"Eh mereka berdua udah mau pergi tuh!" Jono yang matanya tak pernah lepas dari sosok pak Ranu dan wanita itu sontak heboh. Bhiru yang sedang membaca buku menu mau tidak mau beralih mengamati pak Ranu, meski hanya bisa diam mengamati.
Dan Bhiru tidak bisa tinggal diam saat Jono tiba-tiba mengarahkan lensa kamera gawainya ke arah pak Ranu dan perempuan itu. Bhiru langsung menghalangi lensa kamera gawai Jono dengan telapak tangannya.
"Kamu mau apa?"
"Buat evidence dong, Bhi. Tolong minggir dong tangan kamu, Bhi." Jono hendak menepis tangan Bhiru. Tapi Kumala ikut turun tangan membantu Bhiru.
"Aku banting hp kamu yang belum lunas cicilannya, kalo kamu lakukan itu, Jono." Kumala memperingatkan dengan nada tajam.
Ditambah dengan Jenar yang juga ikut buka suara, "Apa yang kamu lakukan tadi namanya melanggar privasi orang lain. Nggak boleh." Meski ia juga merasa kesal dengan keberadaan pak Ranu bersama perempuan lain yang jelas-jelas membuat Bhiru murung. Tapi ia juga tidak bisa menerima tindakan Jono yang minus kesopanan terhadap pak Ranu.
"Ya elaaah! Cuma motret doang. Masa nggak boleh? Lumayan kan bisa buat bahan ghibahan baru di kantor." Jono tetap bersikeras.
"Ghibahan gundulmu!" Kumala kini tidak segan lagi merebut gawai Jono dan membuat lelaki itu berusaha merebutnya kembali. Namun karena Kumala bersikeras tidak mau mengembalikannya, terjadilah keributan kecil yang membuat keberadaan mereka berempat tertangkap oleh mata tajam pak Ranu.
Lelaki itu sempat terkejut ketika tengah berjalan menuju pintu keluar restoran dan membuat Bhiru sontak membuang wajahnya ke arah lain. Sementara Jenar dan Kumala kompak menganggukkan kepalanya untuk menyapa pak Ranu meski pun lelaki itu justru mengabaikan mereka.
"Lihat? Bos yang tadi kalian belain malah menganggap kita invisible di matanya," komentar Jono sinis sambil merebut gawainya lalu memandang satu-persatu wajah ketiga temannya yang tampak kesal. "Apa nggak sadis tuh?"
"Sadis apanya?" Jenar menyahut sambil menopang pipinya namun sudut matanya mengamati Bhiru yang kali ini beralih menyibukkan diri dengan memainkan gawainya ketimbang mendengarkan kicauan Jono.
"Sadis lah. Jelas-jelas tadi dia lihat keberadaan kita berempat, tapi seolah-olah kita berempat ini mahkluk tak kasat mata. Padahal aku tadi sempetin nyengir lebar sambil mengangguk dikit lho? Eh malah dikacangin. Minimal kalo takut nyamperin lalu bayarin makanan kita, say hi jarak jauh kek, ngangguk kek balas cengiran kek!"
"Udah...udah...jangan dibahas lagi. Kita di sini untuk merayakan keberhasilan Jenar. Tolong jangan merusak acara Jenar dengan sibuk mengurusi hidup orang lain." Bhiru menimpali dengan nada tegas. Pernyataan Jono membuat suasana hatinya yang buruk semakin jadi tidak karuan.
"Bhiru benar," ujar Jenar sambil memandang ke arah pelayan yang datang membawa makanan pesanan mereka. "Makanan udah datang."
"O iya Nar, ngomong-omong terima kasih ya atas traktirannya dan selamat untuk keberhasilan kamu meraih beasiswa itu," ucap Jono akhirnya sadar dan kembali mengingat tujuan awal mereka.
"Aku juga mau ngucapin selamat. Semoga kamu juga betah di sana." Kumala ikut bersuara sambil menatap Jenar. Meski Kumala mengucapkannya dengan nada datar, Jenar tetap merasa senang.
"Hanya dua tahun study-nya. Doain aku betah ya tanpa adanya kalian." Jenar tersenyum lebar. Meski acara traktirannya sedikit terusik oleh kelakuan Jono, selebihnya ia merasa senang karena akhirnya ia bisa makan bersama lagi dengan Bhiru dan Kumala serta Jono.
Sementara itu, Bhiru yang sedang menikmati makanannya dengan lesu karena terus memikirkan pak Ranu, mendengar gawainya yang berbunyi karena chat masuk dan itu dari pak Ranu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH [ OUT ] LOGIC
Romance"Ta-pi saya sedang sakit, Pak. Uhuk...uhukk..." Bhiru melengkapi sandiwaranya dengan berpura-pura batuk dan berharap pak Ranu akan iba lalu percaya bahwa ia benar-benar sedang sakit dan butuh pengertiannya. "Saya dengar dari Kumala kamu cuma kena fl...