sampai sejauh ini?"
"Eung, Lana tetap sahabatku. Apa pun yang terjadi, Lana sudah banyak membantuku. Lagian aku sudah membawanya berkilo-kilo meter dari Korea dan merencanakan ini seminggu penuh. Percuma kalau tidak terjadi." Dia menjawabku bahkan tanpa menoleh.
"Yak, Park Hana.."
"Eo?" Hana akhirnya menyerah dan menatapku.
"Kau tidak tidur?" Aku sebenarnya tidak terkejut. Hanya menunggu pernyataannya bahwa yang kutuduhkan benar.
"Yaaa, jangan bersikap seolah-olah baru sehari kenal denganku. Sudah terbiasa kurang tidur."
Aku menggelengkan kepalaku. Sulit melawan anak yang kepalanya lebih keras dari batu. Dan karena aku tak berniat berdebat pagi ini, kubiarkan dia meneruskan pekerjaannya.
"Istirahatlah setelah ini." Aku berdiri dan mengamati tempat ini. Warna daun musim gugur yang cantik entah kenapa mengingatkanku pada kejadian berbulan-bulan lalu, saat aku mengekori Lana pulang ke flatnya dan memberikan bunga ungu kecil yang kuambil dari tanah. Jangan lupakan bahwa alih-alih berterima kasih dan merasa senang, dia justru memarahiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Beast
FanfictieTentang Lana, seorang gadis Indonesia yang pergi ke Korea demi menyusul tunangannya, Rian. Namun, di Korea Rian menjalin cinta dengan perempuan lain. Di saat seperti itu, Lana bertemu Taecyeon, lelaki humoris yang mampu meluluhkan hatinya. Sayangnya...