Kejutan Di Pagi Hari

6.2K 757 14
                                    

Mengenakan sepatu bersol datarnya, Bhiru masih memikirkan sesuatu yang masih mengganggu pikirannya sejak dua hari terakhir. Sejak ia menemukan sebuah anting di mobil Langit dan seharusnya tidak perlu mengganggu pikirannya lagi. Langit sudah menjelaskan bahwa itu anting milik kakak perempuannya, Mega. Mana mungkin Langit tega membohonginya? Bhiru tahu benar Langit itu seperti apa.

Tapi mengapa tetap saja ia masih memikirkan soal anting itu.

Ayolah, Bhi. Jangan berpikir yang aneh-aneh.

Bukan sekali dua kali Bhiru terus meyakinkan hatinya.

Melirik arlojinya, Bhiru menghela nafas samar. Seharusnya Langit sudah datang menjemputnya. Bhiru yang memintanya sejak semalam, meski Langit sempat merasa keberatan karena arah kantor Bhiru berlawanan dengan arah kantornya. Ditambah lagi, kaki Bhiru sudah lumayan sembuh dan sudah bisa berjalan dengan normal meski masih sedikit terasa nyeri. Seharusnya tidak jadi masalah jika Bhiru ke kantor sendiri naik MRT seperti biasanya.

Tapi Bhiru terus memaksanya. Merajuk seperti anak kecil agar Langit menurutinya. Dan cara itu tidak pernah gagal selama ini. Langit akhirnya setuju, meski akhirnya meninggalkan sedikit sesal di hati Bhiru.

Mengapa ia harus memaksanya? Tapi mengapa pula Langit tidak seperti biasanya?

Bhiru kembali menyeruput segelas susu dietnya dengan perasaan gundah.

Saat bel pintu apartemennya berbunyi dua kali, Bhiru buru-buru menuju pintu untuk membukanya. Bhiru yakin itu pasti Langit.

Dan benar.

"Maaf ya terlambat. Aku tadi beli ini dulu buat kamu." Langit tersenyum sambil mengangkat paperbag yang aroma harumnya langsung tercium di hidung Bhiru.

"Apa ini?" Kegundahan Bhiru mendadak menguap. Dengan cepat memeriksa isi di dalamnya yang ternyata dua buah cheese croissant yang masih hangat.

"Buat sarapan di mobil."

"Makasih ya Lang." Bhiru memeluk Langit dengan erat dan membuat Langit protes karena ulahnya.

"Masih pagi, Bhi. Nggak enak dilihat orang lain."

"Orang yang mana?" Bhiru dengan geli celingukan ke kanan dan ke kiri. Lorong apartemennya seperti biasa sepi. "Yang ada semut, pak."

"Tumben kamu panggil aku Pak?" Langit kembali protes membuat Bhiru tersadar. Itu adalah caranya memanggil yang biasanya ditujukan pada bosnya.

"Memangnya kamu bukan bapak-bapak?" Bhiru membalas dengan canda sambil mengunci pintu apartemennya.

"Sayang, pulang kantor nanti sepertinya aku nggak bisa jemput kamu." Langit berkata ketika mereka sudah meluncur di jalan.

"Kenapa?" Bhiru bertanya sambil menyuapi Langit dengan sepotong kecil croissant.

"Kecuali kamu mau nungguin aku jemput jam sepuluh malam," jawab Langit sambil mengunyah. "Aku harus lembur buat kejar deadline besok, sayang."

"Ya sudah, aku bisa naik MRT atau nebeng Jenar kalau dia nggak pulang malam juga." Bhiru menggigit croissant dengan sedikit kecewa.

Lalu alarm pengingat di gawainya tiba-tiba berbunyi. Bhiru memeriksanya dan bola matanya sontak berbinar-binar. Tiga hari lagi Langit akan berulangtahun! Ia harus mencari kado spesial untuk Langit.

Kalau tahun lalu ia sudah memberikan Langit kado kesukaannya, tahun ini ia pun harus melakukannya. Tapi ia belum menemukan satu pun ide tentang hadiah yang spesial untuk Langit. Tahun lalu ia telah memberikan Langit sepatu futsal idamannya. Untuk tahun ini apa yang harus ia berikan untuk Langit?

LOVE WITH [ OUT ] LOGICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang