Aku berharap bisa langsung menemui Lana saat sampai di Seoul. Sayangnya aku tak bisa. Aku baru sampai menjelang pagi, dan ada syuting di siang harinya. Tapi meski dengan jadwal tidur yang sangat pendek, kupaksa diriku untuk bangun dan bergerak ke sebuah toko perhiasan dalam perjalanan ke lokasi syuting.
"Persis seperti ini, dengan taburan berlian kecil. Aku tak buru-buru, jadi buatlah sesempurna mungkin." Kujelaskan keinginanku pada petugas toko yang melayaniku hari ini.
Setelah mencatat semuanya, ia menyimpan kalung yang kuberikan sebagai contoh. Aku membayar uang muka dan bergerak pergi dari toko menuju lokasi syuting.
Syuting hari ini harusnya tak terlalu panjang. Namun perkara cuaca memaksa kami menunggu, dan lagi-lagi aku baru bisa pulang menjelang pagi. Entah kenapa sering sekali hujan, padahal sudah mulai memasuki musim semi.
Aku berhasil memasukkan mobilku ke garasi tepat saat jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul tiga pagi. Tanpa mengganti baju, aku langsung merebahkan tubuhku ke tempat tidur dan memejamkan mata.
"Yak Ok Taecyeon!! Angkat tubuhmu! Mandi!! Cepat mandiiiii!!" Aku tersentak dan menatap berkeliling.
Tentu saja kamarku kosong. Pun hanya detak jam yang terdengar. Namun bayangan Lana yang menjerit padaku di Labuan Bajo, memintaku bangkit dan mandi sebelum tidur, terasa begitu nyata.
Saking jelasnya suara itu di kepalaku, aku sampai terduduk dan menggelengkan kepalaku beberapa kali sebelum menyadari bahwa aku sendirian, dan baru pulang syuting. Senyuman miris mengembang di wajahku, betapa Lana benar-benar hampir mendarah daging di hidupku.
Kuangkat tubuhku menuju kamar mandi dan mandi dengan cepat. Meski Lana ada di flatnya, pagi ini entah kenapa kupakai parfumku. Maksudku, bukannya aku hanya memakai parfum saat ada Lana. Aku tetap memakainya saat akan keluar rumah. Tapi memakainya saat sebelum tidur, biasanya hanya kulakukan saat aku bersama Lana.
Aku baru akan memejamkan mataku ketika ponselku berdering. Sialan, aku lupa mengaturnya dalam mode senyap. Kusambar ponselku dengan kesal, dan menjadi lebih kesal saat melihat nama penelepon yang berpendar di layar.
"Wae?" Aku sangat ingin membentaknya, namun teringat saat ini aku di rumah, bukannya di basecamp. Dan ini pagi buta.
"OPPAAA!!! MAKHLUK APA KAU, MENDIAMKAN LANA SAMPAI TERBANGUN PAGI-PAGI HANYA UNTUK MEMIKIRKANMU?!" Suara lengkingan terdengar dari seberang.
Aku mendengus dan menjauhkan ponsel dari telingaku. "Bukan urusanmu, dan tidak perlu ikut campur!" Aku bahkan tak punya waktu mengingat dua makhluk sialan ini sedang berlibur bersama.
"Sudah kubilang kalau kau menyakiti Lana, kau yang kutebas terlebih dulu!" Suara Hana menjauh. Kukira ia sengaja memasang mode loud speaker agar setan kecil di dekatnya bisa mendengarku juga.
Ada apa sih dengan hubungan kami? Mengapa kami saling sibuk mengurusi hubungan masing-masing, terlebih saat sedang bermasalah. Seolah Lana dan Hana saling menyelesaikan masalah dengan pasangan masing-masing setiap kali.
"Hyeong, ibu monster keluar tanduknya. Kurasa kau harus berbicara dengan noona." Dugaanku benar. Suara Junho terdengar sesaat setelahnya.
"Nanti akan kuselesaikan dengannya. Sudahlah aku ingin kembali tidur." Aku menjawab malas. Siang ini memang aku berencana akan menelepon Lana.
"Tidak perlu nanti, sekarang kalian berbicaralah dan tidak akan kututup sampai kalian berbicara." Aku diam. Apa maksudnya anak itu bicara begitu? "Ayoo bicaralah kalian." Hana tak sabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Beast
Fiksi PenggemarTentang Lana, seorang gadis Indonesia yang pergi ke Korea demi menyusul tunangannya, Rian. Namun, di Korea Rian menjalin cinta dengan perempuan lain. Di saat seperti itu, Lana bertemu Taecyeon, lelaki humoris yang mampu meluluhkan hatinya. Sayangnya...