32. Gendong Apa Bonceng?
[]
Mendengkus pelan, pemuda dengan celana pendek serta kaus berwarna hitam dengan tulisan 'Balenciaga' di tengahnya itu mengeluarkan sepedanya dari dalam garasi. Pagi ini ia berniat untuk olahraga, berkeliling dengan sepedanya, namun ketika mengajak adik-adiknya, mereka malah asik sendiri bergemul di dalam selimut. Satu persatu kamar, Elvano datangi, namun mereka menolak dengan alasan masih mengantuk.
Karena tak mau memaksa, Elvano memilih untuk mengalah, dan pergi sendiri, lagipula tak ada salahnya untuk berolahraga sendiri. Setelah membawa sepedanya keluar, Elvano menaiki benda itu, mengayuhnya keluar dari pekarangan rumah.
Sebelum benar-benar keluar, ia sempat menyapa satpam komplek yang kebetulan lewat depan rumahnya.
"Pagi, Pak!" sapa pemuda itu, seraya melempar senyum disela-sela ia mengayuh sepeda.
Mendengar sapaan yang ditujukan padanya, pria paruh baya dengan seragam satpam itu menoleh, balas tersenyum. "Pagi, Mas! Mau olahraga ya?"
Elvano mengangguk. "Iya nih, Pak."
"Kok sendirian aja, Mas? Nggak ngajak temennya?"
"Masih pada molor, Pak. Kalau gitu, saya duluan ya, mari," ujar Elvano sembari mengangguk tipis tanpa melunturkan senyumnya.
Menambah tempo kayuhannya, pemuda itu mengambil napas dengan serakah. Mengisi penuh paru-parunya dengan oksigen. Ini yang ia suka dari suasana pagi hari, udaranya masih sejuk, belum tercemar asap kendaraan. Makanya ia suka berangkat pagi-pagi ke sekolah jika menggunakan skateboard.
Setelah beberapa kali putaran, pemuda itu menghentikan sepedanya di dekat bundaran taman, mengambil duduk di sana, Elvano meneguk air minum yang ia bawa. Mengedarkan pandangan, ternyata di sini masih sepi, mungkin orang-orang enggan untuk keluar dengan udara pagi yang dingin.
Ketika tengah beristirahat tak sengaja Elvano mendapati seorang perempuan dengan sweater merah muda yang berlari sambil menunduk, Elvano tak dapat melihat wajahnya karena tertutup tudung sweater, namun pemuda itu tersenyum tipis, ada juga ternyata orang yang mau olahraga di pagi yang dingin meskipun mentari sudah menyorot dari ufuk Timur.
Memperhatikan langkah demi langkah lari yang diambil gadis itu, Elvano sedikit terkejut ketika gadis itu mendongak dan kedua netra mereka bersinggungan.
Mengerjap, beberapa detik kemudian, keduanya saling melempar senyum ketika sama-sama kenal dengan orang yang ditemui.
"Vano? Kamu lagi olahraga juga?" sapa sang gadis ketika langkahnya kian mendekat dengan insan yang tengah disapa.
Tersenyum, Elvano mengangguk. "Iya nih, kok kebetulan bisa bareng dan ketemuan gini, jangan-jangan jodoh," kelakar Elvano, membuat gadis dengan napas terengah-engah itu tertawa halus.
"Sini istirahat dulu," ajak Elvano, melirik tempat di sampingnya, mengisyaratkan gadis itu untuk duduk di sana.
Menjatuhkan tudung sweater-nya, Mentari— gadis itu mendudukkan diri tak jauh dari Elvano, sembari membuka kemasan botol air mineral yang sedari tadi ia pegang sambil berlari.
Meneguk beberapa kali, setelah itu helaan napas panjang keluar dari mulutnya.
"Lo sendirian?" tanya Elvano, membuat Mentari menoleh ke arahnya.
Gadis itu mengangguk. "Iya, aku emang sering lari pagi sendiri, mau ngajak Sonya, rumahnya juga jauh dari sini," urai gadis itu, dibalas anggukan paham oleh Elvano.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVANO
Genç KurguFOLLOW SEBELUM MEMBACA [SEQUEL "It Called Love" -- BISA DIBACA TERPISAH] *** Pada dasarnya, manusia tidak ada yang sempurna. Begitu pula dengan Elvano, orang yang selalu tertawa dan tak pernah menampakkan kesedihannya bukan berarti hidupnya baik-bai...