Satu bulan kemudian. Di suatu pagi yang tenang dengan sinar mentari yang bersinar hangat, Kumala tiba-tiba menghampiri Bhiru di kubikelnya sambil menyodorkan sepucuk undangan berwarna lilac beraroma mawar tepat di bawah hidung gadis itu.
"Apa ini? Undangan sunatan siapa?" Canda Bhiru membolak-balik undangan dari Kumala, sebelum membuka dan membacanya. Sementara Kumala bersandar sambil melipat kedua tangannya, tersenyum menunggu reaksi Bhiru selanjutnya.
Dan beberapa saat kemudian, bola mata Bhiru langsung melebar begitu membaca nama siapa yang tertera di dalamnya.
"Kamu beneran mau menikah?!"
Kumala menganguk, tersenyum lebar. Puas menatap ekspresi Bhiru yang tampak terpukul dengan kabar bahagianya.
"Astaga! Ya Tuhanku! Demi apa, Kum? Tega banget kamu bikin kejutan yang nyaris bikin aku jantungan!" Bhiru sedikit emosi mengatakannya karena Kumala selalu saja membuat kejutan. Tidak pakai aba-aba dahulu apalagi memberi petunjuk seperti prediksi cuaca dari BMKG, tahu-tahu pasangan yang selama ini menjalankan hubungan asmaranya secara bergerilya itu telah merencanakan pernikahan di belakangnya. Jujur Bhiru agak sedikit emosi plus sentimental jadinya.
"Pssssssttt...Sorry kalo bikin kamu jadi emosi, Bhi."
"Oh jelas, aku emosi banget." Bhiru melayangkan tatapan kesal pada Kumala yang malah membalasnya dengan terkekeh geli menanggapi reaksinya tampak menggemaskan.
"Beneran sama Pak Sabda?"
"Sama siapa lagi? Udah baca kan tadi?"
"Dasar kamu ini ya..." Bhiru lalu memeluk Kumala dengan erat dan penuh haru. "Kenapa kamu suka banget bikin kejutan? Kapan lamarannya, eh tahu-tahu kasih tahu mau nikah minggu depan." Bhiru memeluknya dengan sangat lama dan erat seolah-olah ingin menyerap energi kebahagiaan yang sedang dialami oleh Kumala.
"Kalian berdua kenapa pagi-pagi pelukan kayak biawak?" Jono yang baru saja datang ikut heran. "Aku juga mau ikutan doooong!" Jono bergegas menghampiri sambil membuka kedua tangannya namun dengan cepat tangan Kumala sudah mendorong wajah pria itu agar menjauh.
"Kumala mau menikah, Joooon..." Bhiru dengan antusias memberi tahu sambil melepaskan pelukannya dari Kumala.
Tetapi di luar ekspetasi Bhiru yang mengira Jono bakal berseru kegirangan, Jono malah menyambut kabar bahagia itu dengan wajah lebih shock dari Bhiru sebelumnya. "Benarkah?"
"Iya, Jon. Kamu harus datang ya." Kumala menyodorkan undangan lain untuk Jono yang sejak tadi ia pegang bersama beberapa undangan yang hendak ia bagikan khusus di ruangan. Sedangkan undangan untuk divisi lain sudah di-handle oleh calon suaminya. Kumala yakin setelah hari ini, seluruh divisi akan segera gempar dengan adanya undangan pernikahannya dengan pak Sabda. Ia bahkan telah mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi para haters barunya yang bakal patah hati berjama'ah karena ia telah merebut idola mereka.
"Kok tiba-tiba begini, Kum?" Jono masih menatap undangan bagiannya. "Dadakan kaya tahu bulat digoreng anget-ang...Apa jangan-jangan kamu udah..." Jono beralih menatap curiga ke perut Kumala.
"Jangan nuduh yang nggak-nggak woiii!" Bhiru membalas tatapan curiga Jono untuk Kumala.
"Sorry...Aku khilaf." Jono lalu beralih menatap Kumala masih dengan tatapan tak percaya. "Terus beneran kamu nikahnya sama pak Sabda?"
Kumala mengangguk, tersenyum geli menatap ekspresi Jono yang masih belum bisa mempercayai kenyataan yang ada di depannya.
"Sejak kapan kalian pacaran? Kenapa aku jadi orang terakhir yang tahu?" tutur Jono pilu. "Kamu juga sudah tahu, Bhi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH [ OUT ] LOGIC
Romance"Ta-pi saya sedang sakit, Pak. Uhuk...uhukk..." Bhiru melengkapi sandiwaranya dengan berpura-pura batuk dan berharap pak Ranu akan iba lalu percaya bahwa ia benar-benar sedang sakit dan butuh pengertiannya. "Saya dengar dari Kumala kamu cuma kena fl...