"Astaga!" Bhiru terbangun dengan mata melotot horor seperti habis melihat saldo rekening yang mendadak amblas.
Memandang layar gawainya dengan kaget. Ia tak mengerti mengapa alarm di gawainya seolah tak terdengar olehnya, padahal jelas-jelas sudah ia atur sebelum tidur.
"Gawat ini gawat!" Membayangkan ekspresi murka pak Ranu, Bhiru melompat dari kasurnya dan berlari menuju kamar mandi seperti babi hutan, menabrak apa saja yang ia temui.
Sambil menggosok giginya pertama kali, Bhiru memikirkan apa yang harus ia lakukan lebih dahulu untuk menyelamatkan situasi genting ini meski tidak sepenuhnya berhasil. Lalu ia teringat akan Kumala. Cuma sahabatnya itu yang bisa membantunya. Bhiru kembali menuju ke kamarnya untuk mengambil gawai tanpa membersihkan sisa busa odol di mulutnya.
Ia menghubungi Kumala dengan cemas dan sangat berharap besar pada sahabatnya itu.
"Hallo, Bhi. Aku masih di MRT. Ada apa?" suara lembut Kumala menyahut dan Bhiru langsung lega begitu mendengarnya.
"Kum, tolong bantu aku! Please...please..." pinta Bhiru dengan nada panik.
"Aku harus bantu apa, Bhi? Kok kedengarannya ada yang gawat?"
"Kum, please pokoknya kamu harus bantu aku, kalo nggak pak Ranu bisa ngamuk!"
"Bantu apa?"
"Begini Kum..." Bhiru lalu menceritakan soal meeting yang harus ia persiapkan pagi ini tapi karena bangun kesiangan, Bhiru yakin ia tidak akan bisa memenuhinya tepat waktu. Jadi Bhiru meminta Kumala untuk membantunya tepat waktu mempersiapkan keperluan meeting yang diminta pak Ranu, sementara Bhiru yang akan memesan kopi untuk meeting.
Untuk selanjutnya, Bhiru tinggal mempersiapkan mental saja, karena pak Ranu pasti akan mempertanyakan mengapa ia sampai berani mengabaikan perintahnya dan malah meminta bantuan Kumala.
"Ok, Bhi. Tenang aja, aku akan handle. Kamu jangan panik ya?" Jawaban Kumala bagaikan air sejuk yang mengguyur kepalanya yang sebelumnya sempat panas karena panik.
"Thanks God! Makasih banyak, Kum. Cuma kamu yang bisa aku andalkan."
"Tapi kamu lebih baik hubungi pak Ranu juga deh. Kasih tahu alasan kamu terlambat ke kantor." Saran Kumala memang benar tapi membuat hati Bhiru diam-diam ketar-ketir. "Aku yakin beliau bisa mengerti. Ok? Aku mau turun dari MRT, Bhi. Sampai ketemu di kantor." Kumala menambahkan sebelum mengakhiri panggilan Bhiru.
Bhiru lalu meletakan gawainya di atas rak gantung kamar mandinya, hendak melanjutkan sikat giginya.
Tapi ketika ia hendak berkumur, keran air yang ia putar mendadak tidak meneteskan air barang setetes pun!
"Dobel sial ini namanya! Mengapa air ledeng mendadak macet seolah-olah untuk menyempurnakan kesialanku?!" Bhiru merasa semakin merana.
Bhiru lalu mengecek grub Whatsapp para penghuni apartemennya dan menemukan pesan yang dikirimkan semalam. Pesan itu mengabarkan bahwa besok pagi dimulai pukul enam pagi hingga pukul empat sore suplai air ledeng di apartemen akan mengalami gangguan sementara dikarenakan akan ada perbaikan.
"Ya Tuhaan, cobaan apa lagi ini?" Bhiru memandang nanar ke arah ember penampung air di kamar mandinya yang ternyata kosong karena lupa ia isi semalam.
Tanpa mengusap busa odol di sekeliling mulutnya, Bhiru bergegas menuju dispenser galonnya di dapur. Ia putuskan akan mandi dengan air galon saja. Kebetulan ia mempunyai dua galon air mineral. Satu galon tinggal setengah airnya dan galon yang satunya lagi masih utuh tersegel.
Setelah susah payah menggotong dua galon air mineral yang jelas-jelas berat untuk mengisi ember penampung airnya, Bhiru akhirnya bisa mandi juga. Meski cuma mandi ala koboi dengan air seadanya, yang penting tetap mandi namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH [ OUT ] LOGIC
Romance"Ta-pi saya sedang sakit, Pak. Uhuk...uhukk..." Bhiru melengkapi sandiwaranya dengan berpura-pura batuk dan berharap pak Ranu akan iba lalu percaya bahwa ia benar-benar sedang sakit dan butuh pengertiannya. "Saya dengar dari Kumala kamu cuma kena fl...