Bulan berjalan memasuki pekarangan rumah Bintang. Sepulang sekolah, ia memang memutuskan untuk mampir ke rumah Bintang dan menemui Elina.
"Assalamualaikum," sahutnya dari luar. Dari dalam, Elina tergesa-gesa dari arah dapur untuk membukakan pintu. Wanita paruh baya itu sangat mengenal suara Bulan.
"Assalamualaikum Ma," Bulan menyalimi tangan Elina. "Wa'alaikumsalam sayang, masuk dulu, yuk," Bulan mengangguk lalu mengekori Elina dari belakang menuju ruang tamu.
"Bulan gak ganggu Mama, kan?"
Elina menggeleng. "Nggak sayang, Mama habis cuci piring barusan,"
"Ngomong-ngomong, kamu mau ada apa ke sini? Pasti kangen sama Mama, ya?" tanya Elina sambil tertawa pelan.
"Iya nih, Ma, kangen banget, sama Alami sih kangennya," lalu kedua perempuan itu tertawa pelan.
"Alami? Alami ada tuh di kamar, kayanya lagi main handphone atau nggak lagi tidur, dia pasti gak tau kalau kamu ada di sini," Bulan mengangguk. "Nanti aja deh, Ma, aku masih mau ngomong-ngomong sama Mama,"
Sekitar 30 menit keduanya berbincang-bincang asik. Napas keduanya sampai tersenggal karena terlalu lelah tertawa bersama. Bulan berdehem pelan untuk menormalkan suaranya, ia merasa canggung untuk memberikan pertanyaan kali ini.
"Ma," panggilnya.
"Kenapa, La?" jawab Elina sambil mengambil biskuit di atas meja.
"Anya, Mama tau Anya?" tanyanya begitu hati-hati.
"Anya? Pacar Bintang?" jawaban dari Elina membuat Bulan terkejut bukan main. Biasanya, Bintang kalau mempunyai pacar tidak pernah memberitahu Elina siapa nama orang itu karena memang menurut cowok itu sendiri tidak penting. Tapi ini apa? Jawaban dari Elina benar-benar membuat Bulan shock.
"Tante tau?"
"Ya masa nggak taulah," Elina tersenyum tipis. Wanita itu mendekatkan wajahnya pada telinga Bulan, lalu berbisik di sana. Ucapannya berhasil membuat Bulan meremang, jantungnya kian berpacu 2 kali lebih cepat.
"Anya itu ...."
"Calon tunangan Bintang."
***
Bulan menyeka air matanya sambil menatap lalu lalang kendaraan dan bangunan di pinggir jalan. Setelah menanyakan tentang siapa itu Anya kepada Elina, ia pamit dengan segera. Sungguh, ini tidak masuk akal. Bintang si playboy akan bertunangan? Apa itu tidak salah? Bagaimana kalau di tengah-tengah jalan setelah bertunangan Bintang memutuskan hubungannya dengan Anya?
Beribu pertanyaan menghantam pikiran Bulan saat ini. Untuk mengisi rongga dadanya yang terasa sesak, ia membuka jendela taksi itu lalu berusaha tersenyum. Namun, di pinggir jalan sana, ia malah melihat Bintang dan Anya yang tengah duduk di kursi trotoar sambil memakan es krim dan tertawa. Di waktu yang bersamaan saat taksi yang ia tumpangi melintas tepat di depan Bintang dan Anya, saat itu juga, tatapan antara Bulan dan Bintang bertemu, senyum yang terukir manis di wajah Bulan pun luntur saat Bintang menatapnya. Waktu seolah berhenti dengan sendirinya saat itu juga.
"BINTANG!" panggil Anya sedari tadi, namun Bintang sama sekali tidak mendengar panggilan dari cewek itu.
"Bintang, kamu kenapa, sih?!" Bintang mengerjapkan matanya beberapa kali. Laki-laki itu lantas menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kita pulang sekarang."
"Pulang? Tapi aku masih mau di sini, Ta!" ujar Anya, tak terima.
"Pulang, Nya. Udah mau magrib," Anya mengerucutkan bibirnya sebal, walaupun begitu, cewek itu tetap menaiki motor Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Bulan dan Bintang
Teen FictionSUDAH TAMAT DAN PART MASIH LENGKAP. Mencintaimu adalah patah hati yang di rencanakan. Seperti yang dikatakan banyak khalayak orang. Tidak mungkin jika di dalam persahabatan berbeda gender salah satunya tidak memiliki perasaan suka. Ini tentang seora...