HACHIIII !!!

8.2K 880 26
                                    

"Kalau masih belum fit benar kenapa nekat berangkat kantor?" Kumala bertanya saat ia dan Bhiru sama-sama baru sampai kantor dan sedang menunggu di depan pintu lift kantor bersama beberapa orang pegawai lainnya.

"Aku sudah nggak apa-apa, Kum. Aku cuma sedikit pilek bukan sakit keras." Bhiru menggosok lubang hidungnya yang sedikit berair dengan telunjuknya. Kumala yang melihatnya jadi geli dan menyorongkan segepok tisu kemasan mini yang ia simpan di kantong depan tasnya.

"Thank's, Kum." Bhiru mengusap hidungnya dengan tisu hingga bersih dan mengantongi tisunya di saku outer rajut hitamnya.

"Ngomong-omong, apa rencana kamu selanjutnya kalau nanti kamu ketemu Jenar?" tanya Kumala lagi, penasaran. Siapa tahu Bhiru butuh tenaganya atau sekedar menjadi suporter. Sejak Jenar menyakiti Bhiru, Kumala juga tak sudi lagi menganggap Jenar sebagai sahabatnya.

Alih-alih menjawab, Bhiru malah menggeleng sambil termenung menatap pintu lift yang tak kunjung terbuka. Setelah tiga hari cuti untuk menutup diri, Bhiru yang suasana hatinya masih mendung kelabu disertai gerimis seperti cuaca hari ini terpaksa harus menguatkan jiwa dan raganya demi segepok rupiah!

Karena move on juga butuh modal!

Dan ia belum punya rencana apa pun untuk membalas Jenar. Meski perempuan itu selama tiga hari ini pun seolah sengaja diam tanpa ada itikad baik sedikit pun hanya untuk menemuinya untuk meminta maaf. Bhiru tidak terlalu ambil pusing dengan tingkah Jenar yang sengaja tidak berusaha menghubunginya. Hubungan persahabatan mereka sudah tamat. Tidak perlu ada lagi jilid kedua dan seterusnya sekali pun ia bisa memaafkannya.

Tetapi kalau mereka bertemu nanti, entah sengaja atau tidak sengaja, Bhiru mungkin saja akan spontan menjambak rambutnya atau mengumpatnya dengan lengkingan delapan oktaf.

"SUNDAAAL!!! JALAAAANG!!! BENALUUU!!!" 

Dan umpatan itu hanya menggema nyaring di dalam kepalanya.

Bhiru menghela nafas sambil terus menatap pintu lift yang akhirnya terbuka dan kosong.

Bhiru dan Kumala bersama beberapa orang lain segera masuk ke dalam lift, menekan tombol dan pintu lift pun mulai menutup.

Tiba-tiba sebuah tangan besar nyelonong dari luar menahan pintu lift yang sedikit lagi hampir menutup. Membuat Bhiru serta Kumala kompak tersentak kaget melihat siapa yang nekat menjegal pintu lift.

Ternyata pemilik tangan itu adalah pak Ranu yang sosoknya menjulang tinggi dan kaku seperti pohon kelapa. Memandang mereka berdua dengan datar sebelum ikut bergabung masuk.

"Pagi, Pak!" Kumala menyapa dengan cepat sambil sikunya menyikut lengan Bhiru yang sempat-sempatnya bengong ketika pak Ranu masuk. Bosnya itu seperti biasa tampak mempesona dan berkarisma, hingga membuat orang-orang di dekatnya termasuk Bhiru serentak bagai menjadi kumpulan sosis beku.

Pak Ranu hanya mengangguk sekilas membalas sapaan Kumala, memandang Bhiru sekilas lalu memilih berdiri satu jengkal memunggungi Bhiru. Membuat Bhiru sempat menahan nafas karena pak Ranu bagaikan dinding yang menjulang kokoh di depannya.

Andai saja dinding itu bisa dijadikan sandaran...Pikiran itu bahkan sempat-sempatnya melintas di benak Bhiru.

Bhiru terus menatap punggung itu, karena tidak ada yang lain yang bisa ia lihat. Heran, mengapa pak Ranu memilih berdiri di depannya ketimbang di depan Kumala.

Bosnya itu berdiri tanpa sepatah kata pun tetapi aroma parfumnya yang bernuansa citrus bergamot nan segar namun lembut dan tidak terlalu menyengat itu demi Tuhan begitu menggoda penciuman Bhiru.

Ini adalah aroma parfum ternyaman yang belum pernah Bhiru cium sebelumnya. Apakah pak Ranu berganti parfum? Karena aroma ini bukanlah aroma parfum yang biasanya dipakai.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang