Bhiru sungguh tidak menyangka sebelumnya jika reaksi Papa akan begitu terkejut dengan kepulangannya bersama Ranu. Lelaki yang selama ini tidak pernah ia sebut namanya dalam setiap percakapan mereka di telepon. Tetapi Bhiru lebih tidak menyangka dengan sikap Papa yang biasanya ramah dengan siapa saja kemudian berubah tampak dingin pada Ranu dengan membiarkan tangan Ranu menggantung cukup lama untuk mendapat balasan jabat tangan Papa.
Apakah sikap Papa yang demikian karena Papa telah mendengar skandal sensasional tingkat nasional itu? Wajar jika Papa mengetahuinya karena setiap hari Papa cukup gemar menonton berita gossip artis di televisi sambil menjaga tokonya.
Tidak ingin Papanya terus menerus salah paham, Bhiru harus segera mengkonfirmasi perihal berita itu. Bhiru akan melakukannya setelah Papa dan Ranu menyelesaikan pembicaraan mereka yang tampak serius sekaligus mencurigakan itu karena sengaja tidak menyertakan dirinya. Papa malah meminta Bhiru segera ke dapur sembari berpesan sesuatu yang membuat Bhiru heran.
"Kamu ke dapur sekarang. Buatkan kami minuman dan sekalian kukus semua dimsum yang ada di kulkas untuk camilan. Papa mau ajak ngobrol teman lelaki kamu," pesan Hari Teng Papa Bhiru dengan nada serius membuat Bhiru sedikit heran. Meski Papanya tampak tidak ramah pada tamunya, tapi malah meminta Bhiru membuatkan minum dan mengukus dimsum segala.
"Ok." Bhiru mencuri tatap ke arah Ranu yang telah Papa persilahkan duduk di area gazebo halaman belakang rumah mereka. "Tapi Papa jangan galak-galak sama Mas Ranu ya, pliss...." Bhiru memohon mengingat raut wajah Papa tadi benar-benar tidak ramah lingkungan saat menatap kekasihnya itu. Berbeda ketika dahulu ia memperkenalkan Langit, Papa begitu bersemangat seolah memiliki harapan yang begitu besar pada lelaki itu.
"Kamu kira Papamu ini mafia?" Hari Teng yang wajahnya sedikit mirip dengan Andy Lau, mengerutkan keningnya yang makin memperjelas raut kesalnya karena putrinya mencurigainya berlebihan.
"Nggak dong Paa...Papaku kan ketua RT paling ganteng se-Bandung. Seriussss...." Bhiru tersenyum lebar menggoda Papanya yang wajahnya sempat berubah sendu untuk sesaat.
"Lho kok Papa jadi sedih?"
"Nggak apa-apa. Papa cuma lagi kangen almarhumah Mama kamu." Papa Bhiru berkilah sembari mengusap puncak kepala Bhiru, menutupi hal sebenarnya tidak bisa ia ungkapkan dengan mudah pada putri satu-satunya.
"Makanya nanti Papa jangan lama-lama ngobrolnya. Biar kita bisa ke makam Mama sebelum petang." Bhiru mengingatkan sebelum menuju dapur yang kebetulan memiliki pintu yang berseberangan dengan gazebo.
Mengaduk teh secara perlahan sambil mengamati kedua sosok lelaki yang tengah berbincang dengan serius, Bhiru lumayan cemas jikalau Papa akan menolak kedekatan lelaki itu dengan putri kesayangannya.
Apabila sampai hal itu terjadi, bagaimana lagi ia akan hidup? Ranu bagaikan kepingan puzzle yang mengisi celah di dalam hatinya setelah Langit pergi. Lelaki yang tak lagi menjadi pelariannya semata, melainkan kini menjadi salah satu tujuan hidupnya. Ia serius dengan harapannya itu.
"Ehem...dia pacar baru Cece ya?" terdengar suara lelaki yang membuat Bhiru sontak mengalihkan perhatiannya lalu menoleh ke asal suara.
Menemukan sosok tambun berpipi bakpao sepupunya bernama Alvin di depan pintu dapur, Bhiru menjawab, "iya," sambil menuju kulkas. Teringat pesan Papa agar mengukus dimsum beku untuk disajikan.
"Tapi kok kayak nggak asing, ya?" kata Alvin lagi kali ini sukses membuat Bhiru menjatuhkan sebungkus dimsum beku yang baru ia ambil dari dalam kulkas.
"Masa?" Bhiru mengambil sebungkus dimsum yang jatuh di lantai dengan gelisah. Mana mungkin Alvin yang gemar bermedia sosial itu tidak mengenalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH [ OUT ] LOGIC
Romance"Ta-pi saya sedang sakit, Pak. Uhuk...uhukk..." Bhiru melengkapi sandiwaranya dengan berpura-pura batuk dan berharap pak Ranu akan iba lalu percaya bahwa ia benar-benar sedang sakit dan butuh pengertiannya. "Saya dengar dari Kumala kamu cuma kena fl...