Rambut coklat panjang bergelombang tergerai berayun tertiup angin malam. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu menatap lampu-lampu gedung ibukota jakarta dari atas rooftop sebuah rumah sakit. Ada hal besar yang harus diungkapnya segera, tapi masih saja keraguan tak bisa ditepisnya. Tubuhnya tersentak kala mendengar bunyi ponsel di saku celana kulot nya.
"Sayang aku mencarimu di seluruh penjuru rumah sakit tapi tak ada, beritau aku kamu kabur kemana?" Suara kekehan Kenzo menggema seperti berada di ruangan.
"Aku di tempat biasa."
"Tunggu aku, jangan bunuh diri sebelum aku datang sayang."
Telfn langsung terputus.
Tak lama, seseorang merangkul bahu nya yang terbungkus jas putih.
"Sayang jangan mati sendirian, aku mau ikut mati juga." Kenzo menarik kedua bahu kekasihnya untuk menghadapnya.
"Siapa juga mau mati konyol hm?"
Kenzo menatap lekat mata emerald kesukaannya, kekasihnya keturunan Rusia dari sang ibu sangat mendominasi wajahnya. Cantik. Semua orang yang melihatnya berkata demikian.
Beruntungnya Kenzo memiliki gadis secantik Agnia Gayatri Purwoko, seorang dokter yang sama sepertinya. Anak dari pengusaha properti yang terkenal di negaranya Rama Geraldy Purwoko. Tapi Agnia selalu menghilangkan purwoko setiap menulis namanya. Bukan karena malu, dia hanya tidak suka berdiri di balik nama Ayahnya.
Apalagi Rama memaksanya menjadi dokter, padahal Agnia ingin berkuliah jurusan bisnis saat itu. Rama hanya menganggungkan anak laki-laki, karena menurutnya perempuan tidak bisa sepenuhnya bekerja. Jadilah perusahaannya di pimpin menantunya Janvier Nandes sebagai CEO yang baru menjabat tiga bulan yang lalu, suami dari Ghea tifany Purwoko seorang dokter spesialis jantung kakaknya Agnia.
Karena Rama tidak punya anak laki-laki, dia hanya bisa mengandalkan menantunya menjadi penerus. Anak bungsunya pun perempuan Felicia Dara Purwoko yang dipaksanya masuk kedokteran juga. Rama mempunyai alasan karena kelak dimasa tuanya anak-anaknya lah yang akan merawatnya ketika dia sakit. Tidak perlu mengkhawatirkan masa tua nya yang sendirian karena istrinya telah meninggal 5 tahun silam.
"Malam begini kamu disini sendirian, seperti orang bosan hidup sayang."
"Aku memang bosan hidup seperti ini Ken."
"Kita cerita sambil dinner saja ya?"
"Tidak, aku tidak lapar." Agnia mengalihkan pandangannya pada ibukota jakarta.
"Ada masalah?"
"Aku ingin kita pisah." Suara lirih namun terdengar menusuk Kenzo.
"Pisah? Sejak kapan kita menyatu?" Disertai kekehan yang tak menjalar ditelinga Agnia. Kekasihnya itu memang gemar menggodanya.
"Aku serius Ken. Aku ingin mengakhiri hubungan kita." Agnia menatap lekat iris coklat kekasihnya. Pria berdarah biru keturunan keraton Jawa campuran Australia yang tampan.
"Kita sudah menjalaninya empat tahun dan aku sudah menyusun rencana melamarmu setelah lulus spesialis bedah, kamu tau kan?"
"Aku tau semuanya. Tapi jika diteruskan akan membahayakanmu. Kamu tidak tau siapa aku sebenarnya." Wajah cantik yang biasanya ceria itu berubah datar tidak seperti Agnia yang dikenal Kenzo.
"Aku sangat mengenalmu sayang, bahkan keluarga kita saling mengenal. Rumah sakit ini akan kita kelola bersama sayang. Itu impian kita bukan?"
"Impianmu bukan aku Ken, maaf aku mengecewakanmu."
"Apa salahku hingga kata pahit ini terucap dari mulut manismu?" Rahang Kenzo terlihat mengeras. Menahan amarah yang bisa saja terlepas.
"Kamu tidak salah, tapi aku yang salah merahasiakan sesuatu yang besar diantara kita."
"Sebesar apa? Aku bisa menerimanya."
"Aku tidak bisa jelaskan tapi secepatnya kamu akan tau."
"Kamu tidak bicara tentang pria lain yang menjadi penyebabnya?"
"Tidak. Kamu selalu mengawasiku, bagaimana cara aku selingkuh." Agnia terkekeh mengingat pengawal Kenzo yang selalu mengawasinya, Kenzo pikir kekasihnya tidak pernah tau padahal sebaliknya.
"Kamu tau?"
"Ya, sudah sejak awal."
"Maaf, aku hanya takut-"
"Sudah. Aku mengerti. Takut kehilanganku? Aku butuh kebebasan Ken."
"Jadi karena itu kamu memutuskan hubungan kita?"
"Tidak." Agnia melangkah menjauhi Ken yang masih terpaku menegang tidak rela melihat punggung gadisnya pergi darinya.
Maaf Ken, aku tidak mau bahaya mengancammu setelah dunia tau siapa aku sebenarnya.
"Tunggu sayang, aku akan mengantarmu."
Agnia menoleh tanpa membalikkan tubuhnya, "Aku bawa mobil. Belajarlah hidup tanpa aku, Ken."
Ken sangat ingin mencegah keputusan Agnia tapi waktunya tidak tepat, membiarkan gadisnya tenang sementara waktu adalah pilihan yang tepat.
_____________________

KAMU SEDANG MEMBACA
Emerald Eyes
Romanzi rosa / ChickLitAgnia Gayatri Purwoko, dokter yang membuat para kaum adam rela berpura-pura sakit, hanya untuk disentuh olehnya. Selalu menjadi pusat perhatian karena parasnya bagai dewi Rusia ditengah kota Jakarta. Tatapan mata emerald-nya membuat siapapun tertund...