"Terkadang, ada sesuatu di hidup kita yang orang lain nggak perlu tau, entah itu hal sepele atau bukan, kalau menurut kita itu privasi ya privasi."
— Elvano Zaffre Dirgantara.***
25. Batasan
[]
Menulis keterangan kembali pada buku pinjaman yang tersedia di perpustakaan, Elvano melangkah mencari rak dimana tempat buku-buku ini tadi berada. Menata kembali bukunya di dalam rak, atensi Elvano teralihkan sejenak ketika melihat seorang gadis familier yang nampak kesusahan mengambil buku yang berada di rak atas.
Mendekat, Elvano mengulurkan tangannya, mengambil apa yang ingin gadis itu ambil, hingga tubuh kecil yang tadinya melompat-lompat itu tersentak kaget karena tiba-tiba terhimpit di antara rak dan tubuh pemuda di belakangnya, membuat ia dapat mencium jelas bau maskulin dari jarak sedekat ini.
Elvano mengulurkan buku yang ia ambil tadi, membuat sang gadis mendongak menatap siapa sang empu yang mengulurkan buku padanya. Beberapa detik kemudian, irisnya melebar terkejut saat menyadari pemuda itu adalah Elvano.
"Lo lagi ngehindarin gue ya?" tanya Elvano, sembari tersenyum kecil, membuat Kanaya— gadis itu menelan ludah, dan menggeleng cepat, mengambil buku yang diberikan oleh Elvano.
"E-enggak, gue lagi sibuk," alibinya, lantas tersenyum kikuk dan bergeser untuk segera pergi dari sini.
Namun ia kembali tersentak saat Elvano justru menghalangi jalannya, membuat gadis itu otomatis mundur beberapa langkah ketika Elvano mendekat dan membungkukkan badannya.
"Tuh 'kan, ngehindar?" ujar Elvano, lalu terkekeh pelan setelahnya.
Membuat wajah Kanaya memanas seketika, secara refleks ia menimpukkan buku yang ia pegang ke muka Elvano yang berada di depan pandangannya. Elvano terkejut, menatap Kanaya yang tampak salah tingkah karena tak sengaja memukulnya.
"R-refleks, maaf, nggak sengaja," sesal gadis itu setengah panik.
Alih-alih marah, Elvano hanya tertawa tanpa suara, kembali menegakkan tubuhnya dan mundur. "Temenin gue ya, di rooftop kayak biasa," ujarnya, sebelum melenggang pergi keluar dari perpustakaan, meninggalkan Kanaya yang membuang napas lega, memukulkan buku yang ia pegang ke kepalanya beberapa kali.
Mundur beberapa langkah, gadis itu menyandarkan kepala di rak buku, lantas mengusap dadanya beberapa kali. "Kenapa ya?" gumamnya, kembali membuang napas gusar.
***
Beberapa menit memejamkan mata, menikmati embusan angin sepoi-sepoi di atap yang menerpa epidermisnya, atensi pemuda itu beralih ketika mendengar suara derit pintu terbuka. Sebuah senyum tipis spontan mengembang di paras tampannya.
"Gue kira lo nggak mau ke sini lagi," sapanya, membuat sang empu yang membuka pintu tersenyum kikuk merasa tak enak hati.
Sedikit menunduk canggung, gadis itu mendekat, mendudukkan dirinya tak jauh dari Elvano. Lantas melirik sekilas sebuah tas kecil yang ia tebak berisi kotak bekal itu. "Lo ... udah selesai?" tanyanya.
Mengikuti arah pandang gadis itu, Elvano tersenyum kecil dan mengangguk. "Udah daritadi."
"Maaf gue baru ke sini, tadi disuruh bantuin Bu Sarah bentar buat pindahin buku-buku rusak di perpus," ujar Kanaya, membeberkan alasan logis selain karena ia memang sedang canggung atau ragu untuk bertemu dengan Elvano, lantaran pemuda itu pernah melihatnya bekerja sebagai kasir minimarket malam Minggu lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVANO
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA [SEQUEL "It Called Love" -- BISA DIBACA TERPISAH] *** Pada dasarnya, manusia tidak ada yang sempurna. Begitu pula dengan Elvano, orang yang selalu tertawa dan tak pernah menampakkan kesedihannya bukan berarti hidupnya baik-bai...