3. UNTUK KENANGAN

4.9K 598 8
                                    

Bintang melajukan motornya cepat menuju SMA Arjuna, setelah putus dengan perempuan yang cukup mengesalkan baginya tadi siang, ia kembali mempunyai pacar yang bersekolah di SMA Arjuna. Lancar ya, Pak!

Sebenarnya ia cukup khawatir dengan Bulan, karena setelah memberitahu gadis itu lewat chat ia melihat bahwa nomor gadis itu tidak aktif. Tapi ia juga harus menjemput pacar barunya. Bulan? Gadis itu kan, bisa memesan kendaraan online. Benar, kan?

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya ia sampai dan disambut ceria oleh pacar barunya yang sudah standby di depan gerbang SMA Arjuna. Bintang memberikan helm nya kepada sang gadis, lalu kembali melajukan motornya membelah padatnya kendaraan ibu kota.

Sedangkan di sisi lain, Bulan, gadis itu saat ini tengah menatap sendu lalu lalang orang-orang di hadapannya di halte bus sekolah. Langit tampak mendung, sepertinya sore ini akan hujan, pikirnya.

Mata gadis itu berbinar saat melihat bus yang ia tunggu-tunggu datang, tak ingin berlama-lama, Bulan langsung menaiki bus itu dengan hati cukup tenang. Ia tidak mau kehujanan. Bukan ia tidak menyukai hujan, hanya saja ia tidak bisa memeluk sang hujan dengan perasaan yang sedang kacau seperti ini. Ya, ia sebenarnya masih kecewa dengan Bintang. Ini memang bukan yang pertama, tapi tetap saja selalu ada rasa kecewa yang menyapa hati dan pikirannya saat Bintang kembali berulah.

Saat bus akan mulai berjalan, seseorang menaiki bus itu dan menyebabkan bus harus berhenti mendadak. Beberapa orang di dalam sana meringis karena kepalanya terbentur kursi di depannya, namun Bulan, gadis itu tampak cuek.

Damar, laki-laki itu berjalan menghampiri Bulan dan duduk di samping gadis itu. Dan Bulan, ia tampak terkejut.

"Lho? Kak Damar kenapa naik bus?" tanya Bulan, heran.

"Mobil aku mogok, jadi naik bus, deh. Liat kamu duduk di sini, aku ngikut aja, deh," bohong, itu adalah kebohongan besar. Sudah lama ia memperhatikan Bulan yang tengah duduk sendiri di halte, saat melihat gadis itu memasuki bus sekolah, ia mengurungkan niatnya untuk mengajak Bulan pulang bersama menggunakan mobilnya. Dan berakhir, mobilnya di tinggal di sekolah.

"Oooh, aku kira kakak nggak bawa mobil," Bulan terkekeh pelan. Matanya menatap bangunan-bangunan yang ia lewati dengan tatapan sendu. Rintik hujan mulai turun, membasahi jendela bus yang ia tumpangi.

Sepertinya, semesta ikut hanyut dalam segala kesedihan dan rasa sakit di hatinya.

Suara rintik hujan di luar sana semakin membuat ia hanyut dalam lamunan. Bulan memejamkan matanya untuk mengenang kembali kenangan-kenangan lama itu. Kenangan ia dengan Bintang selama 11 tahun lamanya.

"Bintang!" pekik Bulan yang masih berumur 7 tahun saat itu.

"Kenapa?" tanya Bintang cuek, asik bermain hujan di taman belakang rumah Bulan.

Bulan yang hanya bisa menatap Bintang dari kejauhan itu menghelakan nafasnya berat. Ia ingin sekali ikut bermain hujan, tapi Bi Irna melarangnya, sebab, tubuhnya sangat cepat demam jika sudah terkena air hujan.

"Bulan!" Bintang berlari menghampiri Bulan, dan Bulan, gadis itu tampak kebingungan. Tubuhnya tersentak saat Bintang menyeretnya ke luar dari peneduhan gadis itu, kini tubuh keduanya sama-sama basah.

"BINTANG!" pekik Bulan, kesal.

"Kenapa?"

"Kamu kok main tarik-tarik aja, sih?! Aku kan gak dibolehin main hujan!" teriak Bulan hampir tak terdengar, suaranya hanyut dalam derasnya air hujan.

"Tapi kamu mau, kan? Nggak usah takut! Kalau kamu dimarahin, aku mau kok ikut dimarahin, asal sama kamu!"

"Beneran?" Bulan menatap Bintang ragu.

Antara Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang