12. MALL SORE

3.7K 391 3
                                    

Tanisa berjalan menghampiri Bulan yang tengah menunggunya di depan kelas setelah bel pulang sekolah berdering, gadis itu menepuk bahu Bulan pelan. "Kayanya ke kedai kali ini gak jadi, deh. Bokap gue lagi ada di rumah, gue gak bisa nyia-nyiain kesempatan kali ini buat nggak ketemu sama dia," ujarnya.

"Oh, oke, nggak papa kok. Santai," jawab Bulan sambil tersenyum. Tanisa mengangguk lalu keduanya berjalan menuju gerbang bersama.

"La," panggil Tanisa saat menuruni tangga. "Kenapa?" jawab Bulan, penasaran.

"Soal tadi siang nggak usah dipikirin, ya? Lo nggak usah ngerasa bersalah sama Kak Bintang," ujar Tanisa khawatir, karena sebetulnya kalau dilihat-lihat, sedari tadi Bulan sering melamun.

Bulan mengangguk pelan. "Aku nggak pikirin dia, kok, soal tadi siang aku maklum aja. Salah aku kenapa malah kepedean nyamperin dia," gadis itu terkekeh pelan di akhir kalimatnya.

"Emm, okay,"

Keduanya berhenti saat sudah sampai di parkiran, tepat di depan mobil milik Tanisa. "Lo mau ikut? Biar gue antar lo dulu," tawar Tanisa. Bulan menggeleng, "Nggak usah. Aku naik taksi aja," tolak Bulan.

"Yakin?"

"Yakin, buruan gih, Ayah kamu nunggu tuh di rumah," Tanisa terkekeh pelan, "Yaudah, gue duluan ya," ujarnya seraya memasuki mobil.

"Bye," dari dalam mobil, Tanisa melambaikan tangannya lalu pergi dari area sekolah. Bulan menghembusnya nafasnya pelan lalu berjalan menuju halte, ia akan menunggu taksi di sana.

Sore ini ibu kota terlihat cukup ramai tak seperti biasanya, Bulan menatap risau lalu lalang kendaraan yang tak terlihat sama sekali taksi yang berlalu. Dari arah kejauhan, datang sebuah motor sport tanpa Bulan sadari. Pengguna motor itu tampak menggeleng pelan lalu menekan tombol klakson sehingga menimbulkan bunyi yang sangat keras.

Bulan yang mendengar suara klakson itu lantas menatap sang pengendara dengan tatapan kesal dan terkejut. "Loh? Bi–bintang?" ucapnya, gelagapan. Yang benar saja?!

Bintang melepaskan helm full face-nya lalu tersenyum. "Naik," Bulan mengerjapkan matanya beberapa kali, sesekali gadis itu menampar pipinya cukup keras. "Nggak-nggak, kayanya aku ketiduran waktu nunggu taksi di halte, deh. Ini nggak mungkin Bintang," Bintang menghembuskan nafasnya kesal melihat tingkah laku Bulan yang sangat bodoh.

"Lo gak lagi mimpi, La. Buruan naik," seketika ucapannya menghentikan gerakan Bulan, gadis itu menatap Bintang tidak percaya. "Kalau gitu, berarti kamu yang lagi bermasalah, kamu lagi sakit, Bi?" Bulan mengecek kening Bintang menggunakan telapak tangannya.

"Gue tinggalin, nih?"

"Eh? Iya-iya, aku naik!" buru-buru Bulan naik ke jok belakang. Lalu terdapat keheningan yang terjadi di antara keduanya setelah Bulan selesai memakai helm. "Pegangan."

"Hah?" Bintang menghembuskan nafasnya kasar lalu meraih kedua tangan Bulan dan melingkarkannya di pinggangnya, hal itu membuat jantung milik Bulan berpacu dua kali lebih cepat.

Sebenarnya Bintang lagi kesambet setan apa, ya? Batinnya.

Beberapa saat setelah motornya berjalan, Bintang melirik Bulan dari spion kanannya, di sana terdapat Bulan yang tengah menatap ke samping jalan dengan wajah gemas. "Soal tadi siang, maaf ya,"

"Iya, nggak papa,"

"Kalau dilihat-lihat, temen lo serem juga, ya?" lanjut Bintang.

"Tanisa?"

"Iya. Sifatnya berbanding terbalik sama lo yang lemah," Bulan mendelik sinis, "Aku nggak lemah, ya."

"Kata siapa?"

Antara Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang