Tiga

41.3K 4.4K 286
                                    

Yang lupaa ceritanya bisa cek part sebelah yaaaa hehehee

Happy reading...

Reno membenci drama. Apalagi bila hal itu dimainkan di pagi hari. Di saat ia baru saja terbangun dari lelap yang luar biasa nyenyak. Ketika yang harusnya ia terima adalah sarapan enak dan susu cokelat hangat. Bukan malah tangisan menyayat yang membikinnya penat.

Ck, harusnya, Reno diam saja 'kan?

Atau paling tidak, ia bisa meneruskan memejamkan mata sampai siang benar-benar menjelang.

Namun kesiap kecil dari balik punggungnya, sungguh mengganggu. Kantuknya telah berlalu, pun tak mungkin bisa ia abaikan begitu saja apa yang telah terjadi. Belum lagi, secara sadar malam tadi ia menjumpai darah saat penitrasi mulai membuatnya lupa diri. Reno tahu, akan ada sedikit bencana. Tetapi, ia yakin ia tak bersalah.

Jadi, dengan dengkusan kasar. Ia buka kelopak matanya. Membalikan tubuh, ia coba bersandar sambil menatap tajam seorang wanita di sebelahnya. Yang sudah terlebih dahulu mengkerut takut di sampingnya. Astaga, kenapa sih wanita terlalu mudah mengeluarkan air mata?

"Gue nggak memperkosa lo," katanya tak ingin berbasa-basi. "Kita ngelakuin itu atas dasar suka sama suka. Gue nggak maksa. Malah lo yang kelewat semangat."

Reno tak berdusta.

Lagipula, untuk apa dirinya bersusah-susah memperkosa, bila banyak para wanita datang kepadanya?

Ck, ia memiliki harga diri tinggi untuk memuaskan egonya sebagai laki-laki. Jadi, tak akan ia buat susah saat yang mudah berdatangan tanpa diminta. Tetapi maaf saja, ia bukan lelaki gampangan. Ia punya standar terhadap hubungan selibat. Malam tadi mungkin pengecualian diri. Wanita yang ia ajak bersama menuju ranjang, tampak polos dan begitu manis. Persis seperti Arin yang ia jaga sepenuh jiwa.

"Jangan nangis, please. Gue suntuk banget kalau pagi-pagi ada cewek nangis."

Ada sisa-sisa air mata yang tak bisa Reno abaikan di wajah wanita itu. Gemetar tangannya saat memeluk selimut, juga tertangkap oleh netra Reno yang begitu awas. Masih menunduk menyembunyikan wajah dari balik helaian rambut panjangnya yang menutupi muka, tolonglah, Reno tidak mabuk saat menidurinya.

Hm, sebenarnya wanita itulah yang mabuk.

"Please, berhenti nangis," Reno membenci perempuan cengeng. "Fine, lo sama gue perlu mandi sebelum bicara," menyibakan selimut Reno mengambil langkah terlebih dahulu untuk membersihkan diri. Ia memunguti pakaiannya sembari berjalan ke kamar mandi hotel.

Oh, tentu saja hotel.

Reno tidak gila dan nekat membawa cewek itu pulang ke rumah. Bisa mati dia.

"Gue mandi duluan. Lo tunggu sini."

Saat melewati ranjang dan cewek itu tak kunjung memberi tanggapan, Reno jadi merasa panas hati. Seolah-olah dia yang paling bersalah di sini.

"Dengerin gue Angela," Reno tahu itu nama samaran. Dan mereka sedang dalam suasana buruk untuk sekadar berkenalan dengan baik. "Gue nggak bersalah," katanya terus terang. "Kalau gue boleh mengingatkan, lo sendiri yang dateng ke gue 'kan? Lo repot-repot menang buat challenge nggak penting ini. Jadi, stop nangis dan ngebikin gue seolah-olah yang ngejebak lo. Please deh, andil lo juga gede di sini."

Dan setelah menumpahkan semua itu, Reno menutup pintu kamar mandi dengan keras. Ia perlu bergerak cepat. Mandi kilat, ia langsung memakai baju di kamar mandi. Begitu ia keluar, perempuan tadi masih berada tepat di tempat semula. Seakan patung yang tak lagi bisa berpindah, Reno tak tahu harus mengatakan apa.

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang