21. BROKEN HEART

3.7K 368 3
                                    

Kedekatan antara Bintang dan Anya semakin menyebar luar ke seluruh sekolah. Bahkan rumornya, orang di luar sekolahpun sudah mengetahui kedekatan antara kedua orang itu. Berhubung Anya adalah sosok public figure yang cukup terkenal di kalangannya.

Jika orang-orang di luar sana cukup menyetujui kedekatan antara keduanya, berbanding dengan Bulan. Sudah tiga hari setelah kedatangan Anya di sekolah, ia merasa semakin jauh dengan Bintang. Bintang mengabaikan semua pesan yang ia berikan dari 3 hari yang lalu. Padahal, serandom dan setidak-masuk akalpun pesan yang ia berikan, Bintang selalu membalasnya walau sedikit cuek.

Seperti kali ini, berhubung bel masuk berbunyi setengah jam lagi, Bulan memilih diam di rooftop sekolah. Saat membuka pintu rooftop, semilir angin langsung menerpa wajah dan rambutnya. Perasaannya yang selalu dipenuhi rasa gelisah dan sesak itu sedikit berkurang kali ini. Bulan pun berjalan mendekat pada pembatas rooftop lalu berpegangan di sana. Di bawah, ia bisa melihat lalu lalang kendaraan dan melihat jelas gedung-gedung pencakar langit di depannya.

Bulan merogoh saku bajunya dan mengambil sebuah kertas yang sudah ia coret-coret asal tentang semua hal yang ada di dalam hatinya. Gadis itu merenungi sejenak hasil tulisannya lalu melipat menjadi pesawat kertas.

"Aku harap, kita baik-baik aja, Bintang," setelahnya, pesawat kertas itu meluncur ke udara. Senyum tipis penuh luka tersemat di wajah cantik milik Bulan saat itu, gadis itu menatap kosong ke bawah lalu memegangi kepalanya yang akhir-akhir memang sering terasa pusing. Bulan mengacak rambutnya saat lagi-lagi air mata itu kembali turun tanpa persetujuan darinya.

Menyukaimu secara diam adalah hal hebat yang pernah aku lakukan.
–Manusia yang mencintai pahitnya kehidupan.

Begitulah kira-kira isi dari pesawat kertas tersebut. Kalimat itu ia tulis saat pelajaran Bu Elis berlangsung di kelasnya. Sambil menatap pada jendela kelas, Bulan merenungi beberapa hal yang pernah terjadi di kehidupannya bersama Bintang, dulu.

Bulan mengusap air matanya lalu menghirup udara banyak. Gadis itu menatap lempeng tepat pada gedung-gedung pencakar langit berada. Sampai akhirnya atensinya teralih pada sebuah gelang yang tersemat di tangan kirinya. Gelang itu adalah gelang bulan dan bintang.

Bulan melepas gelang itu dari tangannya lalu menggenggamnya dengan erat, seolah-olah ia tengah meremas gelang itu. Gadis itu menatap gelangnya lama, senyum tipis kembali tersemat pada wajahnya.

"Tuhan, aku sesayang itu sama dia,"

***

Tanisa menatap Bulan yang terlihat sangat tidak bersemangat. Seperti akhir-akhir ini, gadis itu memang menjadi pendiam setelah kedatangan Anya di sekolah.

"Udahlah, La, palingan juga bentar lagi mereka putus," ujar Tanisa menenangkan. Ia tidak tega ketika melihat sahabatnya menjadi murung seperti ini.

"Tapi, Tan, Bintang sampai sekarang belum balas pesan aku," tutur Bulan dengan nada sendu.

"Ditelpon?"

"Nggak diangkat,"

Tanisa mengembuskan napasnya pelan. "Kenapa gak lo temui aja dia?"

"Temui?" Bulan mulai menimang-nimang. "Kalau ditemuin, aku takut Anya salah paham, terus dia benci aku,"

"Nggak mungkinlah, coba aja,"

"Gimana kalau Bintang-nya yang cuek?" Tanisa menggenggam jemari Bulan. "Coba aja, La. Perasaan yang ada di hati lo gak akan pernah terasa selesai kalau lo belum mencoba menyelesaikan rasa penasaran lo," Bulan kembali menimang-nimang, lalu mengangguk.

Antara Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang