8

9.4K 697 1
                                    

"Kenapa wajah kalian kusut banget?" Ansal muncul saat ketiganya malah terlihat frustasi.

"Anak aku di rumah kamu kan?" Bima bertanya pada Ansal.

"Ho-oh. Lagi sama Mami"

"Tapi dia di sini Sal. Sama perempuan aneh pemilik cafe ini!" Suara dingin Bima menggelar, membuat Zayn dan Randy bergidik ngeri.

Bisa gawat nih kalau Bima sudah mengamuk. Diam nya aja bikin kalang kabut, apalagi marah!

"Lula di sini?. Bagus dong. Mana dia?"

"Aku serius!"

"Aku dua rius malah."

"Ansal!"

Dih, sikap horor sahabat perkuliahan merangkap bos di kantornya ini emang enggak pernah berubah ya. Pantesan aja semua perempuannya pada lari. Galak banget sih!

"Duh, gue baru juga nyampe, nafas masih putus-putus, minum Juga belom, Elo udah teriak-teriak enggak jelas. Ya bagus dong Lula di sini maksud gue, berarti dia lagi di jaga adek gue. Adek gue yang punya cafe ini"

Double Shit!

Bima melotot, Zayn dan Randy terkikik geli.

Pantesan aja tingkahnya gak jauh beda sama abangnya, sama-sama absurd!

"Kebetulan banget ya" celetuk Randy

"Itu namanya bukan kebetulan Ran. Itu namanya takdir!"

Terserah. Ansal enggak peduli sama tawa jenaka kedua sahabatnya itu, juga pada tatapan horor Bima. Yang ia butuhkan Alvin. Kemana coba karyawan songong Qia ini? Ada pembeli bukannya melayani.

"Alviiiin gue laper!" Teriaknya udah kayak di hutan.

"Pesan mbak Qia ambil sendiri! Bayarnya Doble!" Omaigattttt. Emang rese nih Qia.

°°°

Hari mulai gelap, sementara belum ada satu orangpun yang berniat menjemput Lula. Akhirnya, Qia membawanya turun.

"Tidur Lula Mbak?"

"Iya Vin. Kecapekan main"

"Kasian ya Mbak. Pulang gih, dia butuh istirahat"

Qia mengangguk setuju, bocah umur tiga tahun itu memang terlihat lelah sejak siang tadi.

"Jaga cafe ya. Tutup jam 8 aja. Kamu juga butuh istirahat"

Alvin mengangguk, Qia juga sudah melajukan mobilnya menuju rumah.
Sampai di rumah, Qia menatap orang-orang yang berkumpul di dapur. Nyebelin banget sih! Bukannya jemput Lula, mereka malah duduk santai sambil makan kue.

"Eh Qia udah sampe? Tumben gak jerit-jerit" Mami Nia menatap Qia sambil tersenyum. Sementara Qia malah cemberut.

"Kok gak di jemput Lula nya? Kasihan nih sampe ketiduran. Minggir dikit Lo" kata Qia sambil mendorong Ansal untuk pindah. Ia ingin duduk.

"Tadi di cafe Papi nya kan mau ambil Lula, kamu gak izinin"

"Papinya yang mana? Papi dari Hongkong? Yang ngaku-ngaku ada tadi" katanya selagi mengingat kejadian di cafe tadi.

"Lah, itu bapaknya tahu. Bandel sih Lo"

"Eh? Seriusan? Kok tahu?"

"Tadi gue ke sana. Alvin gak bilang emang? Ribet Lo ya"

Entah harus senang entah harus sedih, ternyata lelaki yang sudah di deklarasikannya untuk masa depan itu sudah menikah. Qia menarik nafasnya berat.

"Jadi itu bos Lo?"

"Bos, temen kuliah, bapak dari Alula. Namanya Bima Alvarendra"

Hemm. Qia harus mengingat nama itu baik-baik, "gausah di sebut lengkap juga kali"

"Ya, barangkali jiwa kepo dan stalking Lo meronta-ronta" hehe. Emang paling tahu nih si Ansal.

"Tan, Lula dimana?" Eh, Lula yang masih dalam gendongan Qia bergeliat minta turun.

"Kita ke kamar yuk La. Ntar Kamu di jemput. Kita karaokean yuk" Lula mengangguk setuju.

"Mi, aku ke kamar ya. Mau karaokean" Mami Nia mengangguk.

"Jangan please! Pacar gue mau datang ya. Gue gak mau malu kalau dia denger suara cempreng elo Mbak!" Aufa menatap sinis ke arah Qia.

Bodoamat. Qia malah mengerlingkan matanya.

"Bagus dong! Biar adek ipar gue tahu suara emas kakak iparnya!" Hahaha. Ansal terkikik geli, lagian Aufa Masih minta duit sama orangtua udah kegatelan!

_____

Langkat, 7 September 2021

TFV

Suamiable (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang