udah ya, tolong readers ku tercinta, jangan nangis lagi, aku nggak lagi irisin bawang di sini, nanti skinkermu luntur loh kalau mewek mulu :(
senyum, dulu, cheese 📸
***
***
43. Wish
[]
Raka keluar dari ruangan dokter dengan tatapan kecewa, helaan napas keluar melalui mulutnya.
"Gimana, Pa?" tanya Elkano pada papanya.
Menatap anak serta istrinya bergantian, Raka menggeleng. "Kata dokter itu cuma refleks biasa, tanda kalau Vano sadar dan otaknya masih bekerja, cuma dia belum bisa gerak dan ngasih respons ke lingkungan luar. Tapi nggak apa-apa, setidaknya itu bisa jadi pertanda awal kalau Vano pasti bisa balik kayak sebelumnya nanti," urai Raka, tersenyum.
Ghea membuang napas kecewa. Padahal ia sudah berharap jika Elvano akan bangun, namun tak apa, ia bersyukur setidaknya Tuhan masih memberi putranya kehidupan.
"Nggak apa-apa, nanti Abang pasti bangun, Abang lagi berjuang sekarang, jadi kita harus selalu kasih semangat, oke?" ujar Ghea, tersenyum sembari mengusap punggung Elkano.
Ia bisa mengerti bagaimana perasaan putranya itu saat ini, apalagi mereka adalah saudara kembar. Semenjak kecil, Elkano itu peduli sekali dengan kakak kembarnya walaupun seiring tumbuh dewasa kepedulian itu kian tak terlihat karena sifat mereka yang bertolak belakang, namun Ghea selalu peka dan memperhatikan, hal-hal kecil yang rela dilakukan Elkano untuk Elvano.
Membawa lebih dari satu dasi ketika sekolah, mengingatkan pemuda itu untuk langsung pulang selepas sekolah, dan mengawasi apa yang dilakukan pemuda itu di sekolah sesuai amanat yang diberikan mamanya. Bahkan, setiap kali ikut berbelanja mamanya, susu beruanglah yang akan pertama kali Elkano ambil. Karena ia tahu, Elvano menyukai susu kaleng itu.
"Nya! Nyonya!"
Mendengar panggilan dari suara yang tidak asing itu, Raka, Ghea, serta Elkano menoleh, sedikit terkejut.
"Kamu kok ke sini? Kenapa, Da?" tanya Ghea, ketika melihat Aida, asisten rumah tanggannya berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka.
Dengan napas tersenggal-senggal, wanita itu mengatur napasnya, memberikan dua lembar amplop, membuat Raka dan Ghea saling pandang, sama-sama bingung.
"Ini apa, Da?" tanya Ghea, menatap amplop yang diulurkan Aida.
"Maaf, Nya, kalau saya lancang, tadi saya bersihin kamarnya Mas Vano, terus nggak sengaja jatuhin ini dari meja belajarnya, saya kira apa, pas saya lihat tulisan di amplopnya, kayaknya itu penting, makanya saya bawa ke sini," ujar Aida, tersenggal-senggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVANO
Ficção AdolescenteFOLLOW SEBELUM MEMBACA [SEQUEL "It Called Love" -- BISA DIBACA TERPISAH] *** Pada dasarnya, manusia tidak ada yang sempurna. Begitu pula dengan Elvano, orang yang selalu tertawa dan tak pernah menampakkan kesedihannya bukan berarti hidupnya baik-bai...