‹•.•›PM-41‹•.•›

32.9K 4.1K 86
                                    

Vote jimplang, mood aku jelek jadinya setelah melihat chapter sebelumnya.

Jadi, Preman Manja di stop dulu sampai Chapter ini, aku mau ke cerita Erga.

Met baca, jan lupa vote dan komen
.
.

DONI dan Gita sudah pulang dari pemakaman, rasanya masih tak percaya kalau Adi benar-benar sudah meninggal.

Gita meregangkan sedikit tubuhnya, dia mau mengatakan kabar baik ini pada Doni.

Sesampainya mereka di kamar, Gita langsung menarik tangan Doni dan menatapnya lekat.

Doni sendiri hanya diam. "Don-"

"Gita, kamu nyesel gak gagal nikah sama Adi?."

Senyum diwajah Gita luntur seketika, dia melepaskan genggaman tangan Doni dan menatapnya heran.

"Maksud kamu apa?." gumam Gita.

Doni menghela napas panjang lalu tersenyum nanar.

"Aku ngerasa jahat banget sama Adi, dia cinta banget sama kamu tapi aku permainkan hatinya. Pasti kamu juga ngerasa nyesalkan gagal nikah sama dia?." ucapan itu lancar sekali keluarnya.

Gita menatap Doni, dengan tatapan tidak percaya. "Bisa-bisanya kamu bahas soal itu, disaat Adi baru aja dimakamkan, dimana otak kamu Doni?." cerca Gita.

Doni tertawa kuat, pikirannya memang sudah mulai rusak, dia gatau lagi apa yang mau dia katakan dan apa yang mau dibahas.

"Bilang aja Gita, kamu nyesel kan batal nikah?." tanya nya diselingi senyum miring.

Gita menggeram emosi. "Tanah di kuburan Adi bahkan masih basah, tapi mulut sialan kamu udah bisa ngomong kayak gitu, gila kamu emang." Gita langsung masuk ke kamar mandi.

Dia tak mau ada pertengkaran dulu, janinnya masih terlalu rentan untuk keguguran.

Gita gamau usaha Doni untuk memiliki anak bersamanya runtuh.

Dihari saat mereka bermain setelah pulang dari rumah sakit, ternyata 3 minggu setelahnta Gita hamil.

Tapi masih terlalu muda dan rentan keguguran. Gita gaboleh emosi berlebihan, dia gamau semua rencananya membangun rumah tangga sejahtera bersama Doni hancur berantakan.

Sementara Doni hanya duduk termenung di pinggir kasur, dia mengusap kasar wajahnya dan menghela napas panjang.

"Aku harus segera membunuh Xeno, dan tentu saja Erdo bajingan itu." desis Doni dingin.

Dendam yang dulu memang ada untuk Erdo kini bertambah besar setiap saat.

Entah mau sampai kapan dendam ini akan tersimpan, yang jelas Doni gak akan membiarkan pembunuh sahabatnya hidup lebih lama lagi.

Dia harus meminta Vino, Jeje dan Arsa untuk bertemu.

Mereka harus menyusun rencana yang pas untuk Xeno.

Walau Jeje mengatakan bahwa Xeno dipaksa dan dia menyesal melakukannya, perbuatannya harus dipertanggung jawabkan.

Dia bahkan tega membunuh sahabatnya sendiri, dimana dia taruh otak dan hati nuraninya itu.

"Brengsek! Mati lo Erdo sialan!."

Rencana yang baik dan tersusun rapi, sudah disiapkan Doni saat ini.

Seringai mengerikan terbentuk diwajahnya, dia gak sabar ingin bermain lagi dengan pistol dan pisau yang selama ini jarang dia sentuh.























Bersambung😾

Nanti di cerita Jeje, jangan sedih ya kalau kalian ketemu Adi disana.

Aku sedih sih..nyeseq pakai Qolqolah.

Preman Manja [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang