Tiga Belas

37.3K 5.1K 595
                                    

Hai hai semuaanyaaa
Akhirnyaaa yaa kusentuh lagi lapak inii wkwkwk

Tengkyi buat semua doanya yaa, alhamdulillah aku udh jauh lebih baik kok kondisinya.
Mudah2an gk ada drama telat makan atau salah makan lgi deh, nyeseek amaatt soalnya di lambung hahahaa

Yaudah deh, yuk kita ketemu sama Reno kesayangan semuanya wkwkwkk

Yg lupa ceritanya, bisa cek part sebelumnyaa yaa

Akan ada masa, di mana realita menampar khayal yang pernah kita anggap indah. Melalui semesta yang gemar membuat rencana, biasanya takdir menitipkan garisnya yang semena-mena. Seringnya, tak terduga.

Mungkin, sesekali memang indah.

Namun tak jarang bermandi duka.

Ah, bukankah tugas manusia adalah menjalani segalanya?

Ya, karena memang itulah yang kini harus dilakukan oleh seorang Moreno dan juga Kalanaya. Sepasang mahasiswa dan mahasiswi, yang terjebak pada tragedi menyiksa. Di mana mereka harus berkutat antara nurani juga masa depan yang sudah ada dalam wacana. Entah itu harus melenyapkan yang sudah ada. Atau membiarkannya menghirup dunia, sementara hidup mereka kacau luar biasa.

Terlebih, mereka bukanlah sepasang yang menjadikan romansa landasan tuk berhubungan. Teramat sulit rasanya, bila menginginkan bersama dan menanggung dosa yang terlanjur tercipta.

Tetapi, haruskah mereka melenyapkan yang tengah berusaha tumbuh di rahim sang wanita?

Sanggupkah keduanya?

"Kenzo, udah cerita apa aja ke elo, Kak?" Reno melipat bibirnya sejenak. Menatap gugup pada Clara yang sedari tadi bertindak sangat professional saat menangani Lana. "Kenzo bilang nggak kalau tujuan gue ke sini, nggak cuma buat cek kandungan doang, Kak?" ia meringis kecil.

Clara tahu, tetapi ia akan pura-pura tidak tahu. "Aku nggak ngerti kamu ngomong apa sih, Ren," katanya sambil tergelak pelan. "Udah, ya, aku lagi nggak mau ngomong sama kamu dulu. Mau fokus ke Lana aja," tambahnya dengan senyum tipis. "Lana, yuk naik ke ranjang. Saatnya kita lihat baby, ya?"

"Kak?"

"Apa sih, Ren?" Clara kembali memperdengarkan tawa. "Ayo, Sus, tolong bantuin Lana naik ke ranjang, ya? Nah, Ren, kamu nanti perhatikan aja plasma itu," ia menunjuk pada plasma besar yang menempel di dinding sementara matanya, bergerak menuju komputer tipis di atas mejanya. "Deg-degan nggak sih, Lan?" ia bertanya ramah. "Baru pertama kali ini 'kan?"

Reno mengepalkan tangannya di atas lutut, menahan gemetak dari giginya ketika netranya harus membagi fokus antara perut Lana, juga layar plasma. Tadi, Reno memang sudah menyentuh perut itu. Namun, hanya dari balik pakaian yang dikenakan Lana. Dan itu saja, sudah membuatnya berdebar gila. Lalu kini, matanya dipaksa merekam perut berisi janinnya tanpa penghalang. Karena sekarang, kemeja Lana telah tersingkap ke atas.

Reno ingin menutup matanya saja, namun entah kenapa ia justru melotot kian parah. Apalagi, ketika perut tersebut tengah diolesi oleh gel. Demi Tuhan, Reno tiba-tiba menahan napas. Perut Lana yang ia ingat begitu rata malam itu, kini sudah membuncit mungil.

Jadi, kehamilan ini benar-benar nyata?

Jadi, memang ada bayinya di sana?

Astaga, Reno harus apa?

"Nah, Ren, lihat ke plasma, ya? Kita lihat dulu anak kamu gimana."

Anak kamu?

Anaknya?

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang