13

8.7K 610 0
                                    

"Cup.cup.cup. anak cantik gak boleh nangis dong"
Lula masih saja memeluk Qia erat, sambil menggeleng.

"Makan ice cream mau? Om Alvin loh yang buat"

"Papi gak cayang Lula kan Tan"

"Siapa bilang? Papi kamu mungkin lagi banyak kerjaan La"

"Gak!"

Duh, gak tega banget sih emang ngeliat Lula kena bentak Mulu.
"Mana ada Papi yang gak sayang sama anaknya. Percaya deh sama tante"

"Papi itu enggak pelnah main cama Lula kalau di lumah. Gak pelnah bacain Lula dongeng kayak Oma sama Opa. Papi itu emang gak cayang Lula Tante!" Tiba-tiba perasaan iba menyelinap di hati Qia. Sebegitu brengseknya kah sifat Bima? Qia memeluk tubuh Alula yang masih dalam gendongannya.

"Yaudah kamu tenangin diri dulu. Nanti kita bicarakan lagi ya"

Lula mengangguk, keduanya memejamkan mata.

°°°

Sudah satu jam Bima menunggu di dalam mobil. Bayangan Lula yang takut terhadap dirinya terus berputar-putar. Rasanya, sejak kematian Airin tiga tahun yang lalu, ia benar-benar jauh dari jangkauan anaknya. Bahkan Lula lebih memilih Qia. Orang asing yang baru ia kenal. Papi macam apa dia ini? Dia memukul stir frustasi.

"Di mana ruangan Qia?" Suara khas milik Bima membuat Alvin gelagapan.

"Di lantai atas pak" cicitnya hampir tanpa suara.

Bima langsung ngeloyor pergi.
Chef Aghni Alfarizqia. Nama itu bertengger cantik di depan pintu warna hitam tersebut.

Bima membuka pintunya pelan. Pemandangan pertama yang ia dapatkan ialah, wajah terlalap Qia yang memangku Lula dalam gendongannya.

"Ekhem" sengaja Bima berdehem agar perempuan itu terbangun.

Qia mengusap matanya, merenggangkan tangannya dan lehernya yang mulai terasa pegal. Seketika hal pertama yang ia lihat adalah ponselnya yang banyak notif dari sahabat nya itu.

"Lula masih marah sama saya?"
Suara Bima membuat Qia terlonjak kaget, lelaki itu sudah duduk rapi di kursi kerja Qia. Mau ngapain dia di sini?

"Menurut bapak?"

Bima Bergerak tidak nyaman, "menurut saya iya"

"Udah tahu pake nanya! Lagian ini anak bapak gak sih? Kok saya jadi ragu"

Ditatap sinis oleh Bima bukannya membuat Qia takut, ia malah asik mengelus lembut puncak kepala Lula sambil memainkan ponselnya.

°grub rumpi no secret 💋°

'heh! Lagi ngapain Lo di dalam bareng Pak duda? Kami nunggu di bawah ini. Cepetan turun!' pesan dari Ditta membuat Qia nyengir kuda.

'lagi program bayi. Puas Lo semua. Gue baru bangun tidur. Tahu tahu ada calon suami nungguin'

"Heh! Apa kamu bilang? Lula itu anak saya ya" byarr. Suara Bima mengalihkan mata Qia dari ponselnya.

"Tapi kok sering marah-marah gak jelas. Makanya Pak. Kalau punya masalah sama kerjaan selesaikan dulu, jangan malah bentak anak sendiri. Dih! Kalau saya jadi Lula males banget punya bapak kayak bapak!"

Mulut lemes Qia yang memang enggak bisa diem kalau sedang marah semakin membuat Bima di liputi rasa bersalah

"Jadi saya harus bagaimana?" Suara Bima kali ini lebih pelan dan terdengar pasrah.

"Minta maaf dan jangan ulangi lah lah! Emang nya bapak mau di suruh mindahin Monas jadi di depan cafe saya?"

Bima yang frustasi sedikit menunggingkan senyum, "kalau begitu bantu saya ya"

Yihaaa. Mau minta bantuan? Jadiin gue istri Lo! Batin Qia meronta-ronta.
"Eh, kok saya?"

"Lula pasti nurut sama kamu. Seperti kejadian di mall waktu itu"

Emang paling pinter nih bapak nyari kesempatan.

Tak lama berselang, Lula terbangun dan mengucek matanya, "Tante. Kita ketidulan ya"

"He-eh. Kamu mau ice cream gak? Eh tapi gak usah deh ya. Nanti sakit gigi kalai keseringan"

"Lula mau kok"

"Yakin?"

Lula mengangguk, "kalau begitu kita turun yuk. Eh tapi sebelum itu, ada yang mau ketemu La" Qia mengernyitkan dahinya pada Bima yang masih duduk di sana. Kehadiran Bima Belum diketahui Lula.

"Siapa tan?"

"Sini Tante bisikin" Belum sempat menerima jawabannya, Qia langsung Berbisik di telinga Lula. Lula menggeleng dan menoleh menatap Bima. Wajah murung anaknya itu membuat hati nya sakit seketika.

"La, Papi minta maaf ya La. Papi janji gak akan bentak Lula lagi." Bima mendekat, sedikit berjongkok di hadapan Qia dan Lula.

"Papi pulang aja. Papi udah gak cayang Lula, Papi gak butuh Lula kan?"

Bima mengerjapkan matanya, tidak menyangka Lula akan mengatakan hal itu, "nanti papi gak punya anak lagi dong La. Memangnya kamu tega liat papi gak punya anak?"

"Bialin!" Qia menatap keduanya, sifat Lula yang keras kepala ini sepertinya menurun dari Bima. Lula masih memasang mode merajuknya.

"Yasudah papi beli anak yang baru aja"

Lula menoleh cepat, matanya berkaca-kaca "tuh kan tan. Papi emang gak cayang Lula. Hiks hiks"

"Ihhh, kok malah ngomong begitu sih? Nangis lagi kan anaknya!"

"Habisnya saya bingung. Sini biar saya gendong" Bima dengan segera mengambil alih Lula, "siapa bilang papi gak sayang hem? Lula kan anak papi paling cantik. Maafin papi ya"
Lula memeluk nya erat sambil mengangguk.

"Kalau begitu kita pulang ya La"

"Tapi beliin eskim dulu"

"Oke! Yuk"

Mereka bertiga pun keluar dari ruangan Qia.

"Pi, tante Qia boleh gak ke rumah kita?"

Ha???? Sumpah! Bukan Qia yang ngajarin.

"Buat apa?"

"Bial Lula ada temen"

"Kan Oma ada la"

"Oma gak bisa gendong Lula pa. Oma encok" Qia terkekeh di belakang Bima.

"Kenapa kamu ketawa? Ada yang lucu?"

"Gak pak. Hehe"

"La, jangan sembarangan bawa orang ke rumah ya. Papi enggak suka!"

Dih, gue masih di bilang orang sembarangan? Nah dia apa kabar main nyelonong aja ke kamar gue? Qia membatin.

°°°

Langkat, 17 Oktober 2021

Suamiable (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang