Sebuah Negosiasi

7.7K 802 5
                                    

"Nanti malam jangan lupa. Jadwal les Archa dimulai malam ini," ujar pak Ranu mengingatkan Bhiru yang tampak melamun di kubikelnya saat lelaki itu berjalan melewati kubikelnya.

Tapi Bhiru tidak menyahut. Kepalanya sedang dipenuhi dengan berbagai macam cara yang hendak ia pakai sebagai alasan mundur menjadi guru les Archa.

Bagaimana ini? Apakah ia harus mengatakan batal karena tunangannya tidak menyukai kerja sampingannya menjadi guru les? Itu akan membuat nama Langit jadi jelek meski kenyataannya memang begitu.

Aduuuuh...harus pake alasan apa ini? Harus logis. Pak Ranu nggak suka dengar alasan yang nggak logis. Aduuuh...Tuhaaaan! Tolong hambamu ini! Bhiru menggaruk kepalanya yang sedang pening memikirkan sebuah alasan.

"Bhiru Alodya Teng!" suara Ranu yang menyebut nama lengkap Bhiru terdengar tak sabaran kembali terdengar dan berhasil menarik gadis itu untuk menatapnya dengan tatapan bingung.

Bingung kenapa pak Ranu mengingat benar nama lengkapnya, karena tidak semua orang di kantor yang mengingat benar nama lengkapnya. Paling-paling Jenar dan Kumala yang selalu ingat nama lengkap Bhiru.

"Ya pak?!"

Menatap Bhiru yang tampak kebingungan, membuat Ranu yang awalnya kesal karena diabaikan mendadak melunak menatap wajah baby face semi oriental Bhiru yang dibingkai dengan rambut bob sebahu dan poninya yang khas.

"Kamu nggak dengerin saya ngomong apa dari tadi?" pak Ranu mengetuk pelan dahi Bhiru dengan telunjuknya.

"Soal apa pak?" Bhiru balik bertanya sambil mengusap dahinya yang sebenarnya tidak sakit. "Surel ke Bangkok? Sudah saya kirim paaak. Mereka sudah bilang oke kok."

Alih-alih menjawab, pak Ranu malah mendengus kesal sambil melangkah meninggalkan Bhiru yang kebingungan.

Melihat pak Ranu meninggalkannya, Bhiru mendadak teringat akan misinya.

Gawaaaat! Nanti malam kan sudah dimulai jadwal lesnya. Aku harus bilang sekarang juga!

Bhiru bergegas mengejar pak Ranu. Bahkan Bhiru mengejarnya hingga ke dalam ruangan akuariumnya.

Akhirnya setelah mengumpulkan segenap keberanian, Bhiru berhasil mengungkapkan keinginannya pada bosnya. Meski sesudahnya membuat kedua lutut Bhiru gemetar, keringat dingin mulai mengucur di tengkuknya dan perutnya sedikit mulas karena ditatap begitu tajam oleh pak Ranu setelah mendengar alasannya. Mengundurkan diri menjadi guru les karena jadwal les yang terlalu malam dan Bhiru khawatir dengan keselamatannya di jalan saat pulang. Menurut Bhiru itu adalah alasan terlogis yang bisa ia pakai.

"Kalo cuma karena itu alasannya, saya bisa suruh supir antar jemput kamu," ujar pak Ranu setelah cukup lama menatap Bhiru yang tampak cemas menatapnya dan berkali-kali tampak mengusap tengkuknya.

"Aduuuh, jangan pak. Merepotkan banget itu namanya. Saya mundur saja ya pak? Yaaa? Nanti saya carikan pengganti saya deh. Boleh ya pak?" Bhiru berusaha meyakinkan menatap lekat-lekat wajah dingin pak Ranu yang tampak kesal karenanya.

"Nggak bisa," jawab pak Ranu membuat Bhiru frustasi. "Yang menentukan kamu bisa mundur atau nggak, bukan saya," katanya sambil melipat kedua tangannya di dada dengan sorot mata yang seolah mengunci Bhiru dengan tatapannya.

"Lantas siapa pak?"

"Archa. Kamu bilang sendiri langsung ke dia. Bukan pada saya."

Bhiru terpana mendengar ucapan pak Ranu. Itu berarti ia masih harus ke rumah pak Ranu lagi? Langit sudah pasti tidak senang karena Bhiru merasa Langit sepertinya cemburu pada pak Ranu. Tapi ia harus ke sana untuk menyelesaikannya.

"Baiklah pak. Saya nanti bilang langsung ke Archa. Sebelumnya terima kasih ya pak," ujar Bhiru sambil memutar tumitnya hendak menuju pintu.

"Kenapa kamu nggak jujur soal alasan sebenarnya?" kata-kata pak Ranu tiba-tiba membuat Bhiru urung memutar kenop pintu.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang