Berharap pada manusia adalah seni terindah untuk menumbuhkan luka.
*****
Terik matahari menyorot sempurna pada wajah Bulan. Gadis itu tak sadar bibirnya tertarik ke atas saat melihat sosok Bintang berhasil memasukan bola pada ring basket.
Pada jam istirahat kedua ini, Bulan memilih melihat pertandingan kelas Bintang yang beranggotakan geng RANGER melawan kelas sebelah laki-laki itu.
Terik panas matahari sepertinya tak membuat Bulan merasakan gerah yang menyelimuti tubuhnya. Selama ia bisa melihat tawa dan senyuman dari Bintang yang sedang bermain basket, itu tak masalah baginya.
"Liatin Bintang terus. Awas, nanti kesambet setan Bintang," celetuk seseorang yang Bulan tidak sadari kehadirannya sedari tadi. Gadis itu menoleh lalu tersenyum, lalu atensinya kembali teralih pada Bintang.
"Kakak kali, tiba-tiba ada di situ," ucap Bulan.
"Dari tadi aku di sini. Kamu aja yang nggak sadar," laki-laki itu terkekeh pelan.
"Kak Damar sih, makanya kalau mau disadari posisinya itu nyapa sebelum duduk, kalau nggak kan aku mana tau,"
"Ah, iya ... lagian aku gak mau ganggu kamu yang lagi fokus liatin Bintang," laki-laki itu mengulum senyumnya.
"Kak Damar bisa aja,"
Laki-laki bernama Damar itu tersenyum tipis. "Nih, minum. Kamu pasti haus," Damar memberikan satu botol air mineral yang sedari tadi ia genggam, khusus ia belikan dari kantin untuk Bulan.
"Makasih kak,"
"Sama-sama. Duduknya pindah, yuk? Di sini panas. Nanti kamu pusing,"
"Ah iya—" kalimat Bulan tertelan begitu saja di tenggorokannya. Gadis itu menatap laki-laki yang sudah lancang mengambil air mineralnya yang belum ia buka sama sekali.
Bintang membuka air mineral itu lalu meneguknya sampai tersisa setengah. Laki-laki itu menatap Damar dengan tatapan cukup tajam. "Bulan mau pindah duduk sama gue. Lo gak usah atur-atur dia."
"Santai, bro," ucap Damar, tenang.
Bintang mengabaikan jawaban dari Damar. Laki-laki itu menarik tangan Bulan, menjauh dari sana. Menurutnya, Bulan itu sama sekali tidak cocok dengan Damar. Sudah jelas dan sudah sering ia melihat Bulan cukup risih dengan kehadiran laki-laki itu.
"Bi," panggil Bulan yang tak dihiraukan panggilannya sedari tadi.
"Bintang!" tepat di tengah lapangan, Bintang melepaskan cengkeramannya. Laki-laki itu menatap Bulan dengan tatapan datarnya.
"Kamu kenapa, sih? Kamu—"
"Apa?"
Bulan menatap Bintang dengan tatapan kesal. "Kamu nggak boleh gitu, tau! Nggak usah seenaknya sama orang! Setelah kamu ambil minuman aku, ngomong seenaknya sama Kak Damar dan langsung tarik-tarik aku?" Bulan menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Kenapa? Gak boleh gue bersikap gitu sama Damar? Gak terima?"
"Bukan gitu! Tapi sikap kamu terlalu seenaknya Bintang! Kamu pake perasaan kamu sedikit kek! Kan kamu bisa ngomong baik-baik!"
"Suka lo sama dia?" tanya Bintang masih dengan nada dinginnya.
"Aku gak suka sama dia, Bi!"
"Bohong!"
"Bi, kamu kenapa, sih?"
"Damar itu—"
"Kenapa?" Bulan mengatur nafasnya yang memburu. Tidak peduli dengan berbagai tatapan yang sekarang terarah ke padanya dan sosok yang berada di hadapannya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Bulan dan Bintang
Teen FictionSUDAH TAMAT DAN PART MASIH LENGKAP. Mencintaimu adalah patah hati yang di rencanakan. Seperti yang dikatakan banyak khalayak orang. Tidak mungkin jika di dalam persahabatan berbeda gender salah satunya tidak memiliki perasaan suka. Ini tentang seora...