Verditer Hugo Dirgantara
"Can I call you thaithea, without hthea?" —Hugo, pelajar.
•
•03. Drama Kolor Papa
[]
Decitan suara pintu yang dibuka terdengar pelan, diikuti sang pelaku yang menjadi dalang terbukanya pintu, keluar dengan handuk yang melilit bagian bawahnya. Mengusak rambut yang masih basah, lantas berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian.Kernyitan muncul di dahinya ketika membuka laci tempat celana dalamnya kosong. "Lah, habis?" gumamnya, membuka laci yang lainnya, namun semuanya sama, tak ada isinya.
"Masa satu aja nggak sisa? Terakhir kali nyuci cangcut kapan sih, gue?" ujarnya lagi, mengingat-ingat kapan terakhir kali ia mencuci celana dalamnya, kalau tidak salah itu sudah lama sekali, mungkin sebulan yang lalu?
Pantas saja tak ada yang tersisa di dalam laci lemari. Mendengkus, ia mengambil hoodie serta celana pendek, segera memakainya dan berlari keluar kamar, menuruni tangga.
Tolong, tidak usah dibayangkan bagaimana Elvano lari-lari turun tangga pakai celana pendek tanpa dalaman, membiarkan burung— ah tidak perlu diperjelas.
"Mamaaa," teriak Elvano, mengetuk pintu kamar orang tuanya, membuat mamanya yang berada di dalam kamar segera beranjak membuka pintu.
"Kenapa, Bang?" tanya Ghea, menatap Elvano yang tengah menyengir padanya.
"Papa ... ada di dalem nggak, Ma?" tanyanya masih mempertahankan ekspresi anehnya.
"Ada, lagi mandi. Bentar lagi selesai kayaknya, ada perlu apa emangnya?" tanya Ghea.
"Ehe, Vano boleh masuk nggak, Ma?" Elvano kembali bertanya.
Ghea mengerjap bingung, lantas bergeser mempersilakan Elvano untuk masuk ke dalam. Wanita itu semakin bingung ketika tiba-tiba Elvano membuka lemari kloset yang menjulang tinggi, menjadi perabotan paling menonjol setelah ranjang.
"Kamu cari apa?" tanya Ghea, membungkuk mengikuti Elvano yang berjongkok membuka laci paling bawah.
Ia terkejut ketika tiba-tiba pemuda itu menarik salah satu celana dalam dengan merk supreme dari dalam laci.
"Vano, kamu—"
"Vano pinjem kolornya Papa dulu ya, Ma, ehe," ujar Elvano, kembali menutup pintu lemari dengan ekspresi seperti tanpa dosa, bersamaan dengan itu Raka keluar dari kamar mandi, tetesan air mengalir turun pada kulitnya yang putih, dengan rambutnya yang basah terlihat garis batas rambut, seperti sehabis disisir dengan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVANO
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA [SEQUEL "It Called Love" -- BISA DIBACA TERPISAH] *** Pada dasarnya, manusia tidak ada yang sempurna. Begitu pula dengan Elvano, orang yang selalu tertawa dan tak pernah menampakkan kesedihannya bukan berarti hidupnya baik-bai...