Memory Pertemuan Pertama

7K 745 15
                                    


Bhiru sebenarnya sudah berusaha menghindari tatapan aneh bin geli dari tiap orang yang ia temui di kantor. Tapi menghindari Jenar yang kerap menempel padanya, benar-benar mustahil. Ia tidak akan pernah bisa menyembunyikan sesuatu dari Jenar yang bukan hanya memiliki insting yang kuat tapi juga penglihatan yang tajam.

Jadi, sepandai-pandainya Bhiru menutup-tutupi, tetap saja Jenar akan berhasil menangkap gerak-gerik Bhiru yang selalu berusaha menghindar darinya.

"OMG! Hidung kamu kenapa jadi kayak begitu bentuknya, Bhi?!" Jenar menahan diri untuk tidak tertawa melihat penampakan hidung bengkak Bhiru yang kini memarnya semakin terlihat dibandingkan semalam.

Tapi melihat penderitaan Bhiru, Jenar yang memang sahabat laknat malah yang paling keras menertawakannya ketimbang bersimpati atas musibah yang didapat Bhiru..

"Masih kelihatan ya?" Bhiru mengambil cermin centil mini yang selalu ia simpan di laci meja untuk melihat hidungnya sendiri. Lalu menghela nafas sedih, karena ternyata benar-benar masih terlihat meski ia telah menutupinya dengan cushion setebal mungkin. Warna memarnya tetap saja terlihat mengerikan.

Dasar cushion murahan! Berkeringat sedikit pun, dengan mudah luntur. Bhiru menyesali low price cushion yang ia miliki ternyata tak cukup mampu untuk menyamarkan memar di batang hidungnya.

"Hidung kamu kenapa sih jadi mirip jambu monyet gitu, Bhi?" Jenar mengulangi pertanyaannya masih dengan sisa-sisa tawa gelinya yang membuat air matanya menetes, tapi sambil mengunyah camilan kacang almondnya.

"Habis dicium kebo!" Bhiru menjawab sekenanya dengan kesal. Tepat bersamaan dengan pak Ranu yang tiba-tiba melintas di depan kubikelnya.

Sontak Bhiru menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Pak Ranu pasti mendengar suaranya yang cukup keras saat mengatakannya tadi. Kecuali bosnya itu tuli.

"Bahagia banget ya temen lagi susah malah ditertawakan." Bhiru merasa mengenaskan.

"Sorry, sorry. Habis aku nggak bisa memungkiri perasaanku, Bhi. Lihat hidung kamu beneran bikin aku ingin tertawa. Pardon me. Jangan ngambek dong. Nanti aku traktir boba seminggu deh." Jenar mencubit kedua pipi Bhiru dengan gemas. Yang mana malah menambah penderitaan Bhiru sebenarnya. Sekarang bukan hanya hidung yang sakit, kedua pipinya juga.

"Awas ya kalau ingkar. Aku kutuk kamu sembelit sebulan!"

"Kejam sekali kutukanmu kawan, sekali-kali kutuk aku jadi milyader kek. Lagian kapan sih seorang Jenar Ayu Mahira pernah ingkar janji?" Jenar menepuk dadanya dengan percaya diri. "Ngomong-omong itu hidung beneran habis dicium kebo?" Jenar masih saja bertanya dengan logikanya yang pendek. Ia benar-benar serius menanyakan kebenarannya.

"Ya enggak lah, Jenaaaarrrr...Mana ada kebo di sini?"

Jenar tertawa mendengar jawaban Bhiru.

"Makanya kasih tahu dong apa yang sebenarnya terjadi dengan hidung kamu?"

Mendengar Jenar yang tak ada bosan-bosannya bertanya, Bhiru meringis sambil membuka wadah cushion-nya dan menepuk-nepuk lembut batang hidungnya hendak menutupi memarnya.

"Sebenarnya hidungku jadi seindah ini gara-gara kena sikut siku pak Ranu." Sebuah jawaban jujur yang membuat bibir Jenar sontak jatuh.

"Hah? Demi dewa, kapan kejadiannya? Bagaimana ceritanya? Jangan ngarang lagi deh."

"Sumpah demi Alex, Nar." Bhiru terus menambal hidung dengan cushion. "Tiap berdekatan dengan bos kita ini, entah kenapa aku selalu apes ya?"

Bhiru akhirnya menceritakan insiden mati lampu di rumah keponakan pak Ranu yang menyebabkan hidungnya menabrak siku pak Ranu. Dan hanya kepada Jenar saja, Bhiru dapat bercerita dengan nyaman. Meski buntutnya ia membuat Jenar tertawa lebih keras dari sebelumnya, hingga serpihan kacang yang dikunyah di mulutnya muncrat ke arah wajah Bhiru.

LOVE WITH [ OUT ] LOGICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang