Malam itu, langit di atas sana tampak dipenuhi oleh kelap-kelip bintang. Sedangkan di bawah sana banyak kendaraan yang berlalu-lalang dan lampu dari gedung-gedung pencakar langit yang saling menyala. Seorang gadis dapat melihat itu semua dari kamar apartemennya.
Gadis itu menghembuskan napasnya kasar dengan kedua tangan yang menyangga pada jendela kamar.
Ternyata rasanya masih sama. Masih selalu terasa sakit dan sesak. Apalagi sekarang ia sudah tak lagi bisa melihat sosok itu dengan nyata.
Takdir memang selucu itu. Terkadang memang benar, yang hadir belum tentu takdir.
Ya, sekarang ia percaya kata-kata itu.
Seseorang memasuki kamarnya, seseorang itu tersenyum saat melihat sosok yang ia cari tengah berdiri di dekat jendela.
"Bulan, sudah malam. Waktunya tidur," ucap seseorang itu.
"Bulan," panggilnya lagi.
Wanita itu melangkah mendekati Bulan yang masih setia berdiri memandangi keindahan malam di bawah sana.
"Lagi liat apa sih, La?" Risa memegangi pundak Bulan membuat gadis itu sedikit terkejut.
"Ah, Bunda,"
"Liatin apa sih? Pemandangannya bagus, ya?" Risa ikut melihat ke bawah sana.
"Iya Bunda,"
Risa tersenyum. "Ya udah, tidur gih. Udah malam,"
Bulan memalingkan wajahnya kembali ke luar sana. Ia menatap tepat pada bulan di langit sana.
"Bunda bisa liat bulan yang ada di sana?"
Risa mengikuti arah pandang Bulan, lalu wanita itu mengangguk.
"Bulannya nggak cantik, soalnya nggak ada bintang di sekelilingnya."
"Dulu juga waktu Bulan sama Bintang marahan, malamnya pasti bintang gak ada di langit," sambung Bulan yang masih setia memandangi bulan itu.
"Sudah, ya? Kamu jangan inget-inget hal yang udah terlewat. Udah seminggu kamu di sini, tapi masih belum bisa beranjak juga. Ayo, semangat," Risa mengusap puncak rambut milik Bulan membuat gadis itu tersenyum.
"Iya, Bunda."
"Ya udah, sekarang waktunya tidur. Udah jam sepuluh malam,"
Bulan mengangguk, ia langsung berjalan menuju ranjangnya lalu berbaring di sana. Risa menyelimuti tubuh Bulan yang sudah berbaring itu.
"Good night, sayang,"
"Good night juga, Bunda,"
Bulan menatap kepergian Risa hingga wanita itu tak terlihat lagi setelah menutup pintu kamarnya. Ia kembali menghembuskan napasnya kasar. Atensinya kembali teralih pada jendela yang sudah ditutupi gorden itu.
"Aku rindu kamu, Bintang."
***
Bulan menatap rumahnya dengan sendu sebelum seorang laki-laki berjas hitam memanggilnya.
"Sudah selesai, Non. Waktunya berangkat," ucap pria itu.
"Ah, iya. Duluan aja Pak," jawab Bulan pada orang itu.
Sekali lagi Bulan menatap rumahnya itu, sebelum ia benar-benar pergi, ia ingin menatap lebih lama rumah yang penuh kenangan ini.
Detik berikutnya, Bulan segera memasuki mobil yang sudah siap di depan gerbang.
Jam menunjukkan pukul setengah 6 pagi, 30 menit lagi pesawat yang akan ia tumpangi akan berangkat.
Sudah selesai. Dan ia sudah siap meninggalkan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Bulan dan Bintang
Teen FictionSUDAH TAMAT DAN PART MASIH LENGKAP. Mencintaimu adalah patah hati yang di rencanakan. Seperti yang dikatakan banyak khalayak orang. Tidak mungkin jika di dalam persahabatan berbeda gender salah satunya tidak memiliki perasaan suka. Ini tentang seora...