Dua hari kemudian.
"Bodo amat! Bodo amat!"
Entah sudah berapa kali Bhiru berulang kali menggelengkan kepalanya setiap kali bayangan pak Ranu bersama wanita itu melintas di dalam benaknya.
"Semua laki-laki memang sama! Buaya buntung! Kudanil genit!" Sambil menendang kaleng sofdrink hingga melambung tinggi dan mengenai punggung seorang lelaki yang berada cukup jauh di depannya.
Tidak ingin bertanggung jawab, Bhiru langsung balik badan dan ingin buru-buru kabur menghindar.
Namun terdengar suara lelaki yang membuat langkahnya terhenti.
"Bhiru!" Pemilik suara itu adalah Langit yang langsung menghampiri Bhiru dengan kaleng di tangannya. Kaleng yang Bhiru tendang ternyata mengenai punggung Langit. Sungguh kebetulan sekali.
Langit?
Bhiru yang terperangah kaget sampai berulangkali menggosok kedua matanya. Siapa tahu ia sedang berhalusinasi.
Setelah membohongi mbak Mira lagi dengan alasan akan pulang dengan teman-temannya, Bhiru malah memilih pulang dengan kendaraan umum dilanjut berjalan kaki menyusuri trotoar menuju tempat tinggalnya sambil melamun. Tapi tak disangka-sangka malah bertemu Langit.
"Haduuu...Pahit...pahit..." Bhiru bergumam lirih sambil menatap sosok yang mendekat itu dengan sorot mata jengah.
"Kamu masih dendam denganku, ya?" Langit tersenyum sambil menyodorkan kaleng bekas softdrink yang tadi ditendang Bhiru dan mengenai punggungnya dengan cukup keras. Saat balik badan untuk melihat pelakunya, ia malah melihat sosok yang ia kenali yaitu Bhiru yang hendak kabur menghindar.
"Enggak juga..." Bhiru memandang wajah Langit yang tampak lebih tirus dari sebelumnya. Tapi Bhiru sudah tak memiliki kepedulian yang sama seperti ketika mereka masih bersama. Mereka baru putus beberapa bulan, tapi anehnya perasaannya pada lelaki itu seolah tak lagi sama. Hatinya tak lagi bergetar apalagi rindu.
""Kirain nggak bakal kena orang. Eh ternyata malah kamu yang kena. Syukur deh," lanjut Bhiru dengan nada datar.
Langit sontak terkekeh geli mendengar kata-kata Bhiru. Ia sebenarnya merasa gemas dan ingin memeluk gadis itu lalu mengacak-acak rambutnya yang lembut seperti kebiasaannya dahulu. Tapi kini status mereka berdua telah berbeda. Sebentar lagi ia akan menikahi kekasih barunya dan sebelum hal itu terjadi ia ingin menemui Bhiru untuk meminta maaf sekali lagi. Agar penyesalan yang selama ini menghantui hari-harinya akan berkurang setelah menemui Bhiru.
"Keberatan, nggak? Kalau kita berdua ngobrol sebentar." Langit tiba-tiba duduk di bangku trotoar lalu menepuk tempat kosong di samping kanannya.
Bhiru tertegun menatap area kosong di samping Langit.
"Sebentar aja, aku sadar diri kok." Langit meminta kembali sambil tersenyum dengan sorot mata sendu.
Sambil menghela nafas panjang, Bhiru menjawab, "Ok."
Tetapi Bhiru memilih duduk menjauh di ujung bangku dan meletakkan tasnya di tengah-tengah mereka sebagai pembatas.
"Kabar kamu sekarang bagaimana, Bhi?" Langit membuka percakapan sambil menatap Bhiru yang memilih menatap jalanan di depan mereka ketimbang menatap dirinya.
"So far so good." Bhiru menjawab sambil menghela nafas samar. Bayangan pak Ranu dan wanita itu kembali melintas di benaknya. Jujur, ia sedang dalam kondisi hati sedang tidak baik-baik saja.
"Bhi, bulan depan aku mau menikah," ungkap Langit tiba-tiba dan kali ini membuat Bhiru terpana.
Secepat itu Langit memutuskan menikah dengan pacar barunya?
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH [ OUT ] LOGIC
Romance"Ta-pi saya sedang sakit, Pak. Uhuk...uhukk..." Bhiru melengkapi sandiwaranya dengan berpura-pura batuk dan berharap pak Ranu akan iba lalu percaya bahwa ia benar-benar sedang sakit dan butuh pengertiannya. "Saya dengar dari Kumala kamu cuma kena fl...