24. LIES

3.9K 479 38
                                    

Kalo gaje skip aja🙏

*****

Setelah selesai menerima hukuman, Bulan pun memutuskan untuk pergi ke kantin setelah Tanisa ke luar dari dalam kelas. Sungguh, ia merasa jengkel hari ini. Ya, jengkel pada diri sendiri. Gara-gara ia memikirkan Bintang pada saat jam pelajaran berlangsung, ia sampai dihukum dan tertinggal materi.

Setelah sampai di kantin, Bulan pun duduk di pojok kantin, sedangkan Tanisa, cewek itu tengah memesan makanan. Bulan melirik ke arah handphonenya, gadis itu menghembuskan napasnya pelan.

Sambil menunggu Tanisa yang entah kenapa lama, ia mengetuk-ngetukan jarinya pada meja. Suasana kantin mulai ramai karena bel istirahat memang sudah berdering sejak tadi. Saat matanya sedang asik melihat seisi kantin, ekor matanya bertemu dengan dengan tatapan milik Bintang. Saat itu juga, Bulan lebih dulu memutuskan tatapannya.

Namun, entah ada apa dengan Bintang, cowok itu melangkahkan kakinya mendekat pada Bulan. Hal itu tak lepas dari pandangan kelima teman-temannya—anggota RANGER.

Bintang menarik kursi dan duduk tepat di hadapan Bulan. Cowok itu tersenyum, membuat Bulan mulai merasa tidak nyaman walau sebenarnya ia sangat merindukan moment-moment seperti ini.

"Lagi nunggu siapa?" tanya Bintang. Pertanyaannya seolah memberi harapan kepada Bulan.

"Nunggu Tanisa pesan makanan," jawab Bulan, berusaha tenang. "Kamu sendiri?" Bulan merutuki dirinya sendiri, sudah jelas Bintang pasti mau makan, kenapa ia harus kembali bertanya?!

"Mau makan," jawab Bintang.

Bulan mengangguk, beberapa saat keduanya tak lagi berdialog.

"Nanti, pulang sama siapa?" tanya Bulan. Pertanyaan itu seolah ke luar begitu saja dari mulutnya.

"Sama Anya," jawab Bintang sambil tersenyum tipis. "O–ohh," Bulan tersenyum tipis sambil mengangguk pelan.

Dari ambang pintu kantin, Anya yang baru saja tiba dan mendapati sosok Bintang yang tengah ia cari diam-diam cewek itu meremas pelan ujung rok yang ia pakai. Langkah yang semula terhenti kembali terlangkah menghampiri Bintang. Anya duduk di samping Bintang sambil bergelayut manja, hal itu tentu menjadi pusat perhatian.

"Sayang, dari tadi aku cariin, ternyata ada di sini," ujarnya, dengan raut wajah yang sudah normal.

"Kenapa, sayang?" tanya Bintang. Bulan yang mendengar itu menundukkan kepalanya, ia mulai merasa tidak nyaman dan rasa sesak di dalam rongga dadanya kembali menerjang secara tiba-tiba.

"Aku kira waktu aku ke toilet kamu masih di kelas. Eh, taunya udah di sini," ekor mata cewek itu teralih pada Bulan. "Eh, ini siapa?" Anya tampak berpikir. "Oh, yang waktu itu di parkiran, ya?" tebaknya tepat sasaran.

Bulan mengangguk pelan. "I–iya,"

"Oh, kita belum kenalan, kan?" tanya Anya yang langsung diangguki Bulan. "Ya udah, kenalin, Anya, seharusnya kamu udah tau aku siapa, ya. Berhubung aku itu cukup terkenal," ucapan Anya terhenti saat cewek itu tertawa pelan. "Nama lengkapnya Anya Allisya, calon tunangan Bintang, Bintang Bagaskara." jelas Anya, sekali lagi. Bintang? Laki-laki itu terlihat biasa saja.

Mendengar kalimat yang dikeluarkan dari mulut Anya membuat Bulan kembali terkejut. Namun kali ini tampak seisi kantin pun sama-sama ikut terkejut. Tak terkecuali anggota RANGER, berhubung mereka sudah tau yang sebenarnya.

Tanisa yang baru saja kembali membawa makanan pun menghentikan langkahnya mendengar penuturan dari Anya. Cewek itu mempercepat langkah kakinya dan menyimpan dua mangkok soto yang ia bawa di meja, lalu duduk di samping Bulan.

Tanisa tersenyum tipis pada Bintang. "Eh, Kak, tumben di sini?" terakhir tanpa sepengetahuan orang-orang di kantin, Tanisa menatap Bulan mengkode menggunakan telepati mata.

"Iya nih," jawab Bintang.

"Sayang, mending kita pindah, yuk? Duduk di sana sama temen-temen kamu," ajak Anya, cewek itu memang manja.

Bintang mengangguk. "Gue pindah ke sana, ya?" tanyanya yang langsung diberi anggukan oleh Bulan.

Setelah Bintang dan Anya pergi, Tanisa langsung mendekatkan tubuhnya pada Bulan. "Lo gak papa, La? Hati lo kegores bagian mananya?" tanya Tanisa, dramatis.

Bulan kembali menjauhkan tubuhnya dari Tanisa. "Aku gak papa, Tan. Gak usah lebay."

"Serius deh, dari kemarin-kemarin kan udah gue bilang, lo mending move on dari Bintang. Masih banyak cowok di luaran sana yang lebih bisa ngehargain kehadiran lo," Tanisa menatap dalam manik mata milik Bulan, gadis itu terlihat serius dengan ucapannya. "Percaya sama gue, La. Lo pantas bahagia, walau itu tanpa Kak Bintang,"

Bulan tersenyum tipis. "Iya, Tan, gak usah alay, ah. Lagian, aku gak papa kok,"

Tanisa memukul pelan pergelangan tangan Bulan. "Lo, dibilangin." ujarnya sambil memutar bola mata sebal. "Liat tuh, Kak Damar kayanya masih setia nunggu lo." Bulan mengikuti arah pandang Tanisa, di sana terdapat Damar yang memang sedari tadi sudah memperhatikannya secara diam-diam.

"Kak Damar? Kalau itu, aku ngerasa gak pernah ngasih harapan ke dia," Bulan kembali mengalihkan atensinya dari Damar.

"Udah deh, Tan. Kali ini gak usah bahas itu dulu," Bulan menundukkan kepalanya sebentar. "Kali ini aku janji, aku akan berusaha beranjak,"

Tanisa tertawa pelan. "Beranjak? Beranjak dari Kak Bintang?"

Bulan mengangguk. "Iya. Doain, ya, semoga aja bisa,"

"Iya, gue doain, good luck," Tanisa menepuk sebelah pundak milik Bulan. "Ya udah, makan tuh sotonya, keburu dingin nanti. Tadi lama karna mangkuknya belum dicuci, jadi dicuci dan dilapin dulu biar higienis," Bulan mengangguk lalu mulai memakan sotonya.

Sebenarnya bukan masalah ia yang tidak mau beranjak. Tapi kenangan lama itu yang selalu bersemayam di benak hati dan pikirannya.

Benar, bukan tentang hal melupakan sosoknya, tapi kenangan yang pernah dibuat dengan sosok itu.

***

Bulan menendang-nendang kecil kerikil di hadapannya. Kali ini ia tengah berada di halte sekolah, bersama dengan earphone yang tersemat di telinganya. Sore ini langit tak terlihat, terhalangi oleh awan mendung yang akan menurunkan cairan bening yang disebut air hujan.

Dari kejauhan, sebuah motor menghampiri Bulan. "Hai," sapa cowok itu sambil membuka helm yang ia pakai. Itu Damar, dengan motor yang sedikit jadul yang ia bawa.

"Ayo pulang bareng," ajaknya.

Bulan tampak menimang-nimang. "Bukannya gak mau, Kak, tapi kan jarak antara rumah aku sama rumah Kak Damar beda arah, nanti Kak Damar jadi bolak-balik,"

Damar tersenyum tipis. "Itu tujuannya. Biar sekarang aja aku bolak-balik nganterin kamu, siapa tau suatu hari nanti bolak-balik di hati kamu," Bulan tertawa pelan mendengar itu. "Jadi, gimana?"

"Beneran gak keberatan, Kak?"

"Nggak, ayo naik," Bulan mengangguk lalu mulai menaiki motor itu dan memakai helm. Tak lama, motor milik Damar melesat dari sana.

"Maaf ya, motor aku emang jadul," teriak Damar.

"Enggak papa, Kak. Aku suka," jawaban dari Bulan membuat Damar tersenyum tipis.

Tanpa keduanya sadari, tepat saat di depan sebuah minimarket yang ia lewati, ada Bintang di sana yang tengah menunggu Anya. Bintang yang kebetulan melihat itu menggeram pelan.

"Berapa kali lagi gue harus peringati lo buat nggak dekat-dekat dengan Damar, sih, La?!" teriaknya lolos begitu saja.

*****

Makin ke sini makin gaje perasaan 🙏💘

Antara Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang