Hilang Akal

7.6K 855 20
                                    

Kalut dan terdampar di suatu tempat, dengan tangan gemetar dan tangis yang tak kunjung usai, Bhiru menghubungi Kumala dengan gawainya. Satu-satunya orang yang bisa ia andalkan saat ini adalah Kumala.

“Hallo, Bhi…kenapa kamu telepon aku selarut ini?” suara mengantuk Kumala akhirnya terdengar di ujung gawai setelah tiga kali Bhiru berusaha menghubunginya.

“....”

“Bhi? Kok diam saja?”

“....”

“Bhiru?”

“Kum…” Bhiru akhirnya menyahut dengan suara seolah tersekat di tenggorokannya yang rasanya ingin meledak karena menahan sesuatu yang bergemuruh hebat di dadanya. Ia ingin berbicara namun suara yang berhasil lolos dari bibirnya malah isak tangis yang sontak membuat Kumala terkejut.

“Bhi? Kamu menangis? Kamu kenapa, Bhi?” Kantuk Kumala mendadak hilang begitu mendengar suara isak tangis sahabatnya.

“Kumm…a-ku…”

“Iya kamu kenapa, Bhi? Kenapa kamu nangis sesenggukan begitu? Kamu di mana? Udah pulang dari Bangkok kan? Kamu baik-baik saja bukan?” Kumala yang sontak gelisah memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

“Kumm…a-ku…” Bhiru mencoba mengatur nafas di sela isaknya yang tak kunjung berhenti.

“Iya, Bhi? Pelan-pelan, Bhi. Atur nafas kamu. Kamu mau ngomong apa?” suara Kumala terdengar begitu sabar menunggu Bhiru berbicara senormal mungkin.

Bhiru mematuhi Kumala dan mulai mengatur ritme nafasnya berulang kali, meski benar-benar tak mudah.

“To-long jemput aku, Kumm…” pinta Bhiru akhirnya tapi diikuti dengan isakan panjang yang justru makin pecah dari sebelumnya. Ia benar-benar tidak sanggup harus berbicara banyak di telepon. Ia tidak bisa lancar berbicara dengan kondisi sekacau ini.

“Oke. Sekarang kamu ada di mana?”

“A-aku nggak tahu.” Bhiru memandang ke sekelilingnya dengan kalut. Saat ini ia ada di sebuah taman kota, sendirian dan sedang duduk meringkuk di salah satu bangku taman ditemani rintik hujan. Ia kalut dan menggigil kedinginan, membuat otaknya tak sanggup berpikir dengan jernih. Namun ia masih bisa mengingat Kumala dan menghubunginya begitu ia menyadari tidak boleh terus-terusan sendirian di taman selarut ini.

“Kalo gitu share lokasi kamu, Bhi. Aku jemput kamu sekarang juga.”

“I-iya…” Bhiru menutup panggilannya dan langsung membagikan lokasinya sekarang pada Kumala.

Tiga puluh menit kemudian, Bhiru yang sedang memeluk kedua lututnya dengan kepala menunduk, melihat sebuah mobil putih yang tak dikenal datang menghampirinya. 
Mobil itu berhenti tepat di depannya, membuat Bhiru semakin menundukan wajahnya, takut jika pemilik mobil itu adalah orang iseng yang hendak mengganggu perempuan seperti dirinya yang nekat sendirian di taman selarut ini.

“Bhi?”

Tetapi ia mendengar suara lembut Kumala dan ia pun langsung mengangkat wajahnya. Ia melihat Kumala yang baru keluar dari mobil, bergegas menghampirinya dengan cemas.  

“Bhiiii?! Kenapa kamu bisa ada di sini? Kamu kenapa? Basah begini…” Kumala menangkup wajah sedih Bhiru yang masih basah dengan airmatanya dengan tatapan cemas bercampur bingung. “Langit tahu kamu di sini?”

Bhiru menggeleng sambil memandang siapa pria yang datang bersama dengan Kumala. Dan ia mengenali siapa pria itu, ternyata Sabda direktur produksi di perusahaan yang pernah ia temui bersama pak Ranu. 
Mungkinkah dia kekasih Kumala yang selama ini dirahasiakan darinya dan orang-orang kantor?

LOVE WITH [ OUT ] LOGICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang