Dua Puluh

38.4K 5.5K 385
                                    


Yesss, Reno hadiroott hahahaa

Aku pusing iihh liat berita di explore ig tuh isinya masih bapaknya Vanessa aja ya. Gk kelar2 dramanyaaa,kasian yg udh meninggal.

Yowesslah, yuk kita baca dramanya Reno aja. Gk kalah seru kok sama drama2 di luar sana hahaha

Perempuan itu membebat perutnya dengan kain berbahan latex yang elastis. Berwarna seperti kulit, dengan ujung berperekat yang ketat. Dan bila Reno boleh berasumsi, Lana pasti menekan dengan kuat area bagian perutnya demi menyamarkan kehamilannya.

Ck, sepertinya Reno mulai gila.

Karena entah kenapa, ia justru yang merasakan sesak melihat Lana mengenakan korset pelangsing itu.

"Lo nggak sabar pengin langsing lagi?" cercanya setelah menarik napas panjang. "Sumpah, Lan, lo lagi sadar nggak sih sama apa yang lo lakuin sekarang?" Reno masih tak habis pikir bagaimana mungkin Lana bisa mengenakan korset seketat itu. "Lo ngejepit mereka, Lana!" serunya tak lagi dapat menahan diri. "Demi Tuhan, Lan. Lo nyiksa mereka!"

"Gue punya alasan Ren."

"Apa?" tantang Reno segera. "Alasan apa?" kejarnya tanpa ampun. "Buka tuh korset, Lan. Lo nyakitin mereka."

"Reno—"

"Apa?" cebik Reno masih enggan melajukan mobilnya.

Lana menghela napas panjang, ia sugar anak-anak rambut yang berjatuhan di sekitaran wajah. Pandangannya lurus ke depan, sementara punggungnya yang tadi tegang, ia sandarkan penuh pada sandaran jok di belakangnya. "Gue terpaksa ngelakuin ini, Ren," gumamnya masih enggan menatap laki-laki itu. "Gue memang bakal jujur ke keluarga gue soal mereka," ia menggerakkan sebelah tangannya tuk membelai perut. "Tapi sebelum kejujuran itu gue ungkap minggu nanti, gue pengin ngehabisin dua hari ini sebagai anak bungsu mereka yang nggak pernah berbuat dosa sebesar ini."

"Halah," dengkus Reno tak ramah. "Mau nanti atau sekarang, semua bakal sama aja 'kan?"

Memang benar.

Namun setidaknya, Lana ingin merasa disayang.

"Gue yakin, semua bakalan kacau setelah pengakuan kita ke masing-masing keluarga nanti. Tapi, sebelum segalanya terlanjur terjadi, lo juga berhak kok jadi sebaik-baiknya anak versi orangtua lo," Lana menyentuh dadanya hanya tuk menghalau sesak yang muncul di sana. "Anggap aja, ini adalah saat-saat terakhir kita sebelum jadi orangtua, Ren," imbuhnya muram. "Dan waktu terakhir kita sebagai seorang anak yang nggak pernah ngecewain mereka."

Reno meremas setir kemudinya tanpa sadar.

Perkataan Lana, berhasil mematik nyeri yang kini bersemayam di jiwanya.

Bayangan murka sang ayah, sudah berada di benak Reno sejak seminggu belakangan. Kemarahan kakak-kakaknya. Belum lagi tangis ibunya.

Astaga, Reno tak sanggup lagi membayangkannya.

Dan tadi, Lana bilang apa?

Menjadi sebaik-baiknya anak versi orangtua, ya?

"Jadi, biarin gue pakai korset ini, ya, Ren?"

Reno memandangi Lana sejenak, masih belum berkata apa-apa. Ia alihkan pandangan dari wajah perempuan itu ke arah perut Lana yang masih menampilkan korset pembebat tempat tumbuh kembang janin-janinnya. "Kasihan mereka, Lan," desah Reno pelan.

"Gue tahu, Ren. Tapi, Bunda terlalu peka sama kondisi anak-anaknya. Gue takut, Bunda langsung tahu kalau ada yang berbeda sama tubuh gue," ungkap Lana sendu. "Bunda pasti curiga sama perut gue, Ren," ungkapnya sembari mendesah. "Gue khawatir nggak punya kesempatan jadi sebaik-baiknya anak bungsu untuk mereka."

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang