"Jadi, kita resmi pacaran ya!" Bangun pagi Qia sudah di sambut dengan pertanyaan Bima yang buat salting.
"Memangnya kapan elo nembak gue?"
"Jadi, belum cukup ciuman semalam?"
"Mas! Di dengar orang kan malu!" Qia melotot galak. Membuat Bima terbahak-bahak, rasanya menjaili Qia di pagi hari adalah kegiatan paling menyenangkan.
"Kalau gitu panggil nya jangan elo gue lagi ya sayang"
Hadehh, beneran deh Qia butuh sayap untuk terbang kalau gini caranya.
"Kamu kenapa sih? Kesambet jin puncak?"
"Kesambet bidadari tercantik di puncak" heummm.
Gak tahan dengar gombalan sialan Bima, Qia memilih tidur dan menutupi wajahnya dengan selimut, malu banget kalau Bima ngeliat wajah yang udah kayak kepiting rebus itu.
"Sayanggg bangun dong. Kamu harus sarapan dan minum obat"
Qia bangun lagi, "btw, yang lain kemana sih? Kok gak jenguk. Ansal juga kemana coba?"
"Baru aja mereka kemari, cuma gak tega bangunin kamu. Mereka juga udah balik ke Jakarta"
"Ha??" Qia berteriak histeris. Bisa-bisanya dia di tinggalin.
"Aku pulang nya gimana?"
"Kan ada Mas" Qia melirik Bima horor. Kenapa sih kalau liat Bima otaknya malah keingat momen semalam?? Hadeh Qia. Tolong deh otaknya jangan mesum.
***
"Lula kalau ketemu kamu pasti happy banget yang" kata Bima lagi. Melirik Qia yang asyik dengan pemandangan di luar mobil.
Ya, Qia sudah di izinkan pulang dan sore itu mereka memutuskan kembali ke Jakarta.
"Lula gak happy juga kan karena kamu mas,"
"Iya deh maaf. Saya salah"
"Sebenarnya sih, kalau aku liat nih ya. Kamu tuh lebih cocok sama Risa deh. Mana dia cinta banget kayaknya sama kamu. Aku gak tega kalau mbak Risa tahu hubungan kita"
Bima melirik Qia. Meraih tangannya untuk di genggam. "Tapi saya maunya sama kamu"
"Kalau aku gak mau gimana?"
"Hahaha. Gak mungkin dong, kamu tuh udah kenak jampi saya Qia. Udah nurut kamu mah"
"Ihhhhh dasar buaya darat" kata Qia lagi. Memukul pelan lengan Bima.
"Mami sama papi mau di bawain oleh-oleh apa ya?"
"Di bawain mantu aja udah senang mah kalau Mami, Papi Mas" kata Qia lagi, kali ini sambil tertawa lepas.
***
Sampai Jakarta, Bima malah membawa Qia ke butik langganan Maminya. Mendadak Qia di bawa membeli gaun, ke salon dan sekarang malah sudah berada di cafe vintage.
"Katanya mau kondangan sahabat kamu Mas, kok malah di bawa ke sini sih?"
"Ya emang di sini acaranya"
"Lah? Alvin kerepotan banget pasti" Qia jadi merasa bersalah.
"Ntar kamu harus berterima kasih sama Alvin. Udah masuk yuk, udah di tungguin"
Qia mengangguk."Mamiiiiiiiii" suara Alula membuat Qia kaget, bocah cilik itu sudah berhambur memeluknya secara tiba-tiba.
"Eh, Lula? Kok di sini?" Qia menggendong Lula lalu menciumi kedua pipi bocil yang udah lama ia rindukan itu.
Qia melirik satu deretan meja yang sudah di penuhi oleh Mami, Papi, Ansal dan Aufa. Lengkap dengan Keluarga Bima.
Degup jantung Qia semakin kencang saat musik mengalun lembut, Bima yang tadi berdiri di sebelah nya, kini malah muncul di panggung, membawakan satu lagu Yovie and Nuno, Janji Suci.
"Aghni Alfarizqia, saya Bima Alvarendra, berdiri di sini ingin mengucapkan satu hal. Saya menyayangimu, tidak menyangka pada akhirnya mencintaimu. Sudikah kamu, perempuan paling cantik bagi saya, menerima lamaran saya? Menjadi istri saya dan ibu buat Alula juga untuk anak-anak kita nanti"
Pecah.
Senyum bahagia Qia di sertai tangis haru pun membuat Merra, Serra dan Ditta bersorak-sorai heboh.
"Yuhuuuuu. Akhirnya sahabat gue mau nikah. Terima. Terima. Terima" teriak ke-tiganya heboh.
Qia mendekat, masih dalam kondisi menggendong Lula, menatap Bima sejenak.
"Ya, saya mau jadi istri kamu Mas"
Semuanya bertepuk tangan haru. Ansal malah baper menitikkan air mata sambil merangkul Pinkan.
"Tuh liat, Bima tuh adalah bukti nyata kalau ia mencintai seseorang. Gak kayak kamu" sewot Pinkan pada Ansal yang malah mewek.
"Selamat adekkkk" teriak Pinkan kemudian.
***
Langkat, 23 Agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiable (End)
RomanceAghni Alfarizqia tidak pernah punya mimpi harus jatuh cinta pada lelaki yang sudah pernah menikah. Tetapi saat pertama kali bertemu Bima, di suatu sore dengan segala sikap jutek dan dinginnya, Qia malah setengah mati memuja. Lalu mampukah Qia-peremp...