selamat membaca <3
18. Konser Koridor
[]
Siang ini, pada saat istirahat kedua, tempatnya di mushola fasilitas sekolah, banyak murid-murid yang berkumpul untuk bergantian shalat dhuhur berjamaah. Tak terkecuali pemuda berhidung bangir yang saat ini tengah berdiri di teras dekat tempat wudhu untuk menunggu gantian, bersama Ravin yang berdiri di sebelahnya.
"Eh, Van, Van, lo liat itu cewek, yang rambutnya panjang, dikucir, gila, cantik banget? Dia yang katanya murid baru itu bukan sih?" ujar Ravin tiba-tiba, sembari menyenggol lengan Elvano dengan sikunya.
Sedang Elvano hanya menoleh sekilas, tidak berminat sama sekali. "Au, lo nanya gue, gue nanya siapa."
"Ye si babi, lo liat dulu itu woi." Ravin memegang kepala Elvano, menolehkannya secara paksa untuk melihat objek yang ia maksud, gadis yang tengah menuju mushola, bercanda sembari tertawa bersama temannya yang lain.
"Yang mana?" tanya Elvano ogah-ogahan. "Semua rambutnya dikucir, yg panjang nggak cuma satu, dodol!" damprat Elvano, membuat Ravin berdecak.
"Ck! Yang agak pendek, anjrit! Pake poni!" ujar Ravin lagi, menambahkan ciri-cirinya.
"Oh, itu." Elvano hanya manggut-manggut, setelah melihatnya sebentar.
"Cakep 'kan?" tanya Ravin, kembali menyenggol lengan Elvano dengan sikunya.
"Hm, biasa aja," sahut Elvano, membuat pemuda itu berjengit kaget.
"Mata lo lima yang biasa aja, manis banget kayak gitu. Lo homo ya?!" teriaknya tanpa sadar, mengundang beberapa pasang mata melihat ke arah mereka.
Buru-buru Elvano membungkam mulut Ravin. "Mulut lo anjrit, tidak baik menyebarkan fitnah seperti itu, monyet. Kamu mau aku kutuk?"
Ravin segera menyingkirkan tangan Elvano yang membungkam mulutnya. "Bwah— ya elo nggak normal anjing, cewek cakep kayak dia lo bilang biasa aja. Sadar diri, sadar muka, Van, speknya jangan tinggi-tinggi."
"Lah, suka-suka, gue ganteng, wle. Dah ah, lo bacot mulu, mau sholat kaga?" tandas Elvano, melipat celananya naik sebelum akhirnya bergantian tempat wudhu dengan temannya yang lain.
Mendengkus, Ravin melakukan hal serupa, mengikuti Elvano yang sudah berjalan lebih dulu menuju tempat wudhu laki-laki
Seusai shalat, pemuda itu berdiri ikut keluar bersama teman-temannya yang lain, menyugar rambutnya yang masih setengah basah karena air wudhu, Elvano memakai kembali sepatunya.
"Lo mau balik ke kelas, Pit?" tanya Elvano, ketika Ravin ikut duduk di sebelahnya, memakai sepatu.
"Kantin dulu bentar, beli cimol," jawab Ravin, dibalas anggukan oleh Elvano.
"Yaudah, gue balik duluan kalo gitu," ujar Elvano.
"Yoi," sahut Ravin, sebelum akhirnya Elvano melenggang pergi menuju kelasnya, namun ketika di tengah perjalanan melewati koridor gedung jurusannya, pemuda itu terkejut lantaran banyak anak-anak kelas IPS tengah berkumpul di sepanjang jalan, baik cewek maupun cowok lagi asik muter lagu dangdut dari spiker salon kecil— entah siapa yang sudah membawanya ke sekolah.
Melihat kerusuhan itu, Elvano tersenyum sumringah, segera menghampiri untuk ikut memeriahkannya. Kursi-kursi yang ditata berdempetan seolah menjadi panggung bagi ketiga cowok yang kini berdandan seolah sudah seperti penyanyi itu.
Botol aqua sebagai mic, kacamata hitam sebagai aksesoris dan taplak meja guru yang dilipat seperti jilbab juga dikenakan oleh pemuda yang memegang sapu ala gitaris.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVANO
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA [SEQUEL "It Called Love" -- BISA DIBACA TERPISAH] *** Pada dasarnya, manusia tidak ada yang sempurna. Begitu pula dengan Elvano, orang yang selalu tertawa dan tak pernah menampakkan kesedihannya bukan berarti hidupnya baik-bai...