Bintang memperdalam tarikan pedal gas motornya. Kini tepat pukul 8 malam ia tengah kebut-kebutan di jalanan yang masih ramai oleh pengendara.
Laki-laki itu menghela nafas saat sudah sampai di depan rumah Bulan, ia membunyikan klakson motor agar Bi Irna membukakan pagar untuknya. Tak lama setelah itu, Bi Irna membukakan pagar dan ia masuk ke dalam pekarangan rumah Bulan.
"Bulan mana, Bi?" tanyanya, sesaat setelah turun dari motor dan membuat helm.
"Belum pulang den," jawab Bi Irna, kepalanya selalu menunduk sopan.
Bintang mengernyitkan dahi. "Belum pulang?"
"Iya, dari tadi sore belum pulang,"
"O-oh, iya, Bi," jawabnya, seraya memberi kode kepada Bi Irna memperbolehkan wanita paruh baya itu kembali masuk.
Bintang mengusap wajahnya kasar, tentu ia menjadi khawatir.
"Lo di mana, La?" gumamnya tak terdengar.
***
"Thanks, ya, Tan," Bulan melambaikan tangannya pada mobil Tanisa yang sudah berjalan jauh dari posisi ia berdiri. Gadis itu berjalan memasuki rumahnya pada pukul 9 malam ini. Sedari tadi ia mengobrol dengan Tanisa di kafe sampai lupa waktu. Gadis itu menghembuskan nafasnya pelan saat melihat motor Bintang yang terparkir di pekarangan rumahnya.
Bulan memasuki rumahnya dengan perasaan campur aduk. Sejujurnya ia masih ada sedikit rasa kecewa dan marah kepada Bintang, tapi jika dipikir kembali untuk apa ia marah kepada laki-laki itu? Ia kan bukan siapa-siapanya.
Bulan memasuki kamarnya, satu hal pertama yang ia dapati adalah siluet Bintang yang sudah berdiri menghadap jendela balkon kamarnya.
"Dari mana aja lo?" suara dingin mengintimidasi itu terdengar jelas di pendengaran Bulan. Gadis itu tampak berusaha terlihat baik-baik saja seraya kembali menyimpan tas selempangnya ke tempat semula.
"Dari luar,"
Bintang berbalik menatap Bulan yang sedang mengikat rambutnya di depan cermin. "Gue tau lo dari luar, La."
"Terus?"
"Kalau jawab itu yang jelas,"
"Apa harus aku jawab dengan jawaban yang sejelas mungkin?" kini Bulan membalas tatapan Bintang, kedua matanya bertemu.
"Lo kenapa sih?"
"Aku? Kenapa? Kamu yang kenapa tiba-tiba ada di kamar aku,"
"Mau lo apa sih? Bisa gak jawab dulu pertanyaan gue yang pertama? Jawab dengan jelas,"
"Dari kafe."
"Dari sore tadi? Lo kalau main tau waktu dong, La." ada jeda sedikit. "Sama siapa?"
"Kamu kok banyak tanya, sih? Urusan aku ke mana, main sama siapa, ke luar sama siapa itu urusan aku. Kamu nggak usah ngelarang-larang aku."
"Gue berhak."
"Apa alasannya?"
"Lo udah dititipin ke gue dari tujuh tahun yang lalu. Lo lupa? Gue yang harus ngejaga lo, gue yang harus tau semua tentang lo, dan gue yang harus selalu melindungi lo,"
"Melindungi? Tadi aku minta kamu antar ke toko buku, saat aku ke luar lagi kamu udah nggak ada. Saat aku di kafe sama Tanisa, ternyata kamu lagi asik-asik aja tuh sama pacar kamu," Bulan tersenyum tipis. "Kamu nggak ada hak buat ngejaga aku sedangkan kamu aja masih suka prioritasin pacar kamu, Bintang,"
"Dan tujuan kamu ke sini hanya untuk marahin aku?" sambungnya.
"Nggak gitu, La,"
"Terus apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Bulan dan Bintang
Teen FictionSUDAH TAMAT DAN PART MASIH LENGKAP. Mencintaimu adalah patah hati yang di rencanakan. Seperti yang dikatakan banyak khalayak orang. Tidak mungkin jika di dalam persahabatan berbeda gender salah satunya tidak memiliki perasaan suka. Ini tentang seora...