Sebelas

36.8K 4.8K 285
                                    


"Gue punya pengumuman buat kalian semua," Reno menghela napas. Lalu matanya memancarkan kegugupan ketika teman-temannya memberi perhatian penuh padanya. Sambil menyugar rambut, ia berdeham sebentar demi menetralkan suara.

"Bacot amat sih, Ren," komentar Kenzo yang tertawa melihat temannya itu tampak gelisah. "Mau ngomong aja, banyak banget basa-basi lo."

Reno pura-pura mendengkus.

Sudah tidak ada jalan keluar lagi. Beberapa hari ini, ia lelah mencari di internet di mana letak klinik aborsi yang aman. Banyak link-link illegal yang ia temukan. Namun entah mengapa, ia resah membawa Lana ke sana.

Ia hanya khawatir, tempat aborsi itu tidak aman. Takutnya, bukan hanya janin yang melayang, tetapi nyawa perempuan itu pun tak terselamatkan. Jadi, Reno tidak ingin mengambil resiko yang nanti akan ia sesali. Ia butuh dokter yang tepat, juga klinik aborsi yang terjamin keamanannya.

Makanya, ia pun meminta mereka semua untuk berkumpul di apartemen Sean. Reno ingin meminta bantuan teman-temannya. Terkhusus, pada Kenzo yang memiliki kakak perempuan seorang dokter kandungan.

"Ren, muka lo mengkhawatirkan banget sumpah," kekeh Marvel sambil mengangkat kaki dan meletakkannya di atas meja. "Ada apa sih? Lo minggat dari rumah? Nyabu?"

Reno berdecak, ia tatap Marvel dengan pendar malas. Namun selebihnya, ia tak mengatakan apa-apa. "Gue ngehamili seseorang," desahnya pasrah.

Hening sejenak.

Hingga kemudian, celetukkan Kenzo membuat tawa yang lain pecah.

"Cewek 'kan?"

"Kenzo bangsat!" maki Sean sambil melempar bantal sofa pada temannya itu.

"Ya, lo pikir, kambing?" semprot Marvel terbahak-bahak.

Kenzo mengabaikan kerusuhan teman-temannya. Karena kini, ia sibuk memperhatikan wajah Reno yang masam. "Bukan Arin, ya?" tebaknya.

"Iya juga nih," Marvel sudah berhasil meredam tawanya. "Kalau Arin, lo pasti sekarang gembar-gembornya nyebar undangan sih," ia anggukkan kepala sok berpikir. "Minimal, tuh muka hepi lah. Walau cita-cita menjaga kemurnian Arin selamanya, sirna," tambahnya seraya kembali mengalunkan tawa.

"Anak mana, Ren?"

"FKIP," Reno menjawab pertanyaan Kenzo dengan tampang malas.

"Korban baperan lo atau gimana?" timpal Kenzo lagi.

Reno yang sedari tadi berdiri demi membuat pengumuman pada teman-temannya, akhirnya memilih duduk. Mengempaskan tubuh pada single sofa, ia menengadahkan kepala ke langit-langit. "Cewek dari Dream Partner kampret itu," gerutunya sembari berdecih. "Nyesel gue ikutan kemarin," lanjutnya sebal.

Masih dengan tawa, Marvel melempar Reno dengan sekaleng cola yang belum terbuka. "Halah, kemarin aja lo bilang oke-oke. Giliran kejadian baru nyesel," ledeknya merasa puas. "Tapi 'kan, semua dapet kondom. Lo masa nggak sih?"

"Lupalah," celetuk Reno yang kembali membuat dirinya menjadi bulan-bulanan tawa. "Rese lo pada!"

"Sumpah, Ren, gue nggak nggak mau berhenti," Sean terbahak sambil memegangi perutnya. "Eh, kalau dari Dream Partner itu, berarti udah tiga bulanan dong, Ren?"

Reno mengedik. "Nggak tahu gue. Tuh cewek juga nggak tahu. Belum berani ke dokter. Ya, udah, dibiarin aja tuh perut sampai beneran buncit."

"Masuk angin kali," cetus Kenzo dengan sirat jenaka.

Melayangkan pendar malas pada teman-temannya, Reno kembali mengacak-acak rambutnya. "Tapi beneran deh, perutnya udah kelihatan," gumamnya benar-benar putus asa. "Waktu dia pakai seatbealt di mobil gue, perutnya nggak sengaja kecetak gitu deh. Dan kelihatan dong udah nggak rata lagi."

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang