Fix sudah! Akhirnya memang Bhiru yang menggantikan Jenar. Dan tahu tidak? Ternyata pak Ranu lah yang memilihnya ketimbang memilih kandidat sekretaris rekomendasi dari HRD, Vita.
Melangkah gontai seperti anak harimau yang kelaparan, Bhiru kembali ke ruangannya dan Kumala sudah menyambutnya dengan cengiran yang membuat Bhiru menghela nafas penuh beban.
"Aku boleh ucapkan selamat?" Kumala sengaja menggoda Bhiru yang malah menyandarkan pipinya di dinding kubikel dengan raut wajah tertekan.
"Ketimbang ucapan selamat kamu harusnya memberi aku semangat," sahut Bhiru dengan nada dramatis.
"Menurutku jadi sekretaris pak Ranu sebenarnya juga nggak buruk, Bhi." Kumala mengusap bahu Bhiru dengan lembut.
"Oh ya?" Bhiru justru merasa sebaliknya. Sejak awal hubungannya dengan pak Ranu itu bagaikan ikan teri dan ikan paus. Sebagai ikan kecil di lautan lepas, Bhiru seolah merasa terancam setiap waktu jika berhadapan dengan dengan sosok besar ikan paus alias pak Ranu yang seolah selalu mengintimidasinya dan dapat menelannya setiap saat.
Kumala mana bisa merasakan seperti dirinya.
Hufft...
Sikap pak Ranu, cara bicaranya terlebih lagi caranya dalam menatap selalu membuat Bhiru merasa terintimidasi.
"Lihat?" Kumala melihat ke arah bos mereka yang tampak keluar dari ruangannya. Manik mata Bhiru mengikuti kemana lelaki bertubuh jangkung itu pergi. "Di luar divisi sana, beberapa staf cewek berharap bisa jadi sekretarisnya. Dan kamu malah nggak bangga sedikit pun, Bhi?"
Ingin rasanya Bhiru tertawa sekeras-kerasnya. Bangga apanya? Tertekan, iya!
"Mereka belum tahu saja rasanya ingin ngompol di celana pas berhadapan dengan pak Ranu yang mood-nya nggak mudah tertebak." Bhiru menggerutu. Ia memang pernah merasakannya dua tahun yang lalu. Ketika bosnya itu masih baru-barunya menjadi atasannya di divisi marketing. Bukan hanya ia saja yang merasakannya. Jono pun merasakan hal yang sama. Sering berhadapan dengan pak Ranu itu bikin meriang, kata Jono.
"Tapi kenapa ya menurut aku, pak Ranu belakangan ini bersikap lebih lunak ke kamu, Bhi?" cetus Kumala membuat mata Bhiru berusaha melotot selebar-lebarnya, tapi tidak bisa karena matanya sipit. "Bahkan dengan sengaja memilih kamu jadi sekretarisnya ketimbang Vita anak HRD yang kece badai itu. Jadi apa artinya coba? Padahal menurut kita semua, staf paling bandel bin songong ke bosnya kan cuma kamu seorang, Bhi."
Masa? Kenapa Bhiru baru mendengar soal ia yang bandel bin songong ke pak Ranu ya? Jadi selama ini teman-teman di divisi marketing menganggapnya begitu kah? Seketika Bhiru ingin berbangga hati tapi buru-buru ia tepis.
"Apa artinya?" Bhiru was-was menunggu pendapat dari Kumala.
"Dia menghargai kamu sebagai stafnya."
Cessss...Kata-kata Kumala bagaikan udara sejuk yang merasuk dalam dada Bhiru. Tapi kalau Langit tahu ia menggantikan Jenar menjadi sekretaris pak Ranu, tunangannya itu pasti bakal kesal. Bhiru tahu benar kalau Langit alergi dengan apa pun tentang pak Ranu.
"Duh, sungguh berat sekali ujian dari-Mu Ya Tuhaaan!" Bhiru tiba-tiba menjambak rambutnya sendiri hingga bandonya bergeser.
"Sudah jangan terus mengeluh. Kamu dicari pak Ranu tuh." Kumala menunjuk ke arah pak Ranu yang baru saja kembali ke ruangannya dan baru saja mengangkat tangannya hendak memanggil Bhiru.
Bhiru merapikan rambut dan bandonya sebelum melangkah dengan gontai menuju ruangan pak Ranu.
"Panggil saya, Pak?" Bhiru berdiri di depan pak Ranu yang lagi-lagi duduk bersedekap. Kenapa bosnya itu suka sekali melakukan gaya yang sama setiap kali bertemu dengannya? Merasa kesal, dongkol, dendam atau bagaimana sih? Bhiru menghela nafas samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH [ OUT ] LOGIC
Любовные романы"Ta-pi saya sedang sakit, Pak. Uhuk...uhukk..." Bhiru melengkapi sandiwaranya dengan berpura-pura batuk dan berharap pak Ranu akan iba lalu percaya bahwa ia benar-benar sedang sakit dan butuh pengertiannya. "Saya dengar dari Kumala kamu cuma kena fl...