Part 37

376 14 0
                                    

Vier menatap kosong apa yang ada Dihadapannya. Cowok itu tidak berniat sama sekali untuk berbicara ketika sesampainya mereka semua dirumah.

Jasad Bian sudah berada dirumah sekarang. Semua anak Altair dan Alaska sedang berkumpul disini walaupun jam sudah menunjukkan pukul setengah dua malam.

Tidak jauh dari hadapannya, ada Rose yang tidak berhenti menangis didalam pelukan suaminya. Kejadian yang sama kembali terulang. Yang pertama, saat Vienna yang pulang dalam keadaan seperti ini. Dan sekarang anak pertamanya mengalami kejadian yang sama.

"Bian pasti lagi bahagia nih bisa ketemu sama Vienna." Edgar berucap sambil duduk disofa sebelah Vier.

Cowok itu menghela napasnya. "Waktu itu Bian pernah bilang sama gue. Kalau dia pergi, dia gapernah takut buat ninggalin nyokap sama Alana."

"Kata Bian, kalau dia pergi. Yang bakalan jagain nyokap itu lo, Vier." Ucapan Edgar tidak mendapat respon apapun dari Vier. Walaupun cowok itu daritadi mendengarkan apa yang Edgar ucapkan.

"Sementara yang jagain Alana, si Bian percayain sama anak Altair."

"Gue nyesel. Mestinya gue paksa dia biar gue ikut kerumah Alana." Masih dengan tatapannya yang kosong, Vier berkata kepada Edgar.

"Kalau seandainya gue mati, gue matinya bareng sama Abang gue."

"Terus yang bakalan jagain nyokap lo siapa?" Tanya Edgar

Vier tersenyum tipis. "Yang terpenting, Bian enggak ninggalin gue kayak gini." Jawabnya.

Cowok itu tahu bahwa semua ini adalah rencana Azriel. Karena saat Vier dan yang lain menjemput Rasya, cowok itu tidak ada disana. Malah hanya ada beberapa anak Nuanza yang menjaga Rasya disana.

Azriel menggunakan Alana hanya sebagai ancaman Bian agar cowok itu pergi kerumah Cewek itu. Dan dengan liciknya, Azriel akan membunuh Bian setelah cowok itu pulang darisana.

Tapi untuk sekarang, Vier tidak akan mengambil tindakan untuk menghabisi Azriel. Cowok itu masih sangat terpuruk dengan kepergian Bian.

Vier dan Edgar mengalihkan pandangannya saat melihat Alana melangkahkan kakinya mendekati Bian.

Cewek itu membuka kain putih yang menutupi wajah Bian.

"Bian, aku belum ikhlas kamu pergi." Alana kembali menangis saat melihat wajah Bian.

"Bian kamu gaboleh pamit gitu aja sama aku, Bian!" Keenan dan Dimas datang menghampiri Alana dan membawa cewek itu menjauh darisana.

Mereka semua tahu betapa terpuruknya Alana sekarang. Cewek itu pasti sangat menyesal karena tidak bertemu Bian untuk terakhir kalinya. Mestinya ia tidak boleh egois dan membiarkan dirinya untuk memaafkan Bian. Tapi semuanya sudah terjadi. Alana baru bisa melihat Bian saat cowok itu sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya.

"Mestinya gue bisa maafin Bian, Nan." Alana kembali histeris didalam pelukan Keenan. Cowok itu selalu berusaha untuk membuat Alana tenang walaupun sebenarnya dirinya juga sangat rapuh.

"Kalau aja gue buka pintunya dan nahan Bian untuk pulang, semua ini ga akan terjadi." Berulang kali Alana memukul kepalanya sendiri karena ia sangat bodoh saat itu.

"Ini semua takdir, Na." Keenan menahan tangan Alana agar tidak terus-terusan memukuli dirinya.

"Enggak. Ini semua salah gue. Gue biarin dia pulang dan jadinya kecelakaan kayak gini." Alana menatap Keenan dengan matanya yang sudah sangat merah karena daritadi tidak berhenti menangis.

"Kalau gue tahu maksud dia pamit sama gue untuk selamanya, gue ga akan biarinin dia buat pergi."

Keenan kembali memeluk tubuh Alana ketika cewek itu mulai lemas. "Dia pamit mau pergi sama gue, Nan." Alana kembali Terisak. Cewek itu tidak lagi memukul dirinya sendiri karena sudah sangat lemas.

XA's BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang