Membiarkan Pandu mengoceh tentang banyak hal di telinganya, Bhiru malah memandang sosok pak Ranu yang entah sejak kapan sudah berada di sana, di balkon kamarnya yang bersebelahan dengan balkon kamar Bhiru. Kebetulan balkon mereka hanya dipisahkan oleh dinding setinggi ketiak Bhiru memungkinkan keduanya bisa dengan mudah saling melihat satu sama lain apalagi untuk berinteraksi.
Ia bisa melihat bosnya itu tampak sedang bersandar santai di balkon sambil sesekali menyesap minuman di cangkirnya secara perlahan seolah-olah sedang menikmati pemandangan di sekitar hotel.
Tak bisa lagi fokus mendengarkan obrolan Pandu, Bhiru ingin segera menyudahinya dan itu pun dengan sedikit memaksa karena Pandu terdengar enggan menutup obrolan mereka.
"Mmm...Pandu, maaf obrolannya disambung besok lagi aja bisa? Aku sudah mengantuk, hoooooaaammm..." Bhiru berpura-pura menguap dengan suara keras namun netranya terus mengawasi pak Ranu yang masih berada di balkon.
"Tumben jam segini sudah ngantuk, Bhi?"
"Iya, karena capek saja."
"Ya sudah, kamu istirahat ya. See you..."
"See you..." Bhiru menutup gawainya lalu menatap pak Ranu yang masih tersenyum namun tidak dengan menatapnya melainkan menatap pemandangan di depannya.
"Bapak nguping ya?" tuduh Bhiru tanpa sungkan-sungkan lagi. Bhiru yakin, bosnya itu pasti telah mendengar percakapannya dengan Pandu.
"Siapa yang nguping? Saya punya telinga, mau tidak mau pasti mendengar." Ranu membela diri sembari menyesap minumannya lagi.
Dari balkonnya, Bhiru dapat mencium aroma kopi yang sedang diminum oleh bosnya itu.
"Kenapa kamu belum tidur juga?" Ranu bertanya tanpa mengubah posisi tubuhnya.
Jujur Ranu memang menguping, tapi itu pun tidak sengaja ia lakukan. Sebelum Bhiru berada di balkon, ia sudah lebih dahulu berada di balkon untuk menikmati pemandangan di sekitar hotel. Dan sebenarnya ia merasa cemburu mendengar obrolan Bhiru dan Pandu.
"Belum ngantuk." Bhiru menjawab singkat tapi membuat bosnya tampak geli karena ternyata Bhiru tadi sengaja berbohong pada Pandu.
"Ngapain tadi nggak jujur sama dia kalo kamu lagi di Singapore?"
"Karena saya punya alasan sendiri." Bhiru menjawab dengan enteng. Lagipula ia tidak punya kewajiban melaporkan segalanya pada Pandu. Mereka hanya teman.
Tetapi bosnya itu malah tersenyum geli mendengar alasannya.
"Anyway...saya juga belum mengantuk," ucap Ranu setelah menghela nafas panjang. "Mau temani saya keluar jalan-jalan?" pintanya tiba-tiba tanpa nada memerintah seperti biasanya dan itu membuat Bhiru sempat tercengang.
Malam-malam begini, pak Ranu mengajaknya jalan-jalan?
"Archa bagaimana?" Bhiru melemparkan pandangan ke arah kamar di mana Archa telah tidur pulas.
"Archa aman di sini. Nggak perlu bangunkan dia. Kalau kamu mau, aku tunggu di depan kamar lima menit lagi."
"Sepuluh menit, pak." Bhiru menawar.
"Ok." Ranu kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil jaket.
Setelah mengganti piyamanya dengan hoodie dan celana jeans yang ia pakai sebelumnya, Bhiru keluar dari kamarnya dan melihat pak Ranu sudah berdiri menunggu di depan kamarnya. Lelaki itu telah mengenakan jaket bisbol hitamnya untuk melapisi t'shirt abu-abunya.
"Kita mau kemana, Pak?" Bhiru bertanya sambil menyamakan langkahnya dengan langkah kaki panjang bosnya.
"Jalan-jalan di sekitar sini saja," jawab Ranu santai sambil menuju ke arah pantai yang memang lumayan tidak terlalu jauh dari hotel tempat mereka menginap.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH [ OUT ] LOGIC
Romance"Ta-pi saya sedang sakit, Pak. Uhuk...uhukk..." Bhiru melengkapi sandiwaranya dengan berpura-pura batuk dan berharap pak Ranu akan iba lalu percaya bahwa ia benar-benar sedang sakit dan butuh pengertiannya. "Saya dengar dari Kumala kamu cuma kena fl...