Lonely (1)

3.4K 281 15
                                    

Typo bertebaran

~Lidwinsetya~









"Rindu mungkin  kata yang tak bisa lagi aku cegah. Hanya dengan mendengarnya saja membuat aku tergugu dalam kesedihan.

Cinta yang begitu menggebu seolah hilang tergerus masa. Padahal aku yang memulai dan meyakinkan bahwa dengan bersamanya  aku bahagia.

Siapa sangka hati ini memang sejatinya hanya milik sang khalik dimana aku tak boleh menyombongkan diri, lihatlah saat ini aku terbelenggu  oleh rindu yang tak kunjung sembuh. "

~Zain Putra Albagaz~


Sudah tiga bulan lamanya Aila memberikan kesempatan pada Zain untuk lebih dekat dengan Rasyid. Setiap pulang dari kantornya Zain selalu menyempatkan diri mampir ke restoran. Dimana tempat putranya dan Aila tinggal.

Memang sejatinya manusia memiliki seribu macam alasan untuk bahagia. Tapi adakalanya rasa sedih datang hanya dengan satu alasan. Semua boleh dilakukan dalam porsi yang sesuai tentunya.  Ketika ingin menangis maka menangislah, jika ingin tertawa maka tertawalah sekedarnya saja.

Derap langkah putranya terkadang  membuat Zain semakin gemas. Badan gembil dengan pantat yang menyembul. Entah berapa  lama lagi diapers itu terlepas dari sarangnya. Padahal harusnya rasyid sudah tak lagi mengompol seukuran anak seusianya. Namun Zain tidak pernah mempermasalahkan itu, ia yakin Aila pasti punya alasan lain.

"Yah,  Lasyid mau jalan-jalan boleh?" ucapnya sambil memainkan jari jemarinya yang gemesin.

"Mmmmmmm,  beneran Rasyid mau jalan-jalan bareng ayah? " tanya Zain.

"Iya, kemalin Lasyid tanya Amma, katanya boleh, Yah". Celotehnya

Walaupun Zain sedikit kecewa dengan panggilan Ayah. Awalnya Zain menginginkan Rasyid menyebutnya dengan kata Abi agar berdampingan dengan kata Umma atau amma. Namun  seperti ini saja Zain sudah sangat bahagia. Tak mengapa jika Rasyid memanggilnya dengan sebutan Ayah. Karena putranya itu memiliki  panggilan banyak sekali,  mulai dari Abi untuk AttaBaba untuk ReynandDaddy untuk Ada dan Papa untuk Danang, kenapa bisa Danang disebut Papa? Awalnya  Zain tak terima karena berpikir  Danang hanyalah pegawai Aila. Tapi.... ya, sudahlah toh dia juga di panggil Ayah. Tak dapat dipungkiri rasa cemburu Zain terhadap Danang yang memang dekat sekali dengan Rasyid.

Zain, makin gemassss dengan putranya itu. Bibirnya, lentik bulu matanya, kulitnya yang putih,serta aroma khas bayi yang  masih selalu menempel dipakaian putranya.

Aaah Zain selalu merasakan ketenangan  setelah seharian bekerja saat disuguhkan dengan pemandangan seperti itu.  Membuat rasa lelahnya terbayarkan, walaupun Zain harus selalu mandi dan membawa baju ganti hanya untuk bertemu dengan putranya, tak masalah untuk Zain, asal dia bisa menghabiskan waktu bersama Rasyid.

"Tentu, kalau Rasyid dan Amma mau Ayah pasti akan mengabulkan kemanapun Rasyid mau pergi. Memangnya anak Ayah yang ganteng ini mau jalan-jalan kemana? hmmmmm" sambil mencubit pipi gembil putranya.

"Iih ayah sakit tau. Jangan cubit-cubit pipi Lasyid. Ayah seling banget deh cubit-cubit pipi. Amma  suka malah looh... kalau ada yang cubit pipi Lasyid. Tapi kenapa kalau Ayah yang cubit Amma gak malah yaa?" sambil menggerakan tangannya ke dagu mengusap-usap telunjuknya didagu.

"Hahahahha. Ya, karena Amma sayang sama Ayah, makanya Amma gak marah sama Ayah saat cubit pipi gembil kamu ini. "

"Iih Ayah nyebelin. Lasyid malah looh" sambil melipat tangannya di perut.

Melepasmu 1 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang