Keesokan paginya.
Membaca neon box kafe yang kini ada di depannya, Bhiru yakin ia tidak salah.
KAFE MIA
Netra Bhiru lalu beralih ke dalam kafe yang pagi itu sangat lengang. Jauh dari kata ramai tidak seperti gerai-gerai kopi terkenal yang Bhiru pernah datangi sebelumnya.
Yang pernah Bhiru ketahui dari Jenar, selama berbulan-bulan pak Ranu tidak pernah mengganti selera kopinya. Selalu kopi itu dan kafe yang sama, Kafe Mia. Bhiru jadi penasaran, apa yang membuat pak Ranu sepertinya cinta mati dengan kafe ini?
Bhiru mendorong pintu Kafe dengan perlahan dan terdengar suara seorang wanita yang menyambut kedatangannya.
"Selamat datang di Kafe Mia!"
Bhiru celingukan memandang ke sekeliling kafe lalu sorot matanya berakhir pada sosok perempuan cantik yang menunggunya dari balik meja pemesanan.
"Mau pesan apa kak?" perempuan berbaju merah itu menyapanya dengan senyumnya yang terlalu manis, menurut Bhiru. Baru kali ini ia terpesona dengan senyuman seorang perempuan.
"Mmm...saya mau pesan kopi...kopi yang..." Bhiru memeras ingatannya. Kenapa ia bisa lupa namanya? Pasti gara-gara sihir senyuman perempuan itu.
"Café de Olla*?" sebut perempuan itu membuat Bhiru tersentak dan langsung berbinar-binar memandang perempuan itu.
"Bagaimana bisa tahu kalau saya mau pesan itu?"
"Tolong kemarikan tumbler-nya." Perempuan itu meminta Bhiru menyerahkan tumbler pak Ranu yang sejak tadi ia genggam. "Bagaimana saya bisa tahu? Tentu saja tahu. Bos kalian selalu memesan kopi yang sama selama ini dan selalu menggunakan tumbler yang sama," ungkapnya sambil menatap penuh arti tumbler yang telah berpindah tangan padanya.
"Ooh..."
"Kemana mbak Jenar? Kenapa bukan dia lagi yang belikan kopi?" tanya perempuan itu sambil meracik kopi pesanan pak Ranu yang aromanya mulai tercium hidung Bhiru. Aromanya unik dan Bhiru baru kali ini mencium aroma kopi yang demikian.
"Mulai hari ini saya menggantikan Jenar."
"Mbak Jenar resign?"
"Nggak, mbak. Teman saya itu malah naik jabatan. Makanya nggak bisa kemari lagi belikan kopi buat pak Bos."
"Ooh..."
Sambil menunggu pesanannya siap, Bhiru mengamati aneka potongan cake cantik yang ditatap begitu apik di etalase kafe. Dan ia hanya bisa memandangnya saja karena mulai hari ini ia bertekad ingin diet.
"Mau cobain cake buatan kafe kami?" perempuan berusia sekitar tiga puluh tahunan itu bertanya karena sesekali memperhatikan Bhiru yang asyik memandangi etalase cake-nya dan tanpa sadar berkali-kali menjilati bibirnya sendiri.
Bhiru menggeleng sambil tersenyum.
"Semua cake di kafe ini less sugar lho," jelas wanita itu. "Gluten free and high fiber too. Cocok buat sarapan yang lagi diet," tambahnya membuat pupil mata Bhiru sontak melebar karena senang.
Bhiru kembali melirik cake cantik di etalase. Mulai tergiur tapi ia tetap bertahan karena ia ingin berhemat.
"Kebetulan juga ada promo. Beli dua gratis satu," tambah perempuan itu seolah dapat membaca pikiran Bhiru.
Ah, sial! Bhiru memang paling mudah dirayu dengan hal beginian!
"Oke, saya mau! Yang satu ini dan ini." Bhiru mengarahkan telunjuknya ke arah cake yang sedari tadi paling menarik perhatiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH [ OUT ] LOGIC
Romance"Ta-pi saya sedang sakit, Pak. Uhuk...uhukk..." Bhiru melengkapi sandiwaranya dengan berpura-pura batuk dan berharap pak Ranu akan iba lalu percaya bahwa ia benar-benar sedang sakit dan butuh pengertiannya. "Saya dengar dari Kumala kamu cuma kena fl...