13. ARTI KELUARGA

3.2K 361 4
                                    

Setelah makan dan mencoba beberapa game yang ada di mall itu, akhirnya Bulan memutuskan untuk pulang tepat pada jam 6 sore. Dipeluknya erat tubuh Bintang sesuai dengan permintaan laki-laki itu, wangi khas yang tercipta dari tubuh Bintang semakin membuatnya nyaman dan tak ingin melepas pelukannya.

"Malam ini Papa pulang dari luar kota, gimana kalau lo nginep aja di rumah gue malam ini?" tawar Bintang.

"Papa Dandi pulang? Wah, serius kamu?! Ya aku mau, lah! Dia pasti bawa banyak oleh-oleh!" ujar Bulan antusias.

"Makan mulu pikiran, lo!"

"Perasaan aku gak sebut makanan, deh," ujar Bulan.

"Tapi maksud oleh-oleh yang lo sebut itu pasti makanan, kan?"

"Iya, sih ...." gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Bintang memutar bola matanya malas. Setelah keduanya sampai di rumah Bintang, di sana sudah terdapat mobil mewah berwarna hitam yang sudah terparkir di sana. Saat itu juga, Bulan berlari masuk ke dalam, gadis itu pasti ada maunya, pikir Bintang.

"PAPA!!!" pekik Bulan saat matanya melihat Dandi yang sedang santai membaca koran di ruang tengah. Laki-laki paruh baya itu membalas pelukan Bulan sembari terkekeh pelan.

"Anak siapa sih ini?" candanya yang langsung ditertawai oleh Elina—ibu Bintang.

"Papa bawa oleh-oleh apa kali ini? Mau bagi-bagi sama Bulan, gak? Ayah sama Bunda biasanya kalau pulang nggak suka bawa oleh-oleh! Kalau Papa pasti bawa!"

"Kamu ini, ternyata ada maunya," Dandi mengacak rambut Bulan sambil ditertawai oleh Elina. Mereka memang sedekat itu kalau kalian ingin tau.

Dari arah tangga, Bintang sudah mengganti seragamnya menjadi pakaian santai, di susul dengan Alami, adiknya. Gadis berparas cantik namun dengan tampang datarnya itu entah kenapa selalu berubah manja jika ada Bulan.

"Kak Bulan!" pekik Alami.

Dandi menggeleng heran. "Alami waktu liat Papa pulang biasa-biasa aja tuh tampangnya. Tapi kenapa saat liat kamu, mukanya jadi seceria ini?" tanya Dandi sedikit iri.

"Dibanding Papa sama Bintang, Alami lebih dekat sama Bulan tau, Pah!" timpal Elina.

"Ya jelaslah! Lagian Papa jarang di rumah, dan Alami juga gak mau deket-deket sama buaya darat kaya Kak Bintang!" ujarnya sambil memeletkan lidah kepada Bintang yang duduk tepat di hadapannya. Bintang melotot, hampir mengeluarkan biji matanya.

"Hush, kalian ini nggak usah mulai, deh," ujar Elina sambil terkekeh pelan.

"Kak Bulan mau nginep, kan? Kalau gitu tidurnya di kamar aku, aja!" ajak Alami, antusias.

"Jangan mau, kamarnya kaya kandang tikus, nggak pernah dibersihin." ucap Bintang.

"Apaan, sih! Aku gak ngomong sama Kakak! Dasar iri dengki!" Bintang memutar bola matanya malas lalu mengambil kue yang ada di toples meja.

"Ya, Kak? Mau, ya?" Bulan mengangguk, "Iya,"

"Oh, ya, oleh-oleh dari Papa buat kamu udah Mama siapin kok. Sekarang kita makan malam dulu, yuk? Kalian pasti udah lapar, kan?" ucap Elina.

"Iya, Papa udah laper banget, nih,"

"Bintang sama Bulan udah makan tadi,"

"Eh, nggak papa, kok. Bulan udah laper lagi, nih," ucap Bulan cepat. Lagian, siapa yang mau nolak masakan seenak Mama-nya Bintang, sih?

"Dasar tukang makan." cibir Bintang pelan.

"Perasaan dari tadi kamu nyinyirin orang mulu, deh. Gak Alami gak Bulan. Kamu lagi datang bulan?" tanya Dandi, heran, dan langsung mendapat gelak tawa dari Elina, Bulan dan Alami. Sedangkan Bintang hanya memutar bola matanya sebal, ia selalu saja dinistakan seperti ini jika keluarganya sedang berkumpul.

Antara Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang