41 - Runtuh

4.6K 640 70
                                    

ada apa ya kok ribut-ribut, komen sectionnya jg pada mengerwikan, aku mau disantet, dimutilasi, digampar, dibikin muntah paku, digorok, ya ampun kalian kok pada psikopat begitu, nanti vano aku wafatin lho 😔

hehe, canda 😗

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

41. Runtuh

[]

Gesekan-gesekan sepatu pada semen trotoar menimbulkan suara ketika sang empu menendang kerikil-kerikil kecil di sana, dengan kepala yang senantiasa memandangi ujung sepatu, ia membuang napasnya pelan, beberapa detik kemudian ia tersentak kaget ketika mendengar suara jeritan serta teriakan pengguna jalan, sontak kepalanya mendongak, menangkap kejadian tragis beberapa meter di depannya.

Membuat iris yang dlingkupi kelopak mata monolid itu melebar terkejut. "Maaf, Bu, ada apa ya di sana?" tanyanya pada seorang ibu-ibu yang terlihat cepat-cepat pergi setelah melihat kejadian itu, tidak sampai hati untuk menyaksikan darah bersimbah dimana-mana.

"Itu, Neng, ada kecelakaan! Korbannya anak sekolah, cowok! Ibu nggak berani liat darahnya, duluan ya, Neng!" jawab ibu-ibu membuat Kanaya terkejut.

Anak sekolah? Cowok?

Deg.

Entah kenapa Kanaya justru langsung terpikirkan oleh pemuda itu. Segera ia berlari untuk membelah kerumunan orang-orang.

Nggak, nggak mungkin, itu pasti orang lain, batin Kanaya, meyakinkan dirinya.

Namun begitu melihat siapa yang terbaring tak sadarkan diri dengan darah yang terus mengalir membasahi aspal itu, jantungnya seakan berhenti berdetak. Irisnya melebar, terkejut. Sangat-sangat terkejut. Bahkan secara refleks tangannya menutup mulut tidak percaya. Satu cairan bening lolos dari pelupuk matanya.

"ELVANOO!!" jerit Kanaya, tangisnya pecah saat itu juga. Diraihnya tubuh yang kini sudah terkulai tak sadarkan diri itu.

"Vano, bangun! Jangan, jangan gini! Pak, tolongin temen saya, Pak, tolong panggilin ambulan!" pinta Kanaya mengedarkan pandangan pada beberapa orang yang mengerumuni, yang mayoritas adalah laki-laki.

"Udah dipanggilin, Neng, bentar lagi mungkin dateng," ujar salah satu dari mereka menyahuti.

Gadis itu menggigit bibirnya, masih menangis. Segala pikiran buruk mulai bermunculan satu-persatu di kepalanya. "Bertahan, lo harus bertahan sebentar lagi, gue mohon..." isaknya, senantiasa menjaga jika napas Elvano masih ada.

Hingga tak lama kemudian suara sirine ambulan terdengar mendekat, para petugas rumah sakit dengan sigap menurunkan brankar dari dalam mobil ambulan, mengangkat dengan hati-hati tubuh korban.

ELVANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang