Hari ini adalah hari wisuda Lana. Selain memang karena ada jadwal, aku tak mungkin muncul ke kampusnya saat jutaan manusia sedang berkumpul. Lebih baik menghindari daripada terciduk sekali lagi, kan?
Lana melakukan video call sebelum berangkat ke aula. Ia terlihat cantik dengan kebaya biru muda dengan aksen abu-abu. Setelah ia menutup teleponnya, aku segera berdiri di spot foto agar saat Lana berpidato nanti, aku paling tidak sudah menyelesaikan satu set pemotretan.
Untungnya fotografer hari ini tak banyak protes. Kami menyelesaikan set pertama dalam waktu kurang dari satu jam. Kami akan mulai set kedua sejam lagi.
Ponselku bergetar. Hana yang menelepon. Tadi Lana memang bilang, salah satu dari dua sahabatnya akan meneleponku saat dia berpidato.
"Setan hijau, aku mendapatkan posisi duduk di depan. Pemandangan terbaik melihat Lana. Kau mau lihat tidak?" Aku berdecak. Kalau bukan karena aku membutuhkannya hari ini untuk mendengar pidato Lana, sudah kumatikan teleponnya sejak ia menyebutku 'setan hijau'.
"Yak, bagaimana caranya kau bisa duduk di depan?" Aku mengerutkan kening.
"Jangan salah, ternyata aku terkenal di kampus Lana." Dari suaranya, anak itu pasti sedang tersenyum pongah sekarang.
"Aish! Sudahlah, ganti ke video call." Segera setelah itu, permintaan video call masuk ke ponselku. Mereka bersorak. Sepertinya Lana sudah naik ke podium. "Yak, aku tidak butuh melihat leher kalian! Di mana Kelana?" Suara kikikan Hana terdengar sesaat sebelum layarku menampilkan Lana di podium.
Lana memulai pidatonya dengan menceritakan mimpinya, lalu berterima kasih pada para pengajar. Setelah itu ia mulai berterima kasih pada orang-orang yang dekat dengannya dua tahun terakhir ini.
"Dan lima orang gerombolan sirkus, yang saya tahu meski tak hadir mereka pasti mendengarkan..."
"Yak! Bisa-bisanya hanya mereka berlima yang disebut!" Aku menggelengkan kepalaku. Hana hanya mengerlingkan matanya.
"Terakhir, untuk laki-laki yang menggantikan ayah dan ibuku sekaligus, yang mengantarku pulang setiap aku mabuk. Terima kasih tidak meninggalkanku di minimarket dua tahun yang lalu dan memilih mengantarku pulang meski belum mengenalku. Terima kasih menjadi entitas paling menyebalkan yang anehnya selalu mengisi kepala dan hatiku. Aku ingin bilang aku mencintaimu, tapi kurasa kau sudah tahu. Jadi, terima kasih banyak."
Aku tersenyum mendengar ucapan Lana berikutnya. Aku yakin itu pasti ditujukan untukku.
"PUAS KAU OK TAECYEON, HEH? Bangga tidak pada Kelana?" Aku terkikik melihat Hana spontan berteriak, lalu sekejap kemudian membungkukkan tubuhnya untuk meminta maaf.
"Gomawo, Hana-ya!" Aku tersenyum pada Hana dan melambaikan tanganku sebelum mengakhiri video call. Setelahnya, aku kembali bekerja.
Aku benar-benar bersyukur mendapatkan tim kerja yang menyenangkan hari ini. Sebelum gelap, pemotretanku sudah selesai. Setelah mengucapkan terima kasih pada kru, aku berkendara menuju sebuah hotel mewah. Lana bilang kedua kakak Hana memberinya kamar gratis untuk malam ini.
Aku mengetuk pintu kamarnya berkali-kali, meski memang ada bel. Aku hanya ingin dia tahu aku yang datang tanpa harus mengintip melalui celah pintu.
Lana membuka pintu dan menuduhku menyetir ugal-ugalan karena aku datang terlalu cepat. Ia hanya tak tahu tempat kerjaku barusan tak terlalu jauh dari sini.
Lana masih belum berganti baju. Entah dia sengaja menungguku datang, atau memang aku yang datang terlalu cepat sehingga dia belum sempat berganti pakaian.
Karena Lana tak suka bunga, dan aku tak tahu apa yang bisa kuberikan untuknya, maka kutawarkan tiket pesawat untuknya kembali ke Korea. Sayangnya Ia terlihat tidak senang dengan ideku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Beast
FanfictionTentang Lana, seorang gadis Indonesia yang pergi ke Korea demi menyusul tunangannya, Rian. Namun, di Korea Rian menjalin cinta dengan perempuan lain. Di saat seperti itu, Lana bertemu Taecyeon, lelaki humoris yang mampu meluluhkan hatinya. Sayangnya...