Part 23

151 8 0
                                    

Bian mengacak rambutnya frustasi. Cowok itu habis membaca pesan yang dikirimkan dari Alana. Cewek itu mengajak Bian untuk menemaninya membeli buku di toko buku langganan mereka.

Sebenarnya Alana sudah dari dua puluh menit yang lalu mengirim pesan pada Bian, tapi Bian baru sempat membacanya karena daritadi cowok itu sibuk membersihkan badannya dan melanjutkan series kesukaannya.

"Gue mau temenin dia, tapi gue gabisa ngeliat wajah orang yang gue sakitin. Apalagi itu Alana." Bian melemparkan ponsel itu diatas kasurnya. Ia bingung harus bagaimana sekarang.

Saat ia sedang sibuk dengan pikirannya, Bian dikagetkan dengan Vier yang berjalan masuk ke kamarnya tanpa permisi. Cowok itu secara tiba-tiba langsung menarik kerah baju Bian dan menatap abangnya dengan emosi.

"Gue gasuka apa yang jadi milik gue diganggu sama orang lain."

"Apaansih maksud lo?" Tanya Bian sambil menatap adiknya itu dengan sinis. Bagaimana bisa cowok itu datang ke kamarnya dan langsung mengajaknya ribut

Vier tersenyum sinis mendengar ucapan Bian. "Gausah sok gatau, mau lo Apaansih?"

Karena ikutan terbawa emosi, dengan sekuat tenaga Bian mendorong Vier sampai cowok itu butuh keseimbangan untuk tetap berdiri menghadap abangnya.

"Ngomong yang jelas. Jangan lo dateng-dateng ngajakin gue ribut." Bian menatap tajam adiknya itu.

"Maksud lo kasarin cewek gue apa?" Bian langsung menautkan alisnya bingung ketika mendengar ucapan Vier.

Vier tersenyum miring melihat reaksi Bian. "Lo pikir gue buta? Gue ngeliat lo nyusul cewek gue keluar dari lapangan, bang."

Bian tersenyum sinis ketika mendengar ucapan adiknya. "Tolol." Umpatnya

"Lo tuh jangan sok tahu. Gue malah yang nolongin cewek lo dari anak-anak bangsat."

"Gausah kebanyakan bohong." Vier melirik Bian sinis.

Bian berjalan mendekati Vier. "Jangan asal simpulin apa yang lo lihat tanpa tahu kebenarannya." Bian menoyor kepala Vier.

"Lo mestinya terimakasih sama gue karena udah nolongin cewek lo. Gue gatau apa yang bakalan orang itu lakuin kalo gue gaada disana." Ucap Bian sebelum mengambil jaket kulitnya dan kunci motor miliknya. Tanpa melihat reaksi adiknya, Bian langsung berjalan keluar dari kamarnya untuk segera pergi.

Motor sport putih itu berhenti dipekarangan rumah bermodel Victoria ini. Bian melepas helmnya dan ia letakan diatas jok motornya. Ia mulai melangkahkan kakinya memasuki rumah tersebut.

Setelah menekan bel sebanyak dua kali, anak dari pemilik rumah tersebut keluar dan tersenyum hangat menyambut kedatangannya.

"Hai, kangen ya makanya kesini?" Sapanya masih sambil tersenyum hangat.

Bian ikutan tersenyum. "Tamu enggak disuruh masuk kedalam nih?" Tanya Bian yang membuat cewek itu mundur beberapa langkah.

"Oh iya, ayo silahkan masuk." Jawabnya sambil tersenyum malu.

"Gimana keadaan lo? Udah lebih enakan kan?" Tanya Bian sambil berjalan ke arah ruang tamu untuk duduk disana.

Rania menganggukkan kepalanya. "Udah lebih baik. Maaf ya, Bi. Kemarin ngerepotin banget."

Sambil duduk diatas sofa, Bian tersenyum. "Santai aja, gue juga enggak ngerasa direpotin kok." Jawab Bian

Saat Bian ingin membawa motornya ke markas Altair, cowok itu mendapatkan telefon yang ternyata dari Sasya. Cewek itu berkata hari ini adiknya sudah berada dirumah karena Rania tidak betah berlama-lama dirumah sakit.

XA's BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang