24. Feeling
[]
Pemuda yang tengah bergelung nyaman di dalam selimut itu seolah enggan untuk bangun, masih ingin menikmati tidur pagi harinya di hari Minggu ini. Memeluk guling dan melenguh pelan, ia berganti posisi dari yang tadi terlentang menjadi miring ke kanan.
Sembari menyamankan posisinya, samar-samar ia melihat sosok yang tidak asing di depannya namun terlihat kabur karena matanya masih seperempat terbuka. Mengerjap pelan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya, matanya menyipit menatap siapa yang tidur di sampingnya itu, hingga beberapa detik kemudian ia terlonjak kaget, seketika bangun dari tidurnya.
"ALLAHUAKBAR, JURIG!" teriaknya kaget, mengerjap beberapa kali tersadar jika sosok di depannya ini bukanlah hantu melainkan manusia. Dia adalah Elkano, kembarannya.
"L-lo ngapain di kamar gue, anjrit?!" seru Elvano, mendelik ngeri, lantas menyilangkan tangannya di depan dada seolah baru saja menjadi korban tindak tak senonoh.
Bangun dari posisinya Elkano menggeleng, membuat Elvano bingung. Ini beneran kembarannya 'kan? Nggak lagi kesurupan demit hari Minggu 'kan?
"Lo sakit, Kan?" tanya Elvano, masih mendelik was-was.
Elkano kembali menggeleng, kali ini ia bersuara. "Selamat ya," ujarnya membuat Elvano bingung.
"Hah?" beonya tak paham. Tolong kerja samanya, dia baru bangun tidur, masih pagi, otaknya masih 2G, masa langsung disuruh buat mikir sama perkataan Elkano yang nggak dia pahami?
"Maaf kemarin nggak datang. Kerja kelompok, deadline senin," ujar Elkano lagi tanpa memperjelas kalimatnya yang tadi.
Barulah setelah itu, Elvano paham, pemuda itu membulatkan mulut dan mengangguk-angguk. "Oh, ngomong dong yang jelas, habisnya nggak ada angin nggak ada hujan, orang baru bangun tidur langsung dikasih ucapan selamat, kirain gue udah ulang tahun hari ini," ujar Elvano, lalu tertawa setelahnya.
"Terus, lo ngapain pake segala ke kamar gue pagi-pagi buta begini? Nanti 'kan masih bisa buat ucapin, repot-repot amat— oh gue tau ...," ujar Elvano, tiba-tiba tersenyum setan menatap Elkano, membuat pemuda itu menatap kembarannya itu dengan bingung.
"Ah, romantis amat kembaran gue, sini peluk Abang dulu," ujar Elvano lagi, tiba-tiba menggaet leher Elkano hingga tubuh pemuda itu terhuyung mendekat padanya.
Namun ketika merasakan sesuatu yang janggal, Elvano lantas menarik kembali tangannya. "Anjrit, panas banget. Lo sakit beneran, Kan?" tanyanya panik, menyentuh kening Elvano dengan punggung tangannya.
Menurunkan tangan Elvano dari keningnya, Elkano menggeleng. "Gerah," elaknya, lalu bergeser menjauh.
Elvano menggeleng tak percaya, matanya memicing menatap kembarannya dengan curiga. "Mana ada gerah? Lo nggak liat AC-nya nyala?" ujar Elvano, menunjuk pendingin ruangan yang masih menyala sejak semalam.
Menelan ludahnya, Elkano tampak kikuk, lantas segera bangkit. "Gue keluar," ucapnya, hendak pergi keluar.
Menyingkap selimutnya, Elvano meloncat turun dari kasur, menarik dan merangkul leher Elkano, pemuda itu membawa kembarannya keluar, lantas berteriak keras. "MAMAAAA, KANO SAKITTT," teriaknya, membuat Elkano terkejut, mendorong Elvano untuk melepaskan rangkulannya.
"Nggak ada yang sakit," ujar Elkano, menggeleng.
"Lo itu nggak bisa bohong, Kan, coba nih, pegang sendiri kening lo, leher lo, panas banget. Lo ngapain aja sih akhir-akhir ini? Bilangin temen lo kalau mau ambis nggak usah ajak-ajak, gue tempeleng nih lama-lama," omel Elvano, sembari memegang tangan Elkano untuk menyentuh kulit leher serta keningnya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/231118160-288-k45440.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVANO
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA [SEQUEL "It Called Love" -- BISA DIBACA TERPISAH] *** Pada dasarnya, manusia tidak ada yang sempurna. Begitu pula dengan Elvano, orang yang selalu tertawa dan tak pernah menampakkan kesedihannya bukan berarti hidupnya baik-bai...