Pengakuan Dosa

8.7K 1K 48
                                    

Pak Ranu pasti kesurupan! Atau karena salah minum obat? Ah bukan-bukan! Jangan-jangan sifat asli pak Ranu memang seperti itu. Sebenarnya GENIT! Nggak jauh beda dengan Langit! Padahal sudah punya tunangan yang cantiknya overload dan bulan depan mereka mau nikah! Oh please, Bhi...jangan overthinking deh. Masa iya kepala cuma dielus begitu saja, isi otakmu langsung berantakan kemana-mana?!

Bhiru kembali menghela nafas panjang, entah sudah yang keberapa kalinya ia berlebihan berpikir sejak ia memutuskan kabur keluar dari ruangan pak Ranu. Kini ia sudah berada di jalan menuju apartemennya berada.

Sadar, Bhi kamu jangan buru-buru GR deh. Tadi itu hanya reaksi spontan dari laki-laki kalau lihat perempuan lemah, imut dan gemesin kayak kamu yang tiba-tiba tantrum di depannya. Nggak lucu juga ada perempuan nangis malah ditabok biar diem. Mana mungkin, Bhiru! Ya kan? Pak Ranu memang suka bengis tapi sebenarnya dia itu gentle ke setiap stafnya. Ok, sepertinya itu jawaban ter-logis dari overthinking-mu, Bhiru. Kamu harus tenang, pulang, mandi lalu tidur cepat. Besok semua akan kembali seperti sedia kala. Percayalah, semua akan baik-baik saja. Bhiru, Kangae suginaide! (Bhiru, tolong jangan terlalu dipikirin!)

Bhiru berkali-kali meyakinkan dirinya agar tidak terpengaruh dengan suasana absurd antara dirinya dengan pak Ranu satu jam yang lalu di kantor.

Duh, tapi kenapa bau keteknya masih aja tercium sampek sekarang?!

Bhiru menggosok-gosok ujung hidungnya hingga merah untuk menghilangkan aroma pak Ranu yang mungkin saja masih tertinggal di sana dan lumayan berhasil.

Sambil menggosok hidungnya, Bhiru melangkah menuju apartemennya yang tinggal dua ratus meter lagi di depannya. Namun langkah Bhiru terpaksa harus terhenti ketika ia memandang sosok yang sepertinya tengah menunggunya di depan sana.

"Bhi..." sosok itu memanggil namanya dengan nada ragu.

Bhiru menggeleng kesal. Kenapa ia harus bertemu dengan sosok yang tidak ingin ia temui lagi selain Langit? Alih-alih meneruskan langkah ke depan, Bhiru malah beralih potong jalan menerabas rumput taman yang seharusnya tidak boleh diinjak-injak. Hanya untuk menghindari Jenar.

"Bhi, tungguuuu!" sosok itu berlari mengejar Bhiru yang berjalan sangat cepat menghindarinya. "Aku pengen bicara sama kamu!"

"Pergi, Jenar! Aku nggak mau ngomong sama kamu!" Bhiru menjawab sambil terus berjalan cepat menghindari Jenar yang gigih mengekor di belakangnya.

"Aku ingin minta maaf, Bhi!" seru Jenar. "Aku sungguh menyesal, Bhi!" suara Jenar terdengar terengah-engah dan putus asa di belakangnya.

Kasihan nanti Jenar mati karena kehabisan nafas karena mengejarnya, Bhiru akhirnya memutuskan berhenti melangkah kemudian diikuti oleh Jenar yang tak berani mendekat dan memilih berada dua meter di belakang Bhiru.

"Aku nggak butuh maafmu apalagi penyesalanmu, Nar. Semua sudah selesai. Aku nggak akan mempermasalahkannya lagi. Pergi!"

"Ok, aku akan pergi Bhi! Tapi aku mohon paling tidak dengarkan dulu ceritaku dulu." Jenar memohon dengan sangat.

Bhiru tertawa sinis berbalur getir menatap wajah merana Jenar. Di matanya, perempuan yang biasanya pemberani, blak-blakan dan penuh percaya diri itu kini bagai seekor tikus basah yang kedinginan.

"Mau cerita apa lagi? Cerita tentang pencapaianmu yang telah berhasil merusak cita-citaku, hah?! Mimpi indahku selama beberapa tahun ini..." Bhiru menatap Jenar dengan amarahnya.

"Bukan itu, Bhi. Aku hanya ingin cerita yang sebenarnya. Aku tahu mungkin ceritaku akan membuat kamu tersakiti lagi, tapi paling tidak aku ingin kamu mendengar ceritaku ini, Bhi. Cerita tentang kesalahan terbesarku dan sebuah fakta yang selama ini Langit tutupi dari kamu..."

LOVE WITH [ OUT ] LOGICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang